KONTAN.CO.ID - Pasca Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan dua orang positif Covid-19 pada 2 Maret 2020 lalu, pasar keuangan dan kinerja reksa dana mengalami pergolakan. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mencermati sejak awal tahun 2020, kinerja reksadana dalam negeri menunjukkan tren negatif, dan terjadi penurunan nilai aktiva bersih (NAB) selama Januari sampai Maret 2020. Hingga Mei, setelah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, gejolak pasar reksa dana semakin tidak menentu. Asian Development Bank (ADB) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 sebesar 2,5%, turun dari 5% pada 2019, dampak dari merosotnya harga komoditas dan gejolak pasar keuangan. Bank Dunia bahkan lebih pesimistis. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dipatok di angka 2,1% karena berbagai tekanan imbas korona. Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan di level 2,3% dengan antisipasi prediksi skenario terburuk minus 0,4%. Kondisi sulit ini membuat para investor panik. Pada periode 20 Januari hingga 30 Maret 2020 saja, investor pasar keuangan global di Indonesia menarik keluar dana mereka sebesar Rp 167,9 triliun. Selain itu, investor perorangan di Indonesia mengalami tekanan psikologis yang tinggi terkait masalah likuiditas, sehingga memicu terjadinya panic selling, melepas reksadana saham bukan berdasarkan pertimbangan fundamental dan teknikal namun emosional. Penarikan dana investor, pelepasan reksadana saham dalam jumlah besar dan signifikan, membuat pasar kian tertekan.
Berinvestasi di Tengah Pandemi
KONTAN.CO.ID - Pasca Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan dua orang positif Covid-19 pada 2 Maret 2020 lalu, pasar keuangan dan kinerja reksa dana mengalami pergolakan. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mencermati sejak awal tahun 2020, kinerja reksadana dalam negeri menunjukkan tren negatif, dan terjadi penurunan nilai aktiva bersih (NAB) selama Januari sampai Maret 2020. Hingga Mei, setelah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, gejolak pasar reksa dana semakin tidak menentu. Asian Development Bank (ADB) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 sebesar 2,5%, turun dari 5% pada 2019, dampak dari merosotnya harga komoditas dan gejolak pasar keuangan. Bank Dunia bahkan lebih pesimistis. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dipatok di angka 2,1% karena berbagai tekanan imbas korona. Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan di level 2,3% dengan antisipasi prediksi skenario terburuk minus 0,4%. Kondisi sulit ini membuat para investor panik. Pada periode 20 Januari hingga 30 Maret 2020 saja, investor pasar keuangan global di Indonesia menarik keluar dana mereka sebesar Rp 167,9 triliun. Selain itu, investor perorangan di Indonesia mengalami tekanan psikologis yang tinggi terkait masalah likuiditas, sehingga memicu terjadinya panic selling, melepas reksadana saham bukan berdasarkan pertimbangan fundamental dan teknikal namun emosional. Penarikan dana investor, pelepasan reksadana saham dalam jumlah besar dan signifikan, membuat pasar kian tertekan.