Berkualitas, Elizabeth bertahan 50 tahun



Lima puluh tahun telah berlalu, sejak pasangan Handoko Subali dan Elizabeth Halim merintis usaha pembuatan tas di rumahnya. Kini, mesin-mesin modern telah menggantikan mesin jahit yang menjadi modal utama mereka. Kendali perusahaan pun telah beralih pada generasi kedua.Lima dasawarsa lalu Handoko Subali dan Elizabeth Halim tidak menyangka pilihan bisnis mereka berbuah manis. Di tahun 1963 itulah, pasangan suami istri tersebut memutuskan untuk berbisnis tas.Tas bermerek Elizabeth, buatan mereka, layak disebut sebagai tas lokal paling populer. Sebanyak 45 gerai Elizabeth kini tersebar di berbagai kota besar di Indonesia. “Kami tak pernah menyangka, usaha ini akan bertahan hingga lima puluh tahun dan menjadi sebesar ini,” kata Elizabeth. Berbekal modal dengan nilai setara lima kilogram batu korek api, Handoko, yang memang pernah menjajakan batu korek api, membangun usaha pembuatan tas rumahan. Bisnis tas dipercaya pasangan suami istri itu bisa memberi kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak mereka.Handoko, yang bekerja sebagai buruh tas, memutuskan keluar dari pabrik tas, tempatnya bekerja. Bersama sang istri, Elizabeth, ia mencoba membuat tas sendiri di rumahnya di Kebon Tangkil, Gardujati Bandung. “Ketika itu, kami hanya mempunyai seorang penjahit,” ujar Denny Subali, putra kedua Handoko yang kini terjun dalam pengelolaan perusahaan.Handoko juga memasarkan sendiri tas buatannya. Di hari hujan sekalipun, pria yang kini berusia 85 tahun ini berkeliling mendatangi satu per satu toko tas di Bandung. Padahal, kendaraan Handoko ketika itu hanyalah sepeda kumbang.Awalnya, Handoko hanya membuat tas untuk bepergian (traveling bag). Tas ini merupakan rancangan Elizabeth yang meniru model tas perjalanan dari merek terkenal buatan luar negeri. Saat itu, dalam sebulan, mereka mampu menjual 20 traveling bag. Tak disangka, produk mereka laku keras. Banyak toko yang berminat pada traveling bag. Mereka terus memesan, sekaligus meminta desain yang berbeda. “Satu kelebihan traveling bag kami saat itu adalah kuat,” kata Elizabeth yang kini berusia 73 tahun. Maklum, meski produknya belum mencantumkan merek, Handoko telah menggunakan bahan-bahan impor.Karena permintaan terus mengalir, Handoko pun menambah karyawan. Ia mempekerjakan 30 karyawan baru. Jenis tas yang diproduksi berkembang hingga tas sekolah, tas kantor, tas wanita, koper, dan lainnya. Hingga, pada 1 Januari 1968, Handoko memilih nama sang istri, Elizabeth, sebagai merek produk mereka.Tas ayamBerkat kegigihan dan keuletan pasangan suami istri ini, usaha pembuatan tas ini terus berkembang. Beberapa model tas Elizabeth pun mampu meraih perhatian pasar hingga bertahan puluhan tahun.Elizabeth ingat betul, produk tas wanita yang sering disebut tas ayam diproduksi hingga 300.000 unit dan mampu bertahan selama 10 tahun. “Selain itu, kami juga jago bikin tas sekolah dan tas anak, produk itu juga bertahan lama,” kata Elizabeth bersemangat.Kedua tas itu pun menjadi  pendongkrak penjualan produk Elizabeth. Tak hanya di seputar Bandung saja, pemasaran tas-tas Elizabeth juga merambah banyak kota di negeri ini.Setelah 30 tahun berdiri,  Handoko membangun toko sendiri di Jalan Ibu Inggit Garnasih 15, Bandung. Tak tanggung-tanggung, gerai yang sekaligus berfungsi sebagai showroom produk Elizabeth itu memiliki lima lantai.Berkat kemajuan usahanya, Handoko pun mampu menyekolahkan anak-anak mereka ke luar negeri. Sejak awal, ia memang menginginkan, keempat putra-putrinya ini akan menjadi penerus generasi tas Elizabeth.Keinginan itu pun terkabul. Ketika satu per satu anaknya selesai menuntut ilmu dan kembali  ke Indonesia, mereka langsung terjun dalam pengelolaan perusahaan ini.Kini, produsen tas yang bernaung di bawah PT Indo Elizabeth Permai itu telah menggunakan mesin jahit modern. Dalam sebulan, produksi tas bisa mencapai 30.000 buah dengan jumlah karyawan di pabrik mencapai 800 orang. Elizabeth kini fokus memproduksi tas wanita yang sesuai tren mode.Denny mengungkapkan, salah satu kunci sukses usahanya kini, adalah cepat, baik dari sisi desain maupun produksi.  “Kami harus cepat, karena kalau tidak cepat, model akan segera ditiru oleh pabrik lain,”  kata putra kedua pasangan Handoko dan Elizabeth ini. Dalam seminggu, 30 hingga 50 model baru pun harus keluar ke pasar. Alhasil, dalam satu model, mereka  tak memproduksinya dalam jumlah banyak.Selain model yang cepat berganti, tentu saja, kualitas tetap menjadi kunci utama. Untuk menjaga kualitas, Elizabeth tetap memperhatikan kekuatan dan kerapian jahitan. Di samping itu, mereka juga mengontrol kualitas bahan baku, yang sebagian besar masih diimpor dari luar negeri. Harga terjangkau termasuk strategi Elizabeth. Kiat ini bisa jalan karena Elizabeth langsung menjangkau end user.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi