Berkat perbankan digital, laju biaya operasional bank dapat ditekan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan belakangan mulai gencar mendorong implementasi perbankan digital alias digital banking. Selain untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman, sejumlah bank yang dihubungi Kontan.co.id menyebut langkah ini juga dapat meningkatkan efisiensi. Alhasil, biaya operasional pun dapat ditekan melalui pemanfaatan digital.

PT Bank Bukopin Tbk misalnya yang mengatakan pada tahun 2020 mendatang pihaknya akan secara keseluruhan mengimplementasikan digital dalam lini bisnis.

Direktur Keuangan dan Teknologi Bukopin Adhi Brahmantya mengungkapkan hal ini sudah diterapkan Bukopin dalam dua tahun terakhir. Salah satunya melalui peluncuran aplikasi digital Wokee yang dapat mengerek perolehan dana murah sambil meningkatkan efisiensi.


Adhi bahkan menyebut, berkat aplikasi tersebut pembukaan rekening baru Bukopin kini telah berpindah melalui aplikasi alias tanpa kantor. Di samping itu, secara keseluruhan sejak diluncurkan pada akhir 2017 lalu pihaknya sudah dapat menghemat sekitar 5% sampai 7% biaya operasional di kantor cabang.

"Secara yoy (year on year) bulan April 2018 secara keseluruhan kami sudah efisien sebesar 5% target. Sampai akhir tahun diharapkan bisa 7% sampai 8% efisiensi baik bisnis proses maupun operasional bank," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (28/5). Lebih lanjut, berkah dari pemanfaatan teknologi juga dirasakan Bukopin melalui pembukaan kantor cabang.

Tahun ini, Bukopin memastikan tidak akan menambah kantor cabang dan lebih mengandalkan teknologi. Sementara untuk kantor-kantor cabang yang sudah ada, akan dievaluasi yang kurang memberikan hasil atau bila perlu ditutup.

"Kami akan relokasi jika perlu tutup dulu (kantor) sampai ada potensi daerah yang pas. Sambil optimalkan outlet mitra kami yang tergabung dalam branchless banking dan swamitra, jumlahnya ada 625 lebih, tambahnya.

Lewat aplikasi yang diberi label Wokee ini, menurut Bukopin telah berkontribusi terhadap 7% dari seluruh total tabungan. "Dengan digital beban operasional bisa ditekan, misalnya pemakaian listrik, kendaraan operasional, tidak perlu visit kantor cabang, cukup dengan digital dan untuk bisnis proses tabungan digital fungsi customer service dan back office lumayan berkurang," jelasnya.

Asal tahu saja, pada tahun 2017 sampai 2018 ini Bukopin setidaknya telah menyisihkan dana sebesar Rp 500 miliar untuk pengembangan teknologi informasi (TI) perseroan.

Sebagai tambahan informasi, Bukopin memang tengah menggenjot penghimpunan dana tabungan. Pasalnya per akhir April 2018 total dana tabungan mencapai Rp 19,04 triliun, turun 8,6% secara yoy. Meski begitu, lewat implementasi digital total beban operasional perseroan tumbuh lebih lambat dibanding pendapatan operasional non bunga. Berdasarkan laporan keuangan per April 2018 total pendapatan operasional perseroan mencapai Rp 987,88 miliar atau tumbuh 58,53% secara yoy. Sementara beban operasional tumbuh 52,05% menjadi Rp 1,66 triliun.

Selain Bukopin, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga mengedepankan teknologi sebagai penggerak bisnis. Direktur BCA Santoso Liem bahkan mengungkap dari seluruh transaksi perbankan di BCA, sudah 97% menggunakan digital. "Transaksi BCA itu 97% sudah digital, hanya 3% transaksi di kantor cabang. Rata-rata berupa setoran tunai, atau tarik tunai," katanya kepada Kontan.co.id, Senin (29/5).

Meski sampai sekarang Santoso menyebut beban operasional belum bisa ditekan, secara jangka panjang implementasi ini dipastikan beban operasional akan tertekan. Paling tidak, pihaknya membutuhkan waktu empat tahun untuk bisa merasakan pemanfaatan teknologi dalam menekan biaya operasional.

"Dengan digital tentunya diharapkan akan menekan biaya operasional, namun jangka panjang. Karena di awal akan ada biaya penyusutan dari investasi. Dan di awal pasti akan ada biaya operasional yang meningkat," tutur Santoso.

Bank swasta terbesar ini menyebut, mayoritas biaya operasional perseroan digunakan untuk penyediaan uang tunai bagi nasabah. Santoso menuturkan, dalam satu bulan setidaknya ada Rp 100 triliun sampai Rp 200 triliun perputaran dana tunai di BCA. Bila dirinci selama satu tahun, sedikitnya ada Rp 1.200 triliun perputaran dana di dalam bisnis transaksi perbankan BCA.

Santoso membeberkan, untuk penyediaan uang tunai pihak bank harus merogoh kocek sebesar Rp 15 setiap uang tunai yang ditarik atau disetor oleh nasabah pada mesin ATM.

"Memang paling banyak itu pengadaan uang tunai, per lembar uang itu Rp 15. Bayangkan transaksi BCA ada Rp 100 triliun lebih satu bulan. Pasti beban operasional tinggi," katanya.

Santoso menyebut, semakin didorongnya transaksi nasabah menggunakan non tunai atau digital maka dapat dipastikan biaya operasional ditekan.

Adapun, dalam laporan keuangan triwulan I 2018, pertumbuhan biaya operasional BCA tercatat sebesar 8,7% secara yoy menjadi Rp 7,59 triliun. Lebih rendah dibandingkan pendapatan operasional non bunga yang tumbuh mencapai 13,5% yoy menjadi Rp 3,89 triliun.

Setali tiga uang, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga menyatakan biaya operasional sudah dapat tertekan dengan adanya implementasi perbankan digital.

Direktur BNI Dadang Setiabudi menuturkan secara garis besar ke depan BNI akan melakukan pengembangan open banking berbasis application programming interface (API). Ke depan, pihaknya juga akan melakukan kolaborasi pengembangan ekosistem bersama perusahaan rintisan dan tekfin agar bisnis perseroan lebih mudah, efektif, efisien dan aman.

"Dengan program digitalisasi yang dilakukan BNI di beberapa aspek, saat ini biaya operasional yang dapat ditekan cukup besar. Seperti pengembangan digitalisasi cabang dengan mengandalkan 90.000 lebih agen," kata Dadang.

Dus, langkah ini berbuntut pada penekanan biaya operasional outlet atau cabang, karena dapat dilakukan tanpa harus datang ke cabang alias hanya melalui agen.

Sayangnya, Dadang belum dapat merinci besaran biaya operasional yang bisa ditekan lewat pemanfaatan teknologi digital tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sofyan Hidayat