Sejak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 disahkan, laman Sekretariat Negara mencatat, telah terbit 13 Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi “tiket” bagi korporasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerima kucuran atau fasilitas Penyertaan Modal Negara (PMN). Adapun menurut catatan Kementerian BUMN, ada tujuh PP yang terbit berkaitan dengan PMN BUMN. Pontas Tambunan, Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN menerangkan, dari tujuh PP, sampai detik ini PMN tahun anggaran 2015 sudah cair Rp 12 triliun kepada empat perusahaan. Mereka adalah PT Hutama Karya Rp 3,6 triliun, PT Waskita Karya Tbk Rp 3,5 triliun, PT Adhi Karya Tbk Rp 1,4 triliun, dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Rp 3,5 triliun. Sementara perusahaan lain yang PP-nya sudah terbit, sepertinya harus lebih bersabar. Sebut saja PT PAL Indonesia, PT Sarana Multi Infrastruktur, atau PT Perusahaan Pengelola Aset.
Mengapa ada perusahaan yang sudah bisa mencairkan dana PMN dan ada yang belum, bahkan belum terbit tiketnya? Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, penyebab perbedaan nasib itu semata-mata karena proses administrasi. Selain itu, perusahaan yang lebih dulu menerima pencairan dana adalah mereka yang proyek-proyeknya sejalan dengan prioritas program-program pemerintah. “Contoh, Hutama Karya (HK). Perusahaan ini menerima PMN dengan cepat karena tol trans-Sumatera perlu segera dibangun,” tutur Bambang. PMN menjadi andalan Pontas menambahkan, perusahaan yang sudah menerima dana PMN segera menggunakannya sesuai peruntukan sebagaimana seharusnya. “Adhi Karya untuk mendukung pembangunan
light rail transit (LRT), Waskita Karya untuk pembangunan tol trans-Jawa dan tol lainnya, serta transmisi di Sumatera, sedangkan HK sepenuhnya untuk membiayai tol trans-Sumatera,” ujarnya ke KONTAN, Kamis (5/11). Menurut Direktur Utama HK I Gusti Ngurah Putra, proyek HK adalah jalan tol Medan–Binjai 17 kilometer (km), Palembang–Indralaya 22 km, Bakauheni–Terbanggi Besar 140 km, dan Pekanbaru–Dumai 126 km. “Progres pembangunan Medan–Binjai 5,4% dengan hambatan pada pembebasan lahan,” tuturnya. Jika akhir 2015 pembebasan lahan selesai, tol Medan–Binjai bisa selesai akhir 2016. Perkembangan tol Palembang–Indralaya terhambat teknis pembangunan. Di proyek ini, pembebasan lahan tinggal tersisa tiga titik. Sedangkan tol Bakauheni–Terbanggi Besar berjalan lambat lantaran baru dimulai pembangunan di dua titik. Terakhir, untuk Riau–Dumai, masih dalam proses pembuatan rencana bisnis dan selesai akhir tahun ini. Untuk memenuhi kebutuhan investasi Medan–Binjai senilai Rp 1,60 triliun, HK menggunakan dana PMN Rp 1,01 triliun. Adapun pada proyek Palembang–Indralaya senilai Rp 3,3 triliun, HK mengandalkan dana PMN Rp 2,31 triliun. Pada tol Bakauheni–Terbanggi Besar yang membutuhkan investasi Rp 16,79 triliun, HK menggunakan PMN Rp 8,73 triliun, serta pada proyek Pekanbaru–Dumai HK memakai PMN Rp 5,34 triliun dari kebutuhan investasi investasi Rp 11,90 triliun. “Total PMN dari 2015–2019 sekitar Rp 17,408 triliun,” terang Putra. Kabar terbaru, HK akan mendapat penugasan baru dari pemerintah seiring dengan revisi Peraturan Presiden Nomor 100 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatra yang sebentar lagi akan meluncur. Selain empat ruas yang ada, HK akan mendapat tugas baru membangun Palembang–Tanjung Api-Api 100 km, Terbanggi Besar–Pematang Panggang 100 km, Pematang Panggang–Kayu Agung 85 km, serta Kisaran–Tebing Tinggi 60 km. Untuk itulah, menurut rencana, HK akan mengajukan tambahan PMN di pembahasan RAPBN-P 2016 senilai sebesar Rp 8 triliun. Akhir tahun 2015 HK mengincar pendapatan usaha sekitar Rp 8,3 triliun dan laba bersih perkiraan mencapai Rp 243 miliar. Adapun Adhi Karya, menurut Corporate Secretary Adhi Karya Ki Syahgolang Permata, akhir September 2015 lalu sudah mengantongi kontrak baru sekitar Rp 10,1 triliun. Rinciannya, dari total kontrak, pembangunan gedung dengan porsi 60,4%, proyek jalan dan jembatan 28,20%, dermaga 2,6%, dan pembangunan infrastruktur lainnya 8,8%. Tahun ini Adhi Karya menargetkan mampu meraup kontrak baru Rp 18,70 triliun, tanpa memasukkan nilai proyek LRT. Proyek LRT tahap I sendiri, menurut catatan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, diperkirakan akan menelan investasi Rp 23,82 triliun. Sekitar 70% kebutuhan investasi dirogoh dari APBNP 2015 senilai Rp 16,66 triliun. Mirip dengan HK maupun Adhi Karya, peran PMN pun cukup besar bagi Waskita Karya dan Antam. PMN diharapkan bisa melejitkan kemampuan perusahaan meraup pendanaan yang lebih besar lagi. Meminjam istilah Presiden Joko Widodo Jokowi, jika menaruh uang di kementerian, duitnya tak akan bertambah. “Tapi jika kita taruh di BUMN, bisa berlipat-lipat,” ujarnya pada saat menemui KONTAN beberapa waktu lalu. Menanti fatwa BPK Tentu, dana bisa berlipat jika dana PMN sudah ada di genggaman tangan alias sudah mengucur. Bagaimana nasib BUMN yang PP-nya sudah terbit, namun sampai sekarang belum bisa menikmati fasilitas PMN? Padahal, bisnis harus tetap berjalan dan program pemerintah tetap harus dicapai. Pontas bilang, kini manajemen BUMN yang belum menerima PMN sedang berdiskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Minta pendapat BPK,” tutur Pontas. Tujuannya, agar BUMN memperoleh kepastian berkaitan dengan proses administrasi pemerintahan. Apakah akan terjadi masalah di kemudian hari jika BUMN mengeluarkan duit terlebih dahulu untuk kemudian diganti oleh dana PMN? Apakah mereka menyalahi Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara atau tidak. “Pemerintah, tidak boleh utang. Kalau duit belum keluar, kami enggak boleh mengerjakan proyek duluan. Makanya kami tengah minta pendapat ke BPK. Bukan Kementerian BUMN yang bertanya, tapi perusahaan-perusahaan BUMN. Kalau BPK oke, ya, enggak apa-apa. Perusahaan bisa mengeluarkan duit duluan,” tutur Pontas.
Sampai tulisan ini terbit, tak ada manajemen BUMN yang bersedia memberi keterangan keterangan perihal jatah PMN mereka yang belum terkucur, meski sudah terbit PP-nya. PT Angkasa Pura II mengaku bisnis perusahaan masih on the track alias tetap berjalan seperti rencana, meski PP belum terbit dan PMN belum cair. Meski begitu, Budi Karya Sumadi, Direktur Utama Angkasa Pura II tetap berharap segera menerima injeksi. “Semoga akhir Desember 2015 PMN sudah cair,” harapnya, terus terang. Laporan Utama Mingguan Kontan No. 07-XX,2015 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi