KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation-Free Regulations jadi perhatian khusus Pemerintah Indonesia. Maklum, penerapan UU itu akan berdampak ke ekspor komoditas Indonesia ke Uni Eropa. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menggelar rapat bersama sejumlah jajarannya membahas UU Anti Deforestasi Uni Eropa ini pada Kamis (13/7). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangannya selepas rapat menyampaikan, pemerintah menaruh perhatian pada aturan UU Anti Deforestasi Uni Eropa tersebut.
Pemerintah Indonesia berharap pedoman pelaksanaan UU Anti Deforestasi Uni Eropa tersebut dapat mengadopsi apa yang sudah menjadi praktik terbaik selama ini seperti Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk kayu atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk komoditas sawit. "Kami ingin agar implementation guideline-nya itu mengadopsi apa yang sudah ada menjadi best practice, termasuk untuk kayu SVLK, kemudian sawit RSPO, ataupun kemarin joint mission dengan Malaysia menjadi MSPO," ujar Airlangga dalam keterangan tertulis, Kamis (13/7).
Baca Juga: Segini Potensi Kerugian Indonesia Akibat Kebijakan Anti Deforestasi Eropa Lebih lanjut, Airlangga mengatakan bahwa kebijakan Eropa tersebut akan berdampak pada tujuh komoditas Indonesia, di antaranya sapi, kakao, sawit, soya, kayu, hingga karet. Dalam kebijakannya, Eropa meminta agar barang-barang atau komoditas yang masuk ke Eropa bebas dari deforestasi, tergantung kepada undang-undang di negara masing-masing, dan dilengkapi uji kelayakan. Selain itu, negara-negara juga akan diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan risikonya, yaitu risiko tinggi (high risk), risiko standar (standard risk), dan risiko rendah (low risk). Menurutnya, kebijakan tersebut diperkirakan akan berdampak kepada 15-17 juta pekebun Indonesia dan produk Indonesia hingga senilai US$ 7 juta. "Ini sangat mengganggu kepada small holder, 15juta -17 juta pekebun kita akan terdampak dengan ini dan juga masalah geolocation yang kita berkeberatan karena tidak perlu geolocation untuk setiap produk itu dicek karena kita punya berbasis standar RSPO ataupun SVLK," imbuh Airlangga. Pada kesempatan terpisah, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang diskriminatif karena menyasar produk-produk Indonesia harus terjamin bebas dari praktik deforestasi.
Zulhas mengatakan, pemerintah akan berupaya mengajak negara-negara lain yang turut terdampak kebijakan tersebut untuk melakukan perlawanan. "Itu sangat diskriminatif. Oleh karena itu kita akan melakukan perlawanan nanti berunding melakukan perlawanan tentu mengajak negara-negara yang punya kesamaan seperti Malaysia," ucap Zulhas.
Baca Juga: Dampak UU Anti Deforestasi, Negara Berpotensi Kehilangan Penerimaan US$ 5,15 Miliar Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat