Berkah BTN di kredit rumah



JAKARTA. Sejumlah bank merilis kinerja kuartal I-2014. Yang terbaru, Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank OCBC NISP (NISP).

Pada tiga bulan pertama 2015, BTN mampu mencetak laba bersih senilai Rp 402 miliar atau naik 18% dari periode yang sama tahun 2014 yang berjumlah Rp 341 miliar. Sebagai pembanding, pada kuartal I-2014, BTN hanya membukukan pertumbuhan laba sebesar 2,09%.

Laba BTN bertumbuh lantaran net interest income juga meningkat. "Net interest income kami mencapai Rp 1,55 triliun atau tumbuh 8%," tutur Maryono, Direktur BTN, Senin (27/4).


Perolehan pendapatan bunga bersih tersebut berasal dari pertumbuhan penyaluran kredit BTN periode Januari-Maret 2015 menjadi Rp 120,15 triliun, alias tumbuh 17% dari kuartal I–2014. Pada saat yang sama, dana pihak ketiga (DPK) BTN tumbuh 7% menjadi Rp 109,51 triliun. Dus total aset meningkat 9% menjadi Rp 149,28 triliun.

Maryono mengatakan bahwa pertumbuhan kredit BTN ditopang oleh penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) yang tetap meningkat. Sebab, permintaan rumah masih besar. "Rumah merupakan kebutuhan pokok. Sehingga, KPR menjadi pilihan utama masyarakat menengah bawah," tutur Maryono.

Dari total KPR yang telah disalurkan oleh BTN hingga Maret 2015, sebanyak 29,76% atau Rp 35,75 triliun merupakan jenis  KPR bersubsidi. Sedangkan sekitar Rp 47,35 triliun yang digelontorkan BTN masuk ke segmen KPR komersial.

Ke depan, BTN optimistis pembiayaan KPR terus bertumbuh, dengan peresmian program sejuta rumah di Semarang, 29 April mendatang, BTN mendapat peran sentral dari pemerintah untuk mengawal perumahan nasional ini. "Nanti di program ini, nasabah dapat melakukan pembelian rumah dengan uang muka 1%," kata Maryono.                

Laba OCBC melambat

Berbeda nasib, laba Bank OCBC NISP melambat. Bank ini hanya mencatat pertumbuhan laba 9% menjadi Rp 372 miliar per kuartal I–2015. Padahal pada kuartal I–2014, laba NISP meningkat hingga 38,06%.

Perlambatan pertumbuhan laba ini karena penyaluran kredit hanya meningkat 10% menjadi Rp 69,97 triliun. Alhasil, pendapatan bunga bersih NISP hanya naik  8% menjadi Rp 981 miliar.

Meskipun hanya tumbuh 9%, Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP  masih bersyukur karena bisa mencetak laba di saat perlambatan bisnis. "Kami optimistis dapat mengejar target pertumbuhan rata-rata yang dicanangkan pada awal tahun," imbuh dia.

Biaya dana menggerus NIM

Standard & Poor's Ratings Services (S&P) memprediksikan tekanan biaya dana (cost of fund) masih akan menggelayuti industri perbankan Indonesia sepanjang tahun 2015. Meski Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membatasi bunga simpanan, S&P memperkirakan  net interest margin (NIM) bank bakal turun ke level 4%.

Ivan Tan, analis S&P menerangkan, industri perbankan Indonesia menghadapi dilema. "Lebih banyak mengumpulkan pendanaan dengan menekan pertumbuhan kredit, atau membayar penalti dengan melanggar batasan rasio likuiditas," sebut Ivan dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Senin (27/4).

Ivan mencatat, pertumbuhan pinjaman pada periode 2009-2014 sangat cepat. Sayang, kala itu perbankan tak dapat memobilisasi pertumbuhan simpanan, sehingga menimbulkan kesulitan pendanaan. Namun kini, pertumbuhan kredit diprediksikan hanya berkisar 13%-15%.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia