Terlahir dari keluarga sederhana, Mohammad Kusrin menjalani hidupnya dengan penuh keprihatinan. Lantaran terkendala biaya, Kusrin hanya menamatkan sekolah sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). “Lulus SD saya masuk pesantren tiga tahun. Tapi karena tidak kuat, saya lalu melarikan diri dan kembali ke kampung," ujarnya. Saat pulang ke kampung halaman, ia mendapat tawaran dari temannya untuk bekerja di Jakarta. Sekitar tahun 1995, Kusrin pun mengadu nasib di ibu kota. Di Jakarta ia mendapat pekerjaan sebagai kuli bangunan. Meski menjadi kuli bangunan, Kusrin tetap menekuni hobinya sejak kecil, yakni mengutak-atik barang elektronik. “Setiap hari Minggu saat libur, saya suka lihat barang-barang elektronik bekas di Pasar Jatinegara," ujarnya.
Bermula dari hobi otak-atik alat elektronik (2)
Terlahir dari keluarga sederhana, Mohammad Kusrin menjalani hidupnya dengan penuh keprihatinan. Lantaran terkendala biaya, Kusrin hanya menamatkan sekolah sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). “Lulus SD saya masuk pesantren tiga tahun. Tapi karena tidak kuat, saya lalu melarikan diri dan kembali ke kampung," ujarnya. Saat pulang ke kampung halaman, ia mendapat tawaran dari temannya untuk bekerja di Jakarta. Sekitar tahun 1995, Kusrin pun mengadu nasib di ibu kota. Di Jakarta ia mendapat pekerjaan sebagai kuli bangunan. Meski menjadi kuli bangunan, Kusrin tetap menekuni hobinya sejak kecil, yakni mengutak-atik barang elektronik. “Setiap hari Minggu saat libur, saya suka lihat barang-barang elektronik bekas di Pasar Jatinegara," ujarnya.