JAKARTA. Instrumen yang pas untuk investasi adalah produk yang berisiko kecil. Demikian prinsip Managing Director PT East West Seed Indonesia, Glenn Pardede. Ia selalu mengutamakan keamanan dan kenyamanan saat memilih keranjang membiakkan dana. Karena alasan tersebut, lulusan Teknik Sipil Universitas Indonesia itu memilih investasi di properti. Menurut Glenn, investasi di sektor properti menguntungkan dan cocok dengan kesibukannya selama ini. Sebab, investasi di properti tidak menyita waktu. Pertama kali Glenn menanamkan modal di properti pada tahun 1998. Bentuknya adalah rumah di daerah Lippo Cikarang, Bekasi. Ia kemudian menjual rumah seluas 250 m² itu dua tahun kemudian. Penyebabnya, ia membutuhkan uang untuk membangun rumah yang saat ini dihuninya di Jatiwaringin, Bekasi.
Pengalaman pertama menjual rumah membuat ia banyak belajar. Kala itu, ia sangat kesulitan menjual rumah dengan harga yang cocok. Akhirnya, Glenn melepaskan rumah dengan harga yang sama ketika membeli. "Saya rugi menjual rumah di Cikarang. Dari situ saya belajar. Jika belum punya rumah untuk ditempati dalam jangka panjang, sebaiknya fokus membangun rumah dulu, baru investasi rumah," tutur bapak tiga anak ini. Membeli ORI Glenn pun menjajal instrumen investasi yang lain, yaitu obligasi negara ritel (ORI) di tahun 2000-an. Sejak saat itu, ia gemar membeli ORI. Namun, karena kupon yang ditawarkan ORI semakin mengecil, minat Glenn terhadap instrumen itu pupus. "Terakhir saya membeli ORI adalah ORI 004," kata dia. Pria kelahiran 42 tahun lalu itu, kemudian mencoba peruntungan di tempat lain. Ia memilih berinvestasi di reksadana dan valuta. Glenn memilih dollar AS sebagai valuta untuk memutar uang. Ia juga memilih reksadana saham. Belakangan, Glenn merasa tidak cocok memegang reksadana saham dan valuta. Ia beralasan, kedua produk itu membutuhkan kemampuan pengelolaan yang bagus. Ia juga mengaku lelah, menyaksikan harga saham yang naik-turun. Sedangkan di dollar AS, Glenn memutuskan berhenti saat dollar AS melambung hingga Rp 10.000. "Saya tipe investor yang konservatif," tutur dia. Dari situ, akhirnya Glenn kembali menyimpan dana di properti. Pada tahun 2009, ia kembali membeli tanah seluas 5.000 m² di Lembang. Dulu pada saat ia beli harga tanah Rp 150.000 per m². Sekarang, harga tanah di kawasan itu sudah mencapai Rp 500.000 per m². Ia memilih Lembang karena suasana yang asri dan cantik. Selain itu, tidak macet. Lagi pula, harga tanah di sana jauh di bawah harga tanah di Jakarta. Glenn juga mempunyai tanah di Jakarta Garden City, Cakung. Ia membeli tanah dua setengah tahun lalu. Harganya saat itu, Rp 4 juta per m². Saat ini, harga sudah Rp 7 juta per m². Dia bilang, kenaikan harga properti di Jakarta cukup tinggi bisa 30% per tahun. Itu juga yang membuat ia nyaman menyimpan dana di properti daripada deposito atau emas.
Tingkat imbal hasil deposito, menurut Glenn, sangat kecil. "Bunga pinjaman bank besar tapi bunga simpanan kecil saya rasa ini tidak adil," kata dia. Menurut dia, deposito hanya untuk berjaga-jaga kalau membutuhkan dana cepat. Satu hal yang Glenn sadari dari berinvestasi di properti adalah kegiatan itu baru bisa terlaksana saat kondisi keuangan sudah stabil. Ia tidak menyarankan investor membeli properti jika belum memiliki rumah tinggal. Sebab, Anda tidak bisa menjual secara cepat. Glenn juga berinvestasi di saham. Ia mengaku sudah menyimpan saham di China sejak enam tahun lalu. Dia menyarankan, bagi investor bertipe konservatif untuk memilih instrumen yang fluktuasi harganya minim. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana