Mulai awal April 2015, suhu di industri dana pensiun makin menghangat. Berbagai seminar dan diskusi yang mengangkat Program Jaminan Pensiun yang akan dijalankan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan kian rutin digelar. Suara yang menguar bernada sama: nasib industri dana pensiun ada di ujung tanduk. Pengurus dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) maupun dana pensiun pemberi kerja (DPPK) bukannya alergi dengan kehadiran jaminan pensiun buatan pemerintah itu. Mereka khawatir dengan iurannya yang dianggap kelewat besar. Dalam rapat koordinasi antara pejabat Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Hukum dan HAM, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Ketenagakerjaan, 8 April 2015, kecemasan itu menemukan jawabannya. Usai rapat, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyebutkan, peserta rapat menyetujui besaran iuran jaminan pensiun 8% yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Perinciannya, 5% dari upah akan ditanggung perusahaan pemberi kerja. Sementara 3% lagi dibebankan kepada pekerja.
Kabarnya, calon beleid itu bakal ditandatangani Presiden Joko Widodo akhir April nanti. “RPP itu sudah tahap finalisasi akhir, tinggal proses harmonisasi dari Kementerian Hukum dan HAM dan menunggu pengesahannya saja,” ujar Hanif. Angka iuran 8% ini dikhawatirkan akan membunuh industri dana pensiun (dapen). Pasalnya, perusahaan yang selama ini mengikutsertakan karyawannya dalam program jaminan pensiun komersial bakal beralih ke jaminan pensiun yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan. “Teman-teman dapen menyadari, perusahaan akan terpaksa memilih program jaminan pensiun yang wajib,” kata Maryamto Sunu, Ketua Pengurus Dana Pensiun Kompas Gramedia (DPKG). Saat ini DPKG memiliki dana kelolaan lebih dari Rp 2,26 triliun. Jumlah pesertanya mencapai 5.211 orang, dengan 3.958 di antaranya berstatus peserta aktif. Selama ini, DPKG mampu memberikan tingkat penghasilan pensiunan (TPP) sebesar 80% dari gaji terakhir. Usul iuran lebih kecil Nah, agar jaminan pensiun BPJS bisa berjalan beriringan dengan dapen yang sudah lebih dulu ada, Perkumpulan DPLK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) usul, iuran program itu dimulai dengan persentase yang lebih kecil. Setelah beberapa tahun berjalan, baru dinaikkan secara bertahap. “Usulannya iuran jaminan pensiun 3% sampai tahun 2030 masih cukup,” ucap Ricky Samsico, Kepala Humas Perkumpulan DPLK. Hitung-hitungannya, dengan iuran ke BPJS Ketenagakerjaan 3%, masih terbuka peluang perusahaan pemberi kerja tetap bisa mengikutsertakan karyawannya dalam program pensiun DPPK atau DPLK, meskipun, iuran yang dibayarkan ke dapen lebih kecil dari sebelumnya. Menurut Ricky, saat ini besaran iuran yang dibayar ke dapen rata-rata 7%–8%. Perusahaan rata-rata menanggung 6% dan sisanya diiur pekerja. Berdasarkan data OJK, saat ini ada 268 pengelola dapen, dengan 243 berbentuk DPPK dan 25 DPLK. Per 31 Desember 2014, jumlah pesertanya lebih dari 3,63 juta orang, dengan aset di atas Rp 186,27 triliun. “Aset per akhir Februari 2015 sudah Rp 191,9 triliun, naik 2,9% dalam dua bulan,” kata Heru Juwanto, Direktur Pengawasan Dana Pensiun OJK. Tapi, pertumbuhan jumlah peserta tahun ini sulit diharapkan. Soalnya, banyak perusahaan memilih menunggu PP Jaminan Pensiun disahkan. Dus, kata Ricky, kalau besaran iuran 8% itu tetap dipaksakan, usaha paling maksimal yang bisa dilakukan DPLK cuma menjaga peserta yang sudah ada. Walau ketar-ketir, sejumlah DPLK sudah menyiapkan berbagai strategi agar bisa tetap bertahan. Wahyu Rudiyat, Group Head DPLK Bank Jabar Banten (BJB), menyatakan, pihaknya masih melihat potensi peserta baru dari golongan pegawai negeri sipil (PNS). Hingga kuartal I–2015, DPLK BJB diikuti sekitar 32.000 peserta. Sekitar 30% di antaranya berasal dari korporasi dan 70% lagi setara 22.400 orang merupakan peserta individu. Dari jumlah peserta individu sebanyak itu, baru 10% saja yang berstatus PNS. Jelas, potensi pasarnya masih sangat besar, mengingat bank milik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat dan Banten itu memang menjadikan PNS sebagai captive market.
Strategi yang mungkin diambil untuk menggenjot peserta dari para abdi negara adalah, bekerjasama dengan divisi lain di BJB, misalnya bagian kredit. “Jadi, di samping menawarkan kredit, kami juga bisa sambil menawarkan program dana pensiun,” ungkap Wahyu. Kuenya mau dibagi-bagi? Laporan Utama Mingguan Kontan No. 30-XIX, 2015 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi