Prihatin melihat banyak warga di sekitar rumahnya yang menjadi terpidana kasus narkoba, Etty Lasmini menggagas ide membuat usaha produksi kerupuk kulit. Pelan-pelan bisnis kerupuk kulitnya berkembang dan mantan narapidana tidak merana lagi. Kini, sudah ratusan mantan narapidana narkoba yang dibinanya. Berawal dari rasa prihatin melihat banyaknya warga di sekitar rumahnya yang menjadi terpidana kasus narkoba, Etty Lasmini terdorong untuk berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja bagi para mantan tahanan atau napi tersebut. Merintis usaha pembuatan kerupuk kulit sejak tahun 1990, ia mempekerjakan mantan napi dan pecandu narkoba dalam usahanya itu. Kini, sudah ratusan mantan napi dan pecandu narkoba yang dibinanya. Omzet usahanya pun saat ini sudah mencapai Rp 30 juta-Rp 60 juta per hari, atau Rp 900 juta per bulan. Dulunya, kawasan Tegalparang, Jakarta Selatan tempat Etty bermukim memang masuk dalam salah satu jaringan peredaran narkoba terbesar di kawasan Jakarta. Etty pun miris melihat kondisi lingkungan tempat tinggalnya itu. Banyak anak muda yang terjerat narkoba dan akhirnya melakukan aksi kejahatan. Perjuangan orang tua untuk membebaskan anaknya dari jeratan narkoba juga telah habis-habisan. "Tetangga saya ada yang sampai habis uangnya untuk membawa anaknya ke rehabilitasi" ujar Etty.Lantaran prihatin melihat kondisi itu, ia kemudian mencari cara untuk memberdayakan mantan pecandu maupun napi yang telah bebas. Pasalnya, banyak mantan napi dan pecandu yang minder akibat tak diterima lagi di masyarakat. Akhirnya, banyak dari mereka yang kembali berkumpul dengan kenalan lama yang masih terjerat narkoba. "Saat itu saya berpikir bahwa mereka harus dilatih dan diberikan pekerjaan," kata Etty. Ia pun mulai melakukan pendekatan terhadap para mantan napi dan pecandu narkoba itu. Setelah diajak berbicara, banyak dari mereka ingin berwirausaha.Dari situlah, Etty kemudian terdorong membuka usaha pembuatan kerupuk kulit. Kebetulan, saat itu ia sudah memiliki keterampilan membuat kerupuk kulit. Keterampilan itu didapat berkat profesi suaminya yang bekerja sebagai pemotong sapi di rumah pemotongan hewan (RPH). "Saya sering menagih uang hasil penjualan kulit sapi kepada para pembuat kerupuk kulit sapi," cerita Etty.Dari mereka, ia belajar cara membuat kerupuk kulit. Setelah memantapkan diri terjun ke usaha ini, ia pun membeli beberapa peralatan bekas untuk membuat kerupuk kulit.Tak lupa, digandengnya mantan napi serta mantan pecandu untuk menjadi karyawannya. Sepanjang menjalankan usaha ini, ia tetap konsisten merangkul para mantan napi dan pecandu. Tak hanya mantan napi di kawasannya, ia juga menggandeng hampir seluruh mantan napi di DKI Jakarta.Etty mengaku, saat ini banyak mantan napi yang menjadi karyawannya telah mandiri dengan membuka usaha sendiri. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berkat Etty, mantan terpidana narkoba tak merana
Prihatin melihat banyak warga di sekitar rumahnya yang menjadi terpidana kasus narkoba, Etty Lasmini menggagas ide membuat usaha produksi kerupuk kulit. Pelan-pelan bisnis kerupuk kulitnya berkembang dan mantan narapidana tidak merana lagi. Kini, sudah ratusan mantan narapidana narkoba yang dibinanya. Berawal dari rasa prihatin melihat banyaknya warga di sekitar rumahnya yang menjadi terpidana kasus narkoba, Etty Lasmini terdorong untuk berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja bagi para mantan tahanan atau napi tersebut. Merintis usaha pembuatan kerupuk kulit sejak tahun 1990, ia mempekerjakan mantan napi dan pecandu narkoba dalam usahanya itu. Kini, sudah ratusan mantan napi dan pecandu narkoba yang dibinanya. Omzet usahanya pun saat ini sudah mencapai Rp 30 juta-Rp 60 juta per hari, atau Rp 900 juta per bulan. Dulunya, kawasan Tegalparang, Jakarta Selatan tempat Etty bermukim memang masuk dalam salah satu jaringan peredaran narkoba terbesar di kawasan Jakarta. Etty pun miris melihat kondisi lingkungan tempat tinggalnya itu. Banyak anak muda yang terjerat narkoba dan akhirnya melakukan aksi kejahatan. Perjuangan orang tua untuk membebaskan anaknya dari jeratan narkoba juga telah habis-habisan. "Tetangga saya ada yang sampai habis uangnya untuk membawa anaknya ke rehabilitasi" ujar Etty.Lantaran prihatin melihat kondisi itu, ia kemudian mencari cara untuk memberdayakan mantan pecandu maupun napi yang telah bebas. Pasalnya, banyak mantan napi dan pecandu yang minder akibat tak diterima lagi di masyarakat. Akhirnya, banyak dari mereka yang kembali berkumpul dengan kenalan lama yang masih terjerat narkoba. "Saat itu saya berpikir bahwa mereka harus dilatih dan diberikan pekerjaan," kata Etty. Ia pun mulai melakukan pendekatan terhadap para mantan napi dan pecandu narkoba itu. Setelah diajak berbicara, banyak dari mereka ingin berwirausaha.Dari situlah, Etty kemudian terdorong membuka usaha pembuatan kerupuk kulit. Kebetulan, saat itu ia sudah memiliki keterampilan membuat kerupuk kulit. Keterampilan itu didapat berkat profesi suaminya yang bekerja sebagai pemotong sapi di rumah pemotongan hewan (RPH). "Saya sering menagih uang hasil penjualan kulit sapi kepada para pembuat kerupuk kulit sapi," cerita Etty.Dari mereka, ia belajar cara membuat kerupuk kulit. Setelah memantapkan diri terjun ke usaha ini, ia pun membeli beberapa peralatan bekas untuk membuat kerupuk kulit.Tak lupa, digandengnya mantan napi serta mantan pecandu untuk menjadi karyawannya. Sepanjang menjalankan usaha ini, ia tetap konsisten merangkul para mantan napi dan pecandu. Tak hanya mantan napi di kawasannya, ia juga menggandeng hampir seluruh mantan napi di DKI Jakarta.Etty mengaku, saat ini banyak mantan napi yang menjadi karyawannya telah mandiri dengan membuka usaha sendiri. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News