JAKARTA. Di awal tahun ini, harga saham sebagian besar emiten sektor farmasi menyusut. Harga saham PT Kimia Farma Tbk (KAEF), misalnya, merosot 25,82% sejak awal tahun ini hingga akhir pekan lalu atau
year-to-date (ytd). Sepanjang tahun lalu, harga KAEF melonjak 216%.Harga PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) juga melemah 1,98% (ytd). Sepanjang 2016, harga saham KLBF sempat naik 14,77%. Harga saham emiten farmasi di awal tahun ini melambat lantaran sudah melaju kencang pada tahun lalu.Analis meyakini, prospek bisnis emiten farmasi masih cerah pada tahun ini. Tidak hanya dari bisnis obat resep, permintaan produk kesehatan lainnya diprediksi meningkat seiring terus meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat.
Analis Senior Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada menilai, bisnis farmasi tidak terlepas dari pengeluaran konsumen
(consumer spending). Dengan prospek ekonomi yang masih positif, tentu belanja konsumern akan meningkat. "Seharusnya masih bisa naik pada tahun ini, ungkap dia kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Reza juga melihat tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan cenderung meningkat. Ini menjadi peluang bagi emiten farmasi. Sebab, produk kesehatan di luar obat, seperti minuman dan vitamin, tetap dilirik oleh masyarakat. Emiten seperti KLBF dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) akan mendapatkan berkah dari kondisi tersebut. Analis NH Korindo Securities Joni Wintarja menilai, emiten farmasi juga akan diuntungkan tender pengadaan obat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Salah satu emiten yang terkena efek positif ini adalah KAEF, emiten farmasi BUMN yang besar. Di saat yang sama, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk sektor kesehatan juga terus meningkat. Alokasi anggaran kesehatan pada tahun ini mencapai Rp 104 triliun, tumbuh 54,76% dibandingkan tahun lalu senilai Rp 67,2 triliun. Tentu porsi pengadaan obat semakin besar di tahun ini. Program JKN, menurut Joni, juga berkembang pesat hingga jumlah anggotanya lebih dari 172 juta. Demi meraih peluang dari segmen obat generik tanpa merek pada program JKN, emiten pun mulai menambah produksi dan jenis obatnya. KLBF misalnya, menyiapkan fasilitas khusus untuk obat generik. KAEF juga meningkatkan produksi hingga empat kali lipat pada pabrik Banjaran Jawa Barat dan membangun pabrik
salt pharmaceutical pertama di Indonesia. Rekomendasi saham Melihat potensinya, Joni masih merekomendasikan
buy saham KAEF dan KLBF dengan target harga masing-masing Rp 3.280 dan Rp 1.970 per saham. Sedangkan Reza lebih merekomendasikan
buy saham KLBF dengan target harga Rp 1.800 per saham. Dengan segala prospek dan potensinya, bukan berarti emiten farmasi tanpa risiko menjalani bisnis tahun ini. Reza bilang, fluktuasi nilai tukar dan gejolak ekonomi yang menyebabkan konsumsi masyarakat berkurang menjadi faktor yang harus dicermati. Tapi dia melihat tahun ini potensi tersebut masih minim. Volatilitas kurs pasti ada, tapi manajemen emiten farmasi punya strategi, misalnya
hedging, kata Reza. Sejumlah analis berpendapat, penunjang pertumbuhan emiten farmasi tidak hanya berasal dari obat resep. Kontribusi produk kesehatan juga cukup besar.
Pada kuartal III-2016, kontribusi pendapatan produk kesehatan KLBF meningkat menjadi 18% terhadap total pendapatan. Di periode yang sama tahun 2015, kontribusinya sekitar 17%. Adapun sumbangsih lini produk nutrisi sebesar 28% di kuartal III-2016, naik dari posisi 27% pada kuartal III-2015. SIDO yang memang fokus ke produk kesehatan juga meraih pertumbuhan penjualan sebesar 14,55%
year-on-year (yoy) menjadi Rp 1,89 triliun pada kuartal III-2016. Kini, masyarakat lebih sadar menjaga kesehatan sehingga konsumsi produk kesehatan cenderung naik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie