Berhenti jual solar subsidi, BPH Migas beri waktu AKR untuk selesaikan masalah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi mengungkapkan sejauh ini terus melakukan evaluasi seputar penjualan solar subsidi oleh AKR Corporindo yang telah terhenti sejak 12 Mei 2019.

Komite BPH Migas M Ibnu Fajar yang dihubungi  Kontan.co.id  bilang sejauh ini BPH masih mengacu kepada ketetapan sidang komite BPH Migas tahun 2019. "Kami terus melakukan evaluasi apakah mereka akan tetap menyalurkan BBM subsidi atau tidak," ujar Ibnu, Rabu (24/7).

Lebih jauh Ibnu menyebut, nasib AKR akan ditentukan dalam Sidang Komite selanjutnya. Ibnu memastikan, kabar yang diterima oleh BPH Migas, AKR memiliki kendala dalam suplai pasokan. "Belum ada pemberitahuan resmi, mereka minta waktu untuk menyelesaikan persoalan suplai," sebut Ibnu.


Menanggapi permintaan tersebut, BPH memberikan tenggat waktu hingga akhir Agustus bagi AKR untuk menyelesaikan permasalahannya. Namun Ibnu belum bisa memastikan apakah AKR akan menerima sangsi jika nantinya BPH mencabut ketentuan penyaluran BBM subsidi bagi AKR. "Tetap perlu dilihat dulu persoalannya," jelas Ibnu.

Dihubungi di kesempatan terpisah, Direktur AKR Corporindo Suresh Vembu bilang sejauh ini AKR terus menyalurkan BBM non-subsidi. "AKR tetap jual yang non-subsidi ke industri, pertambangan, power plant, dan komersil," ujar Suresh, Rabu (24/7).

Suresh menyebut sejauh ini AKR terus memasok solar dan FAME untuk dicampurkan menjadi biosolar. Sayangnya, Suresh enggan memberikan tanggapan lebih jauh mengenai kendala suplai yang disebutkan pihak BPH.

Mengutip catatan  Kontan.co.id , Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat mengarahkan sejumlah Badan Usaha (BU) untuk melakukan pembelian solar ke PT Pertamina (Persero).

Langkah ini dibenarkan Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) sekaligus Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto yang ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

"Jika Pertamina kelebihan solar maka BU lakukan negosiasi business to business dengan Pertamina," jelas Djoko, beberapa waktu lalu.

Adapun Djoko menambahkan, selama ini Pertamina memiliki kelebihan pasokan solar CN 48. "Nah untuk yang kelebihan beli dari Pertamina lebih murah dong," sebut Djoko.

Ia menambahkan seandainya kedua pihak tidak menemui kata sepakat dalam negosiasi maka BU perlu melaporkan hal tersebut ke Dirjen Migas Kementerian ESDM.

Sementara itu menurut Djoko arahan tersebut memang dilakukan oleh Kementerian ESDM. "Sifatnya disarankan keras," ujar Djoko.

Kendati demikian menurut Djoko, jika memang spesifikasi solar yang dibutuhkan tidak terpenuhi maka Kementerian ESDM akan memberikan rekomendasi impor bagi BU tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .