KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Obligasi menjadi salah satu instrumen investasi yang memiliki kinerja apik di tengah ketidakpastian pasar keuangan pada tahun ini. Hal ini dapat terlihat dari kinerja obligasi pemerintah yang tercermin dalam INDOBEX Government Total Return tercatat tumbuh 14,26% secara
year to date (ytd). Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula menjelaskan, dalam kondisi yang diselimuti ketidakpastian, kelas aset obligasi memang menjadi salah satu pilihan bagi investor untuk mengurangi tingkat risiko portofolio. Secara umum, Ezra menyebut kinerja pasar obligasi pada tahun ini didukung oleh tiga faktor.
Pertama, tren penurunan suku bunga secara global, termasuk juga di Indonesia. Kondisi ini menjadi iklim yang suportif bagi pasar obligasi, terutama bagi investor yang mencari yield lebih menarik di tengah tren penurunan suku bunga.
Kedua, gelontoran stimulus dari bank sentral yang meningkatkan likuiditas di sistem finansial. Tingginya likuiditas di sistem finansial meningkatkan permintaan untuk obligasi, karena perbankan yang mengalami kelebihan likuiditas dapat memarkir dananya di obligasi. “
Ketiga, pemerintah dan Bank Indonesia berhasil menerapkan kebijakan yang tepat dan kredibel untuk menjaga keyakinan pasar di tengah kondisi pasar yang
volatile. Hal ini terlihat dari permintaan investor domestik yang kuat dan investor asing yang mulai kembali masuk ke pasar obligasi Indonesia,” jelas Ezra kepada Kontan.co.id, Rabu (23/12).
Baca Juga: Bahana TCW proyeksikan IHSG pada 2021 bisa sentuh 6.800, didorong stimulus ekonomi Ezra meyakini, tren positif pasar obligasi Indonesia masih akan berlanjut pada tahun depan seiring masih dalam fase pemulihan ekonomi. Menurut dia, terdapat banyak faktor yang suportif bagi pasar obligasi Indonesia di 2021. Mulai dari kebijakan moneter dan fiskal yang tetap akomodatif di pasar global dan domestik untuk mendukung proses pemulihan ekonomi. Lalu, kembalinya aliran dana asing ke pasar negara berkembang untuk mencari imbal hasil di tengah rendahnya tingkat inflasi dan suku bunga bank sentral global. Selain itu, tren pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) yang masih akan berlanjut di 2021 karena kebijakan moneter dan fiskal AS yang tetap akomodatif. Sementara dari dalam negeri, Ezra menilai fundamental rupiah tetap baik dengan inflasi rendah, adanya ruang penurunan suku bunga, dan arus dana asing yang mulai kembali masuk sehingga meningkatkan daya tarik obligasi Indonesia walau
yield sudah turun di 2020. “Permintaan investor lokal untuk obligasi diperkirakan akan tetap suportif di 2021, karena likuiditas pasar yang masih melimpah sementara pertumbuhan kredit masih relatif rendah. Patut diperhatikan ketersediaan dan distribusi vaksin akan menjadi perhatian pasar yang dapat menjadi katalis bagi pasar, namun juga dapat menjadi faktor risiko,” tambah Ezra.
Baca Juga: Ini daftar SUN seri benchmark terbaru untuk tahun 2021 Lebih lanjut, Ezra menyebut obligasi Indonesia masih menawarkan tingkat
real yield yang menarik di antara negara berkembang lain. Sebagai gambaran,
real yield obligasi 10-tahun Indonesia saat ini di kisaran 4,6%, sementara Filipina -0,5% dan India -1,7%, yang menjadikan daya tarik tinggi bagi obligasi Indonesia. Dengan dinamika global dan domestik tersebut, Ezra memproyeksikan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun dapat berpotensi turun ke level 5,5%–6,0% di 2021, sehingga masih memberikan potensi
upside bagi investasi di pasar obligasi,” pungkas Ezra.
“Untuk saat ini, kami masih memandang positif potensi pasar obligasi, didukung oleh beberapa faktor seperti tingkat imbal hasil riil obligasi Indonesia yang masih menarik, potensi arus dana asing yang kembali ke negara berkembang termasuk Indonesia, tingkat suku bunga yang tetap akomodatif, dan likuiditas di pasar finansial yang tinggi dapat memberi
support untuk pasar obligasi. Posisi durasi portofolio
overweight terhadap tolak ukur untuk menangkap
alpha bagi portofolio,” tutup Ezra. Bagi investor dengan profil risiko moderat dan tujuan investasi yang jangka panjang, Ezra merekomendasikan bisa menyusun portofolio dengan susunan 60% pada saham dan 40% pada pendapatan tetap.
Baca Juga: BEI catat dua surat utang baru, total nilai emisi sepanjang 2020 capai Rp 86,96 T Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati