Bergabung di Twitter, kicauan Rupert Murdoch menuai kontroversi



FRANKFURT. Berita mengenai Rupert Murdoch yang bergabung di Twitter cukup mengejutkan. Pasalnya, pemilik News Corporation ini sejak lama dikenal sebagai orang yang anti internet. Dalam buku biografi mengenai dirinya yang ditulis oleh Michael Wollf pada 2009, Murdoch menganggap internet sebagai predator dan merupakan tempat bagi pelaku pornografi, pencuri, dan hacker. Murdoch rupanya ingin mengekspresikan opininya melalui Twitter. Dia muncul dengan akun @rupertmurdoch. Juru Bicara News Corp UK unit penerbitan Inggris Daisy Dunlop, mengkonfirmasi keaslian dari akun tersebut. Sejak kemunculannya, Murdoch berhasil menarik lebih dari 56.000 follower. Apalagi setelah Murdoch menuliskan pernyataan-pernyataan yang dianggap kontroversi. Salah satunya adalah kicauan Murdoch mengenai hari libur nasional Inggris. "Mungkin Inggris memiliki terlalu banyak hari libur untuk sebuah negara yang hancur," kicaunya di Twitter.Opininya itu yang kemudian di re-tweet oleh sejumlah pengikutnya, meskipun tidak lama setelahnya Murdoch menghapus tulisannya itu.Namun, hal itu tidak berdampak banyak, sebab, beberapa follower masih terus mere-tweet dengan menambahkan hastag #murdochdeletedtweets.Terkait hal itu, Murdoch menerima banyak saran untuk menulis di microblogging. Lee Bryant, Direktur Manager Eropa Sosial Bisnis mengungkapkan bahwa meski banyak dibicarakan Murdoch harus tetap rendah hati dan banyak belajar. Bryant juga berpendapat sebaiknya Murdoch membalas beberapa kicauan pengikut yang ditujukan kepadanya.Begitu juga dengan Drew Benvie, Direktur Manager Perusahaan Hubungan Masyarakat Horwire Inggris. Benvie memberikan saran kepada Murdoch untuk lebih berhati-hati ketika menulis agar tidak menimbulkan masalah.Meski sudah diikuti oleh ribuan orang, dia sendiri hanya mengikuti empat akun. Salah satunya adalah Amstrad, pendiri Lord Sugar. Murdoch juga mengikuti Asisten Pendiri Mark Pincus Zynga, Direktur Eksekutif Twitter Jack Dorsey, dan akun Humor milik Direktur Eksekutif Google Larry Page.


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie