KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati tahun 2018 menjadi tahun yang sulit, PT Bank Bukopin Tbk berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp 190 miliar pada tahun 2018. Direktur Keuangan Bukopin Rachmat Kaimuddin mengatakan pencapaian laba tersebut tumbuh 40% bila dibandingkan dengan periode tahun 2017. Selain dari sisi laba bersih, laba sebelum pajak bank bersandi bursa BBKP ini juga tercatat tumbuh 78% menjadi Rp 216 miliar. Meski laba tumbuh, tahun lalu pihaknya mengakui memang tidak mengincar pertumbuhan aset. "Tahun lalu kami fokus konsolidasi. Ada tiga yang difokuskan, penguatan laba, perbaikan kualitas aset dan efisiensi," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Senin (1/4).
Akibatnya, tahun 2018 kredit Bukopin turun 8,5% menjadi sebesar Rp 66,44 triliun. Selain itu, total aset Bukopin juga menyusut 10,14% menjadi Rp 95,64 triliun. Sementara itu, hasil dari perbaikan kualitas aset, rasio kredit bermasalah alias
non performing loan (NPL) ikut mengalami perbaikan di tahun lalu. NPL
net turun cukup tinggi dari 6,37% menjadi 4,75%. Di sisi lain, NPL
gross juga menurun walau masih relatif tinggi ke angka 6,67% dari setahun sebelumnya 8,54%. Rachmat mengungkap, tahun ini Bukopin akan mulai melakukan ekspansi dari sisi kredit guna mempercantik kinerja di 2019. Segmen yang masih jadi andalan Bukopin yaitu konsumer yang terdiri dari ritel dan UMKM. Direktur Konsumer Bukopin Rivan A. Purwantono mengatakan kredit pensiun yang berasal dari pegawai negeri sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta pegawai BUMN bakal menjadi dorongan untuk menggenjot kredit Bukopin. "Kredit konsumer menjadi fokus bisnis kami di 2019, kami sudah lakukan beberapa perbaikan," katanya. Sebagai gambaran saja, dari total kredit yang disalurkan di tahun lalu, sebagian besar pembiayaan Bukopin memang masuk ke sektor ritel, yaitu UMKM Rp 29,28 triliun dan konsumer Rp 15,26 triliun. Sementara kredit ke sektor komersial sebesar Rp 21,9 triliun. Lebih lanjut, dari sisi rasio kecukupan modal (
capital adequacy ratio/CAR) akhir tahun lalu terpantau membaik menjadi 13,41% atau meningkat 2,89% setelah di 2017 permodalan Bukopin sempat seret dengan CAR 10,52%. Pada periode yang sama, ROA dan ROE perseroan tercatat sebesar 0,22% dan 2,95%. Dari sisi pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) Bukopin secara total mencapai Rp 72,52 triliun. Turun cukup banyak sebesar 13,86%
year on year (yoy). Rachmat menjelaskan, turunnya DPK mayoritas disebabkan oleh penyusutan dana mahal (deposito) yang sengaja dilakukan guna menekan biaya dana (
cost of fund/cof). Memang, dana deposito Bukopin susut dari Rp 51,05 triliun di tahun 2017 menjadi Rp 42,56 triliun di tahun lalu atau turun 16,49% yoy. Penurunan DPK ini juga berdampak pada rasio
loan to deposit ratio (LDR) Bukopin yang terkerek naik dari 81,34% menjadi 86,18%. "LDR kami memang naik, tapi cenderung lebih rendah dibanding industri yang sekarang sudah di atas 90% rata-rata," terangnya.
Memasuki babak baru, di 2019 Bukopin mengincar pertumbuhan kredit sebesar 8% secara yoy. Sedangkan DPK dipatok tumbuh 7,4% dan laba bersih diproyeksi bisa menyentuh Rp 400 miliar alias naik dua kali lipat dari pencapaian tahun lalu. Di sisi lain, NPL net dijaga di level 3% sementara NPL
gross di bawah 5%. Salah satu upaya perbaikan NPL yang akan dilanjutkan di tahun ini menurut Rachmat yakni dengan melakukan lelang, pengambilalihan jaminan, restrukturisasi sambil memperbaiki tata kelola
risk management dan penyaluran kredit yang lebih selektif. "Kami ingin tumbuh ke sektor yang dianggap
low risk. Konsumer selama ini risikonya cukup terukur dan NPL yang
existing juga terus turun," sambungnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi