KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah gencarkan industrialisasi berbasis hilirisasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) melalui PP Nomor 36 Tahun 2023. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan langkah ini menciptakan
multiplier effect yang merupakan hasil dari hilirisasi industri akan memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat dan menjadi penggerak bagi transformasi pertumbuhan ekonomi. "Dengan menjadikan industri sebagai penggerak utama hilirisasi SDA, selain adanya nilai tambah sebuah komoditas, hilirisasi juga menyediakan lapangan kerja, memberikan peluang usaha dan memperkuat struktur industri,” ujar Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (1/11).
Baca Juga: MIND ID Minta Divestasi Saham Vale Indonesia Minimal 14% Untuk menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung kebijakan hilirisasi, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA), yang merupakan aturan pembaharuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019. Devisa Hasil Ekspor dari Sumber Daya Alam (DHE SDA) adalah devisa hasil kegiatan ekspor barang yang berasal dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan SDA. Komoditas yang dikenakan wajib DHE SDA yaitu produk dari hasil barang ekspor sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. "Sama seperti aturan sebelumnya, dalam PP Nomor 36 Tahun 2023, eksportir SDA tetap diwajibkan untuk memasukkan DHE SDA ke dalam Sistem Keuangan Indonesia (SKI),” jelas Agus. Namun, dalam aturan terbaru, transaksi eksportir mengalami perubahan. Bagi eksportir yang memiliki komoditas dengan nilai ekspor lebih dari USD250.000, wajib menempatkannya pada bank khusus atau LPEI dengan jumlah paling sedikit 30% selama minimal tiga bulan. Dalam PP Nomor 36 Tahun 2023, terdapat penambahan komoditas hilirisasi sebanyak 260 pos tarif yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2023. Penempatan nilai ekspor atas DHE SDA memiliki potensi pemanfaatan mencapai 69.5% dari total ekspor atau setara USD203 Miliar. Sehingga, Indonesia memiliki potensi ketersediaan likuiditas valas dalam negeri melalui instrumen penempatan DHE SDA. Agus menambahkan, jika sebelumnya eksportir hanya mendapatkan insentif pajak penghasilan dari dana DHE SDA yang ditempatkan di deposito, maka dengan PP yang baru selain insentif pajak penghasilan, eksportir dapat ditetapkan sebagai eksportir bereputasi baik dan dapat diberikan insentif lain oleh K/L atau otoritas terkait. “Selanjutnya, bagi eksportir yang tidak memenuhi kewajiban DHE SDA akan dikenakan sanksi administratif berupa penangguhan pelayanan ekspor,” ujarnya.
Baca Juga: Ini 4 Capaian Pemerintahan Jokowi Menurut Apindo Saat ini, beberapa negara sudah melakukan praktik penempatan DHE SDA. Di Malaysia, eksportir diberikan kewajiban untuk menempatkan DHE ke perbankan domestik paling lambat enam bulan setelah tanggal ekspor.
Sedangkan Thailand mewajibkan devisa masuk ke perbankan domestik paling lambat satu tahun setelah transaksi ekspor dan wajib ditempatkan selama 120 hari, dan jika ditransaksikan diperlukan persetujuan dari bank komersial domestik. Sementara itu, India memberikan jangka waktu penempatan ke rekening domestik paling lambat 9-15 bulan. Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Eko S. A. Cahyanto menyampaikan, dalam kondisi perekonomian global yang cenderung melemah saat ini, penguatan cadangan devisa menjadi kebijakan yang perlu diambil. Apalagi, imbas dari perang Rusia-Ukraina yang berlarut-larut semakin mempengaruhi ekonomi global. “Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam optimalisasi pemanfaatan SDA untuk masyarakat, melalui PP ini, pemerintah berkomitmen mendorong pembiayaan investasi dan modal kerja untuk percepatan hilirisasi sumber daya alam kemakmuran rakyat,” pungkas Eko. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .