Berlomba dengan waktu mempersiapkan BPJS Kesehatan



Pelaksanaan. Sistem jaminan sosial nasional (SJSN) ditandai dengan beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan 1 Januari 2014 serta BPJS  Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015. Lewat dua lembaga baru itu, semua warga negara Indonesia  menerima jaminan sosial dari negara sesuai amanat Undang Undang SJSN.

Menjelang pelaksanaan  BPJS Kesehatan tahun depan, Kementerian Kesehatan (Kemkes) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan ujicoba konsep BPJS Kesehatan lewat program Kartu Jakarta Sehat (KJS).

Dalam pelaksanaan pilot project tersebut, masih banyak kelemahan yang harus disempurnakan agar tidak terulang saat BPJS Kesehatan  beroperasi. Kasus mundurnya 16 rumah sakit swasta yang menjadi rumah sakit rujukan KJS memberikan gambaran jika program ini belum siap 100%. Atas dasar itu, pemerintah harus mengambil pelajaran dari penerapan KJS sebagai bahan evaluasi dan perbaikan terhadap sistem BPJS. "Secara umum KJS berbeda dengan BPJS, namun tetap ada beberapa hal yang bisa diambil pelajaran," ungkap Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti kepada KONTAN, Kamis (23/5).


Ali mengakui, pemerintah tidak cukup banyak waktu untuk pembenahan menyeluruh lantaran BPJS Kesehatan harus sudah berjalan awal Januari mendatang. Tapi, "Evaluasi dan perbaikan-perbaikan masih sempat dilakukan,"  ujarnya.

Koreksi apa saja atas kisruh KJS?  Menurut Ali, Kemkes akan memastikan beberapa hal yang menjadi kendala saat KJS diterapkan. Pertama, kesiapan sistem pelayanan primer seperti Puskesmas agar masyarakat tidak langsung berobat ke rumah sakit. Kedua, mempertimbangkan kebijakan pembedaan tarif premi BPJS di setiap daerah. Sebab, beban hidup dan aspek lainnya antardaerah yang tidak sama. Ketiga, sosialisasi sistem pembayaran dan tarif premi BPJS secara menyeluruh agar semua pihak memahami.

Keempat, pelibatan pelaku usaha pelayanan kesehatan sehingga kasus penolakan KJS tidak terulang di BPJS. Kelima, menyediakan informasi pelayanan dan pengaduan terkait BPJS.  Lewat langkah-langkah tersebut, Ali optimistis pelaksanaan BPJS Kesehatan kelak bisa berjalan baik.

Direktur Pelayanan PT Askes Fajriadinur menilai, keberatan rumah sakit terkait penerapan sistem pembayaran klaim berdasarkan Indonesia Case Base Groups (INA-CBG's) akibat minimnya sosialisasi. "Keluhan tarif dalam INA-CBG's yang dirasa kurang oleh rumah sakit jadi masukan berharga guna memperbaiki proses yang akan diterapkan dalam BPJS Kesehatan," ujarnya.

Memang, karut-marut dalam KJS disebut-sebut menjadi sinyal bahaya, namun Fajri menyakinkan, PT Askes yang akan melebur menjadi BPJS Kesehatan sudah siap menyonsong era baru jaminan kesehatan nasional. "Kami sudah menghitung mundur dan terus mempersiapkan diri," tandasnya.

Tapi, Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfidz masih khawatir nasib BPJS bakal seperti KJS. Kondisi infrastruktur kesehatan maupun politik anggaran pemerintah belum terlihat menunjang pemberlakuan BPJS Kesehatan.

Maklum, jumlah rumah sakit yang ada cuma 1.300 unit dengan realisasi tempat tidur  sebanyak  113.390. "Masih dibawah kebutuhan ideal nasional sebesar 237.000 atau masih kurang 123.000 tempat tidur," bebernya. Jumlah dokter pun masih jauh dari kebutuhan karena baru sekitar 100.365 orang. Lagi pula, Irgan bilang mayoritas dokter enggan ditempatkan ke daerah terpencil. Padahal, BPJS Kesehatan harus melayani 250 juta warga nantinya.

Kemkes memperkirakan pada 2014, BPJS Kesehatan baru bisa melayani sebanyak 121 juta peserta. Terdiri dari 96 juta peserta penerima bantuan iuran alias warga miskin, 17,3 juta PNS ditambah pensiunan plus  veteran, 2,2 juta TNI/Polri aktif dan 5,6 juta peserta yang sudah terdaftar di Jamsostek. Siapkah BPJS? Semoga.  (Selesai).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan