Berisiko Sistemik, Kadin Ingatkan Perlunya Antisipasi Krisis Global



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Konflik geopolitik Rusia dan Ukraina mengakibatkan munculnya krisis global di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Tak hanya itu, konflik politik juga telah berimbas dan menyebabkan terjadinya krisis pangan global. Hal ini merupakan ancaman yang lebih berat bagi dunia saat ini.

Kelangkaan beberapa komoditas bahan pangan seperti kedelai dan gandum, berkurangnya pasokan dan produksi bahan pangan dibeberapa negara akibat kemarau panjang. Ditambah lagi dengan kelangkaan pasokan minyak akibat perang, menyebabkan inflasi global, ditandai dengan kenaikan harga barang dan jasa secara umum.


Inflasi yang tinggi dapat melemahkan daya beli masyarakat dan dampaknya paling dirasakan oleh masyarakat kurang mampu dan berpotensi menyebabkan krisis sosial. Sebab akan terjadi risiko peningkatan angka kemiskinan dan kesenjangan sosial yang semakin melebar.

Baca Juga: Pengusaha Minta Pemerintah Jangan Buru-buru Hentikan Insentif Pajak

Seperti diketahui, proteksi bahan pangan masing-masing negara sudah mulai dilakukan, tidak ada lagi slogan pro-ekspor untuk bahan pangan.

Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid, fenomena ini dikhawatirkan akan berdampak sistemik baik berupa krisis sosial maupun politik.

“Kadin Indonesia akan terus berkoordinasi dengan pemerintah dalam upaya pencegahan dan meminimalisir krisis pangan. Sehingga tidak berdampak menjadi krisis sosial, yang kemudian bisa menjadi krisis politik dalam negeri,” kata Arsjad dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/5).

Arsjad juga menambahkan, Kadin Indonesia akan selalu berkoordinasi dengan pemerintah, terutama dalam penguatan ketahanan pangan Indonesia terutama di sektor pertanian.

Kadin Indonesia memiliki sebuah program pendampingan UMKM dengan skema close loop yang ditujukan untuk membina para petani, serta menciptakan kerja sama antara perusahaan besar maupun kecil dengan para petani di Indonesia.

Harapannya, program iklusif close loop ini dapat meningkatkan ketangguhan petani di Indonesia di tengah tantangan inflasi dan perubahan iklim.

Walaupun dampak inflasi di Indonesia relatif kecil dibanding dengan inflasi global dan di negara lain, Indonesia harus bersiap diri dan mengantisipasi terhadap imbas inflasi global. Dibutuhkan gotong royong, dialog sosial dan kerjasama antara berbagai pihak termasuk pemerintah, pelaku usaha, buruh untuk menghadapi tantangan krisis ini.   Kerjasama antar negara juga sangat penting. Indonesia dalam hal ini memegang peran yang kritikal dalam mempererat kerjasama ekonomi international ini, terutama melalui presidensi G20 2022.

Kadin Indonesia sebagai penyelenggara Business Forum B20, mengajak seluruh negara anggota G20 untuk ikut dalam dialog perumusan solusi pemulihan dan penguatan ekonomi global.

Tidak hanya itu, Indonesia melalui B20 tahun ini berkomitmen untuk memerangi pandemi dan ekonomi krisis ini melalui hasil kerja yang konkret dan nyata melalui investasi dan proyek kerjasama lainnya di bidang transisi energi, infrastruktur kesehatan, digital dan inklusif ekonomi.

Arsjad mengatakan, Kadin juga menyambut baik adanya Indo-Pacific Agreement untuk menjalin kedekatan antara Indonesia dengan Amerika.

Walaupun hingga saat ini masih belum ada keterangan secara pasti terkait isi persetujuan tersebut, Indonesia harus mempersiapkan segala kemungkinan dan memanfaatkannya sebagai kerjasama dalam menunjang pembangunan ekonomi. Terutama untuk perluasan akses pasar, peningkatan perdagangan dan investasi.

Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dengan populasi sepertiga dari total populasi ASEAN, Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi katalisator pemulihan ekonomi global, terutama dalam memajukan negara-negara berkembang di tengah krisis global yang sedang dihadapi dunia.

KTT ASEAN – AS menghasilkan sinergi yang baik antara Indonesia dan AS. Setidaknya dari pembicaraan yang dibahas dalam KTT ASEAN - AS, banyak perusahaan besar maupun UMKM Amerika Serikat yang tertarik serta berkomitmen untuk melakukan ekspansi dan realisasi bisnis di Indonesia.

Amerika Serikat (AS) juga memberikan berkomitmen senilai US$ 150 juta untuk pengembangan di ASEAN.

Arsjad mengatakan, transisi energi, kesehatan dan ekonomi digital juga banyak didiskusikan. Bagaimana dengan transfer teknologi yang dilakukan, sudah ada beberapa perusahaan yang sudah masuk dan akan masuk untuk membangun data senter dan lainnya.

"Minat investasi juga dibicarakan di sektor pertambangan yang ada di Indonesia, misalnya nikel. Lalu investasi di industri obat-obatan hingga baterai,” terangnya.

Baca Juga: Mulai Bangkit, Pengusaha Minta Pemerintah Beri Bantuan Modal Pasca Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat