KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era suku bunga tinggi akan segera berakhir. Pasar obligasi dan pasar saham diproyeksikan akan semakin menarik.
CEO PT Pinnacle Persada Investama alias Pinnacle Investment, Guntur Putra mengatakan, obligasi dan saham akan tersengat naik. Untuk pasar obligasi, penurunan suku bunga akan membuat harga obligasi naik karena kupon obligasi yang ada menjadi lebih menarik dibandingkan dengan suku bunga pasar yang lebih rendah.
"Selain itu,
yield obligasi yang lebih rendah akan mendorong investor untuk mencari obligasi yang lebih aman, seperti obligasi pemerintah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (14/9).
Untuk pasar saham, pemangkasan suku bunga the Fed berpotensi mendatangkan
capital inflow, sehingga akan meningkatkan likuiditas di pasar dan menurunkan biaya pinjaman. Hal tersebut berpotensi meningkatkan laba perusahaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut, kata Guntur, dapat meningkatkan daya tarik saham, terutama untuk sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga.
Selain itu, reksadana, termasuk ETF yang memiliki
underlying obligasi dan saham juga akan mendapatkan manfaat dari penurunan suku bunga.
"Sebab harga obligasi yang lebih tinggi meningkatkan nilai aset di dalam reksadana atau ETF tersebut," paparnya.
Baca Juga: Pemangkasan Suku Bunga Kian Dekat, Waktunya Masuk Aset Berisiko? Apalagi secara historis, kinerja pasar saham dan obligasi cenderung naik saat adanya pemangkasan suku bunga. Ia mencontohkan pada periode 2008-2009 setelah The Fed memotong suku bunga, indeks saham seperti S&P 500 menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam jangka panjang, meskipun dampak jangka pendek bisa lebih fluktuatif.
CEO and Founder Finansialku, Melvin Mumpuni pun mengamini. Menurutnya, kedua instrumen itu akan mendapatkan efek positif dari adanya pemangkasan suku bunga.
"Untuk saham, perusahaan di sektor '
high debt' juga umumnya akan diuntungkan," sebutnya.
Karenanya, mereka menilai investor dapat melakukan portofolio
rebalancing untuk memaksimalkan keuntungan. Hanya saja, mereka juga menegaskan untuk menyesuaikan dengan tujuan investasi dan profil risiko.
Melvin menilai, dengan kondisi saat ini maka investor dengan tipe risiko konservatif dapat mengalokasikan dananya 20% ke aset capital gain yang risiko lebih tinggi. Lalu 40% di aset yang menghasilkan
cash flow dan 40% di aset likuid.
Lalu tipe moderat dengan rancangan 40% pada capital gain, 30%
cash flow, dan sisanya pada aset likuid. "Untuk agresif sebesar 50% capital gain, 30% cash flow, dan 20% aset likuid," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih