Berhitung dengan cermat agar pengeluaran hemat



JAKARTA. Belum genap sebulan menginjak tahun 2013, keluarga sudah mesti berhadapan dengan sejumlah risiko baru bagi keuangan mereka. Sebut saja rencana pemerintah yang menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) tahun ini sebesar 15%. Kenaikan tarif listrik bakal ditujukan bagi rumahtangga dengan konsumsi daya listrik mulai dari 1.300 VA. Selain setrum, pemerintah juga berencana mengerek harga bahan bakar minyak (BBM). Risiko tidak hanya berhenti pada kenaikan dua tarif tersebut. Dua komponen tersebut juga bisa memicu kenaikan harga berbagai barang kebutuhan pokok lain. Jika efek domino tersebut terjadi, pengeluaran keluarga pun berisiko membengkak berkali lipat. Belum lagi, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun ini diprediksi akan ikut mengerek harga barang dan jasa. Sebab, kenaikan UMP bakal memicu kenaikan beban operasional perusahaan. Ini memperkuat alasan pengusaha untuk menaikkan harga jual. Alhasil, "Kenaikan upah juga tidak akan berarti banyak karena diikuti inflasi," kata perencana keuangan dari MoneynLove Financial Planning & Consulting Freddy Pieloor. Oh, iya, inflasi yang disebutkan tersebut belum termasuk inflasi mendadak yang mungkin terjadi di luar kendali, lo. Misal, banjir besar yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya dalam dua pekan terakhir ini. Banjir yang menggenangi Jakarta melumpuhkan sejumlah akses dari dan ke Ibukota RI ini. Karena pasokan barang mengempis sementara permintaan tinggi, hukum ekonomi berlaku: harga sejumlah barang mendaki. Apa yang bisa dihemat? Jika pendapatan tak mengimbangi kenaikan inflasi, satu-satunya cara yang harus ditempuh keluarga adalah berhemat. Langkah pertama yang harus dilakukan keluarga adalah memilah, mana pengeluaran yang tidak bisa diganggu gugat dan mana yang bisa ditilik ulang agar bisa dikempiskan. Pos pengeluaran yang tidak bisa diganggu gugat di antaranya adalah biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan pos untuk asuransi. Saran Freddy, program berhemat juga tak mengorbankan pos investasi sebesar 20% dari total pendapatan bulanan. "Sebab, investasi untuk kebutuhan di masa yang akan datang," tandas Freddy. Lalu, pos pengeluaran apa saja yang bisa dihemat dan bagaimana caranya? Yuk, cermati satu per satu: Biaya gaya hidup Keluarga bisa melakukan penghematan serentak untuk beberapa pos. Namun, kalau merasa berat, perencana keuangan dari ZAP Finance Prita Ghozie menyarankan, penghematan bisa dilakukan dari hal-hal kecil dahulu. "Tak perlu langsung menghemat anggaran makan karena makan berkaitan dengan kesehatan. Mulailah dengan gaya hidup," saran dia. Pengeluaran untuk gaya hidup misalnya rekreasi dan jalan-jalan, berlangganan televisi berbayar, biaya untuk gadget dan akses internet, serta belanja yang bersifat konsumtif. "Ini banyak terkait dengan pengendalian nafsu," ujar perencana keuangan dari Safir Senduk & Rekan Rakhmi Permatasari. Ambil contoh, untuk biaya gadget dan akses internet. Coba Anda hitung, berapa banyak gadget yang dimiliki Anda sekeluarga saat ini? Lantas berapa biaya yang harus keluar untuk menunjang kinerja gadget itu? Taruh kata, satu keluarga punya empat ponsel pintar dan per bulan masing-masing merogoh kocek Rp 200.000 untuk kebutuhan telepon dan internet. Itu berarti, untuk pos ini saja, keluarga harus menganggarkan Rp 800.000 per bulan. Ini belum termasuk biaya yang harus keluar untuk telepon di rumah atau modem internet. Masih ada pula biaya listrik untuk peranti-peranti ini. Jika keluarga tak bisa lepas dari kebutuhan koneksi internet, Prita menyarankan keluarga membandingkan dengan biaya berlangganan internet di rumah. Lantas, kebutuhan internet mobile dibatasi. Siapa tahu biayanya bisa berkurang. Tak cuma mengurangi alokasi biaya, Freddy malah mengajak keluarga menghilangkan kebutuhan yang tak mengganggu kelangsungan keluarga meski tak terpenuhi. Misal berlangganan televisi berbayar. Dia juga memasukkan merokok ke dalam pos gaya hidup. Karena itu, dia menyarankan biaya membeli rokok dikurangi atau bahkan dihilangkan. Rakhmi setuju dengan semua saran. Namun pesan dia, ongkos bersosialisasi dengan masyarakat, sebaiknya, jangan terkena penyunatan. Antara lain pengeluaran silaturahmi dengan keluarga dan tetangga serta biaya keagamaan. Biaya listrik adalah pos lain yang bisa dikendalikan. Peluang menghemat biaya listrik sangat mungkin dilakukan. Sebab, besar kecilnya biaya tergantung cara keluarga mengonsumsi daya listrik. Strategi yang bisa diterapkan misalnya dengan memilih produk-produk hemat energi; mulai dari lampu hingga peralatan elektronik. Memang, konsekuensi yang harus dihadapi adalah harga beli produk hemat energi lebih mahal. Ambil contoh lampu penerangan. Ada beragam jenis lampu penerangan di pasar. Paling murah adalah lampu pijar atau bohlam. Dibandingkan lampu jenis TL atau fluorosens, harga bohlam bisa 10 kali lebih murah. Namun, bohlam punya kekurangan dari sisi sedotan daya yang besar dan daya tahan yang tak lama. Sebagai gambaran saja, daya pakai bohlam sekitar 1.000 jam sedangkan TL bisa hingga 15.000 jam. Sementara pijaran 40 watt bohlam setara dengan pijaran TL berdaya 10 watt. Keluarga juga bisa menerapkan perilaku disiplin. Antara lain, mematikan lampu di area yang sudah tak butuh penerangan dan menyetel mesin pendingin sesuai suhu kamar saja. Selain mesin pendingin, dua peranti yang juga terkenal rakus daya listrik adalah mesin cuci dan setrika. Hal yang bisa Anda lakukan adalah mengatur jadwal mencuci dan menyetrika dalam seminggu. Kalau kebetulan keluarga memiliki lebih dari satu mobil dan biasa digunakan semua, mulai sekarang, coba pikirkan lagi kebiasaan ini. Jika rute perjalanan dan waktu keberangkatan bisa diatur bersama, kenapa tidak memaksimalkan satu mobil saja sebagai alat transportasi sekeluarga? Jangan lupa, bandingkan pula dengan alternatif naik angkutan umum. Jika setelah dikalkulasi waktu tempuh menggunakan angkutan umum sama dengan kendaraan pribadi tapi biaya yang keluar lebih mini, berganti menggunakan angkutan umum bukan pilihan yang keliru. Pos lain yang bisa dihemat adalah anggaran makan. Seperti yang sudah sedikit disinggung Prita tadi, menghemat biaya makan bisa jadi bukan hal yang mudah untuk diterapkan. Selain soal kecukupan gizi, ada masalah selera juga di sini. Harapan yang ingin dicapai adalah biaya berkurang tapi kualitas makanan bisa dipertahankan. Solusi yang bisa dilakukan keluarga adalah dengan mengurangi intensitas jajan di luar. Biasanya potensi jajan terjadi saat makan siang. Demi mengurangi pengeluaran dan kualitas makan tetap terjaga, keluarga bisa, lo, membawa bekal. Aneka saran untuk berhemat saja sepertinya kurang bisa memicu gairah, ya? Agar semangat berhemat makin berkobar, coba bikin simulasi program berhemat. Dari situ, Anda dan keluarga bisa tahu secara lebih pasti berapa potensi penghematan pengeluaran yang bisa Anda peroleh saban bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Cipta Wahyana