Berikut Kemajuan Proyek RDF Milik Indocement Tunggal Prakarsa (INTP)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek Refused derived fuel (RDF) menjadi salah satu sumber energi alternatif bahan bakar bagi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP). Proyek ini mengubah sampah/limbah menjadi energi yang nantinya bisa digunakan sebagai bahan bakar produksi semen, selain batubara.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan Indocement Antonius Marcos menyebut, proyek RDF di Nambo saat ini sedang dalam proses penyelesaian fasilitas di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Nambo. 

Dia memperkirakan, RDF perdana akan dapat terkirim pada kuartal ketiga 2022.


“Di samping itu kami juga terus sedang melakukan penjajakan untuk penerimaan RDF dengan bekerja sama dengan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) lainnya,” terang Marcos kepada Kontan.co.id, Kamis (21/7).

Baca Juga: Volume Penjualan Indocement (INTP) Turun 3% Sepanjang Semester Pertama 2022

Adapun hingga semester pertama, INTP sudah merealisasikan belanja modal alias capital expenditure (capex) sebanyak 42% dari total capex yang dicanangkan di awal tahun, yakni sebesar Rp 1 triliun.

Asal tahu, saat ini industri semen sedang menghadapi kenaikan harga batubara, yang menjadi bahan bakar utama produksi semen. Untungnya, produsen semen merk Tiga Roda ini melaporkan telah berhasil mendapatkan batubara dengan harga miring.

Marcos mengatakan, pihaknya telah berhasil mendapatkan beberapa kesepakatan batubara dengan harga yang lebih baik. Walaupun memang, harga yang didapatkan masih berada di atas harga kebijakan domestic market obligation (DMO).

Marcos tak merinci seberapa banyak batubara yang berhasil didapatkan. Namun yang pasti, sampai dengan saat ini INTP masih terus berupaya untuk mendapatkan harga beli batubara dengan harga yang mendekati harga DMO. 

“Ini untuk memenuhi kebutuhan batubara kami sampai dengan tahun ini,” terang Marcos.

Asal tahu, kenaikan harga batubara turut membebani kinerja INTP. Sepanjang tiga bulan pertama 2022, konstituen Indeks Kompas100 ini membukukan laba bersih senilai Rp 182,55 miliar.

Jumlah ini menyusut 48,04% dibandingkan dengan laba bersih di periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 351,58 miliar. Alhasil, laba per saham dasar INTP menyusut menjadi Rp 51,59  dari sebelumnya Rp 95,43.

Meski demikian, INTP berhasil mengangkat kinerja top line-nya. INTP membukukan pendapatan senilai Rp 3,55 triliun sepanjang kuartal pertama 2022.  Realisasi ini masih naik 3,4% dari pendapatan periode yang sama tahun lalu.

Terkait dengan harga jual, meski telah mendapat batubara dengan harga yang lebih baik, kenaikan harga jual yang telah terjadi tentunya tidak serta merta dapat diturunkan. Karena sebenarnya kenaikan harga saat ini pun belum benar-benar mencerminkan kenaikan ongkos produksi Indocement.

“Kami terus memantau hal tersebut karena kami menyadari kenaikan harga jual sangat sensitif dengan volume penjualan kami,” sambung Marcos.

Sektor Infrastruktur Masih Jadi Pendorong

Memasuki semester kedua tahun ini, Indocement cukup optimistis terhadap pasar semen. Marcos melihat pasar semen akan lebih baik dari semester pertama, dimana situasi pandemi Covid-19 sudah jauh lebih membaik. 

Mulai bergeraknya proyek-proyek infrastruktur pemerintah seperti pembangunan ibu kota negara (IKN) juga menggairahkan permintaan semen. Ditambah lagi proyek-proyek properti swasta yang terus menggeliat.

Analis BRI Danareksa Sekuritas Muhammad Naufal Yunas mempertahankan rekomendasi beli saham INTP dengan target harga Rp 15.300. Rekomendasi ini didukung oleh perkembangan positif dari strategi efisiensi biaya dan ekspektasi adanya permintaan yang lebih tinggi di paruh kedua 2022. 

Baca Juga: Indocement (INTP) Mendapat Pasokan Batubara dengan Harga Miring

BRI Danareksa Sekuritas juga memandang positif rencana pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) yang diharapkan resmi pada bulan Juli ini, untuk menjaga ketersediaan pasokan batubara bagi industri semen.

Sementara itu, Analis MNC Sekuritas Muhamad Rudy Setiawan menilai, memasuki paruh kedua 2022, sektor semen akan diwarnai sejumlah sentimen yang mempengaruhi penjualan.  Proyek infrastruktur dan residensial komersial diharapkan dapat mendukung penyerapan permintaan semen domestik. 

Potensi penyerapan permintaan semen juga datang dari pengembangan ibu kota negara (IKN) dan beberapa proyek di Sumatra dan Indonesia Timur yang direncanakan akan dimulai pada paruh kedua 2022.

Selain itu, pengembang (developer) juga memanfaatkan potensi peningkatan permintaan perumahaan seiring dengan fenomena booming komoditas dengan membangun cluster baru di wilayah Jabodetabek, dengan adanya fasilitas yang akan segera disiapkan, misalnya proyek Mass Rapid Transit (MRT) fase III. 

MNC Sekuritas menilai, hal ini akan menyerap produk siap pakai, dimana produk semen mengalami kelebihan pasokan sekitar 40 juta ton di tahun lalu.

 
INTP Chart by TradingView

Di sisi lain, terdapat beberapa risiko yang mengadang prospek sektor semen, seperti kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga mulai Juli 2022. Rencana penerapan pajak karbon pada pembangkit listrik tenaga batubara juga bisa menjadi tekanan terbesar bagi industri semen. Rudy menilai, kebijakan ini dapat diikuti dengan penyesuaian tarif listrik industri.

Ada pula sentimen harga batubara yang masih tinggi, ditambah dengan volume penjualan yang terbatas. Tingginya inflasi yang berdampak pada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan juga akan menekan permintaan properti, sehingga bisa menunda beberapa rencana pembangunan. 

“Namun, risiko terbesar yang kami nilai saat ini adalah resesi global, yang akan mengganggu beberapa rencana ke depan,” jelas dia.

MNC Sekuritas merekomendasikan beli saham INTP dengan target harga Rp 14.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi