KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdiri sejak 16 Maret 2009, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Iso Wiguno Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, Kebupaten Gresik, Jawa Timur relatif berjalan stagnan dan tidak berkembang. Bahkan hingga akhir 2017, Desa Sekapuk masih tergolong desa tertinggal dengan Indek Desa Membangun (IDM) 0,55%. Pergantian kepemimpinan di Desa Sekapuk pada 12 Desember 2017 menjadi awal kebangkitan BUMDes Sekapuk. Di bawah kepemimpinan Kepala Desa yang baru yakni Abdul Halim, pemerintah desa berkomitmen melakukan upaya perbaikan dengan meningkatkan kinerja BUMDes. Tak butuh waktu lama bagi Abdul Halim mengubah BUMDEs Sekapuk untuk meraih profit. Pada tahun 2019 BUMDes sudah berkontribusi Rp 846,721 juta ke pendapatan asli desa Sekapuk. Sejak dari situ, kontribusi BUMDes pada pendapatan asli desa terus meningkat signifikan hingga miliaran rupiah per tahunnya.
Hal ini juga sejalan dengan peningkatan pendapatan BUMDes yang pada tahun 2020 mulai mencatatkan laba bersih Rp 4,71 miliar dengan pendapatan sebesar Rp 7,49 miliar.
Baca Juga: Agrowisata Kebun Pak Inggih, Tanah Bengkok Desa yang Disulap Jadi Tempat Wisata Kemudian mencatat laba Rp 3,69 miliar pada tahun 2021 dengan pendapatan Rp 7,57 miliar dan pada saat pandemi berlangsung BUMDes tetap membukukan pendapatan meskipun turun menjadi Rp 6,24 miliar dengan laba bersih Rp 2,37 miliar. Peningkatan signifikan kontribusi BUMDes pada pendapatan asli desa tak terlepas dari sejumlah perubahan yang dilakukan Desa Sekapuk, utamanya dalam membangun tempat pariwisata baru. Abdul Halim mengisahkan bagaimana ia bisa melakukan transformasi di Desa Sekapuk dengan membangun BUMDes yang memberikan miliarkan rupiah pada pendapatan asli desa. "Saya membangun wisata itu berasal dari visi misi yang sudah kita bikin," ujar Abdul Halim kepada Tim Jelajah Ekonomi Kontan yang bertandang ke kantornya pada pertengahan Mei 2023 lalu.
Menurut Kepala Desa (Kades) yang terkenal nyentrik ini, ide membangun tempat wisata di Sekpuk muncul karena letak geografis Desa Sekapuk. Kalau ke Arah Timur adan Makam Sunan Giri, Gresik. Sementara kalau ke Barat ada Makam Sunan Drajat di Lamongan. "Sederhananya Sekapuk menjadi daerah lintasan ziarah wali yang tidak sedikit jumlahnya," tutur Abdul.
Baca Juga: Deklarasikan Diri Sebagai Desa Miliarder, Ini Sumber Kekayaan Desa Sekapuk Karena itu pun, ia menginspirasi pembangunan tempat wisata Setigi yang nantinya menjadi penopang terbesar pendapatan BUMDes. Nama Setigi berasal dari kata selo (batu), tirto (air) dan giri (bukit). Ini menjadi tiga unsur yang hilang di Desa Sekapuk akibat penambangan batu kapur yang dilakukan bertahun-tahun tapi tetap meninggalkan kemiskinan di daerah tersebut. Kini waktunya keunggulan daerah tersebut memberikan pendapatan bagi Desa untuk menyejahterahkan masyarakat.
Enam Pilar Ekonomi Sekapuk
BUMDes Iso Wiguno Sekapuk memiliki enam bidang usaha. Mulai dari Bidang Multi Jasa, Pengeloalan Air Masyarakat (PAM), Unit Kebersihan Desa (UKD), Tambang, Pariwisata Desa dan Unit Sarana dan Prasarana Olah Raga Terpadu (Usport). Manager HRD dan PR BUMDes Sekapu, Purwadi mengakui bahwa pengembangan BUMDes sekapuk mulai dilakukan sejak 2018 di bawah kepemimpinan Abdul Halim. Awalnya dimulai dari gagasan bahwa bagaimana BUMDes ini menjadi lembaga ekonomi desa yang mengelola aset desa dan bisa memberikan penghasilan besar bagi desa.
Baca Juga: Go Digital Membawa Pariwisata Desa Sekapuk Mendunia "Kita berharap bagaimana BUMDes dapat mendukung pendapatan asli desa, yang nantinya kembali ke masyarakat," tutur Purwadi kepada Tim Jelajah Ekonomi Desa yang bertandang ke Kantor BUMDes Sekapuk. Berikut 6 Bidang Usaha BUMDes Sekapuk 1. Bidang Multi Jasa. Usaha ini melayani pinjaman untuk usaha mikro, jasa perbankan termasuk simpan pinjam dan pembayaran pajak. Bertujuan untuk melayani kebutuhan dasar masyarakat, unit usaha ini setiap hari buka dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB di hari kerja. Saat Tim Kontan mengunjungi Kantor BUMDes, Unit Multi Jasa ini satu kantor dengan BUMDes dan melihat sejumlah warga tengah melakukan aktivitas transaksi maupun pembayaran yang dilayani dua orang pegawai. Di unit usaha ini, masyarakat Desa Sekapuk bisa melakukan transfer uang ke bank, menarik uang tunai, mengirimkan dokumen dan surat menyurat, pembayaran pulsa, pembayaran pajak, dan menabung. "Semuanya kita layanai di satu titik yakni di Unit Multi Jasa ini," tegas Purwadi. Menurut catatan Purwadi, unit multi jasa ini mencatatkan perputaran uang hingga Rp 800 juta per bulan. Unit Multi Jasa ini membukukan omzet Rp 136,29 juta pada 2020 dan meningkat jadi Rp 169,20 juta pada 2021 dan mencapai 177,98 juta pada 2022.
2. Pengeloalan Air Masyarakat (PAM) Unit usaha ini didirikan untuk melayani penyediaan air bersih bagi masyarakat Desa Sekapuk. PAM ini termasuk unit usaha tertua BUMDes Sekapuk, yang berawal dari tahun 2003 sebagai limpahan proyek Departemen Kelautan dan Perikanan dalam pengadaan air bersih. Unit PAM ini melayani kebutuhan air bersih warga Sekapuk. BUMDes memungut tarif sebesar Rp 2.500 per meter kubik air. unit PAM ini menyumbang omzet sebesar Rp 340,26 juta pada tahun 2020 dan meningkat menjadi Rp 393,17 juta pada 2021 dan melonjak lagi menjadi Rp 433,22 juta pada 2022.
Baca Juga: Kebun Pak Inggih Jadi Andalan Wisata Kedua Desa Sekapuk Unit PAM ini termasuk salah satu unit usaha yang konsisten mencatatkan pertumbuhan pendapatan dalam tiga tahun terakhir setelah unit Multi Jasa untuk BUMDes. 3. Kebersihan Desa (UKD) Unit usaha ini dikhususnya untuk mengelola sampah masyarakat yang menjadi salah satu masalah utama di Desa Sekapuk. Setelah terbentuknya UKD ini, sampah akhirnya dapat dikelola dengan baik bahkan memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat setempat. Melalui UKD ini, sampah dikumpulkan, dipilah dan dijual. Pemerintah Desa juga menggelorakan slogan sampah diganti emas dengan harapan masyarakat termotivasi melakukan pengolahan sampah. Melalui program ini UKD membeli sampah dari masyarakat, dimana pembayarannya dengan emas. Artinya masyarakat tidak langsung mendapatkan uang dari penjualan sampah mereka, tapi ditabung hingga nilai tabungan itu setara dengan harga satu gram emas. UKD ini memiliki karyawan yang setiap hari mengumpulkan sampah-sampah dari masyarakat dan membawanya ke tempat penampungan. Masyarakat diminta membayar Rp 15.000 per bulan untuk pengangkutan sampah tersebut.
Tapi untuk sampah non organik, UKD membelinya dari warga yang dikoordinasikan dari 32 RT. Warga pun didorong menabung sehingga mereka baru bisa mendapatkan hasil penjualan itu setelah nilainya sudah bisa membeli satu gram emas. Itulah mengapa program ini disebut sampah ditukar dengan emas.
Baca Juga: Desa wisata terpaksa tutup dan alami kerugian akibat corona Sementara UKD ini mengolah sampah tadi dan menjualnya. Purwadi mengatakan unit usaha ini memang tidak memberikan keuntungan bagi BUMDes. "Kehadiran unit ini murni untuk melayani masyarakat Sekapuk," terangnya. UKD ini memberikan omzet sebesar Rp 81,65 juta pada tahun 2020 dan meningkat signifikan menjadi Rp 119,39 juta pada 2021 kendati pada tahun 2022 turun lagi menjadi Rp 91,59 juta. 4. Tambang Kapur Desa Sekpuk dikenal karena gunung kapurnya. Gunung kapur ini dikelola oleh perusahaan yakni PT.Polowijo Gosari. Namun setelah pengembangan BUMDes, pemerintah desa meminta agar sebagian gunung kapur itu dikelola BUMDes dengan sistem bagi hasil. Tujuannya adalah untuk mengatasi pengangguran dan menambah pemasukan desa. Ada sekitar 80 bidang lahan di gunung kapur tersebut yang dikelola BUMDes Sekapuk dengan menyewakan pada para pekerja. Nantinya setiap satu bata putih yang dijual seharga rata-rata sekitar Rp 2000 per biji, BUMDes mendapat bagi hasil sebesar Rp 75 per biji.
Baca Juga: Umbul Ponggok, Surga Wisata Air di Klaten yang Melimpahkan Rejeki Desa Unit usaha tambang ini penyumbang pendapatan terbesar kedua setelah wisata. Pada tahun 2020 omzet BUMDes dari unit tambang ini mencapai Rp 1,86 miliar dan pada tahun 2021 sebesar Rp 3,62 miliar dan menjadi peyumbang pendapatan BUMDes pada tahun itu. Kendati pada tahun 2022 pendapatan dari unit tambang ini turun menjadi Rp 1,68 miliar akibat pandemi.
5. Pariwisata Desa Pariwisata Setigi merupakan tempat wisata desa pertama yang dibangun pada tahun 2019 dan diluncurkan perdana pada Januari 2020. Dengan bermodalkan pinjaman bank dan urunan dari warga Sekpuk, pariwisata Setigai yang dulunya bekas galian tambang kini diubah menjadi tempat wisata yang menarik sejuta pesona. Hal ini sejalan dengan visi misi Kades Abdul Halim. Pada pertama kali dilaunching, tempat wisata yang luasnya mencapai 5 hektare ini ramai dikunjungi wisatawan. Kemudian pada tanggal 2 Februari 2022, unit Pariwisata Desa ini meluncurkan tempat wisata kedua yakni Kebun Pak Inggih (KPI). Peluncuran KPI ini sengaja mengambil tanggal 2 bulan 2 karena merupakan wisata kedua setelah Setigi. KPI merupakan bekas tanah bengkok desa seluas 2,5 hektare yang dijadikan aset BUMDes.
Di kebun ini dibangun 17 conttage (rumah kecil) untuk tempat menginap dan ada ribuan pohon dari berbagai macam jenis. Pembangunan KPI ini menelan biaya sekitar Rp 7,8 miliar di tahap awal dan kini masih terus berbenah. Sebagian besar permodalan dari BUMDes, kemduian warga Sekapuk lewat kepemilikan saham. Unit Pariwisata ini menjadi penyumbang terbesar pendapatan BUMDes Sekapuk. Pada tahun 2020 unit pariwisata desa menyumbang omzet 5,07 miliar. Kemudian pada tahun 2021 pendapatan pariwisata desa ini turun menjadi Rp 3,26 miliar dan jadi penyumbang nomor dua terbesar setelah unit tambang.
Baca Juga: Strategi Kepala Desa Ponggok Membawa Desa Menuju Kemasyhuran Destinasi Wisata Air Lalu pada tahun 2020 saat pandemi tiba, unit pariwisata desa ini malah jadi penyumbang pendapatan desa terbesar dibandingkan lima unit lainnya yakni sebesar Rp 2,84 miliar. Kendati nilainya lebih kecil tapi unit Pariwisata Desa ini termasuk ampuh menjaga pendapatan. Hal ini tak terlepas dari kerja keras pemerintah desa Sekapuk yang tetap mempromosikan pariwisata desa mereka meski di tengah pembatasan yang dilakukan pemerintah.
Di sejumlah sudut tempat wisata ini masih terlihat anjuran-anjuran protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19 mulai dari tips cuci tangan dan pemakaian masker yang benar. 6. Prasarana Olah Raga Terpadu (Usport) Unit usaha BUMDes ini merupakan upaya mengelola lahan aset milik Desa. Aset ini diubah menjadi sarana olahraga untuk meningkatkan pendapatan ekonomi warga Sekapuk. Selakin itu, pengeloalan lahan dan sarana olahraga ini juga diharapkan dapat meningkatkan Sumber Daya Manusi, prestasi dan kesehatan. Awalnya, lahan ini tidak dikelola dengan baik meskipun sudah dipagar keliling dan sudah memiliki tribun. Setelahj diambialih BUMDes, lahan ini kembali dimanfaatkan untuk menopang ekonomi Desa dengan menyewakan sarana tempat olahraga ini. Kendati demikian, Purwadi mengatakan Usport ini masih belum memberikan pemasukan signifikan pada BUMDes.
Baca Juga: Kunci Kemandirian Desa Gentengkulon Pelayanan dan Pemberdayaan Warga Pada tahun 2021 Usport ini mulai memberikan penghasilan sebesar Rp 2,06 juta dan meningkat pada 2022 menjadi Rp 7,76 juta. Meskipun kecil, tapi Purwadi bilang, BUMDes tidak serta merta mencari keuntungan dari pengelolaan fasilitas ini, tapi juga mendorong agar marsyarat menjaga kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas tempat olahrga ini. Apalagi fasilitas ini digratiskan bagi warga Sekapuk.
Purwadi optimistis pada tahun 2023 ini unit-unit usaha milik BUMDes perlahan-lahan akan kembali pulih. Pihaknya juga akan melakukan banyak inovasi terutama untuk mendorong peningkatakan kunjungan wisata. Apalagi saat ini BUMDes sudah punya tempat wisata kedua yakni KPI yang diharapkan dapat menambah pundi-pundi BUMDes Sekapu. BUMDes Sekapuk telah memberikan kontribusi pada pendapatan asli desa lebih besar daripada Dana Desa yang dikucurkan pemeirntah. Pada tahun 2022 kontribusi BUMDes pada pendapatan asli desa mencapai Rp 4,75 miliar. Itulah yang menjadi Sekapuk sebagai Desa Mandiri dengan IDM mencapai 0,89 pada 2022. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli