Berpendidikan, juga bisa dimangsa investasi bodong



Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, Kusumaningtuti S Soetiono, menyatakan, tingkat pendidikan tidak selalu sejalan dengan tingkat literasi keuangan. Di tengah perkembangan aneka produk dan jasa keuangan, menjadi keharusan bagi masyarakat untuk terus waspada dengan tawaran investasi.

”Pengaruh dari lingkungan, keluarga, juga teman sangat memengaruhi keputusan atas investasi kita. Pendidikan tinggi tidak selalu menjamin dengan tingkat literasi keuangan masyarakat,” kata Kusumaningtuti dalam Seminar Nasional Strategi dan Tantangan Edukasi Keuangan bagi Ibu Rumah Tangga dan UMKM yang digelar OJK, di Jakarta, Kamis (7/8).

Kusumaningtuti menyatakan, akal sehat sering kali ”kalah” dengan sifat rakus akan materi yang berlebih, apalagi diperoleh dalam waktu singkat. Tidak jarang, akibatnya, investasi bodong sering kali memakan korban masyarakat dengan latar belakang yang beragam.


”Mereka yang berpendidikan tinggi, yang secara logika mampu membedakan mana investasi yang masuk akal, mana jasa keuangan yang terdaftar dan diawasi OJK, pun sering kali tidak luput menjadi korban investasi bodong,” kata Kusumaningtuti.

Perilaku masyarakat yang seperti disebutkannya itu, kata Kusumaningtuti, benar-benar menjadi tantangan bagi OJK. Ini menambah tugas OJK mengingat secara umum tingkat literasi atau melek keuangan masyarakat secara nasional juga belum terlalu baik.

Merujuk pada hasil survei nasional literasi keuangan yang diselenggarakan OJK pada 2013 di 20 provinsi dengan jumlah responden 8.000 orang, secara umum tingkat literasi keuangan atau melek keuangan masyarakat Indonesia baru sebesar 21,8%.

Sedangkan tingkat utilisasi atau pemanfaatan produk atau jasa keuangan sekitar 59,7%. Sektor perbankan masih mendominasi tingkat literasi dan utilisasi tersebut.

Wakil Direktur Utama Bank BNI Felia Salim, yang menjadi salah satu pembicara di seminar itu, sepakat dan mendorong peningkatan literasi keuangan dilakukan sejak dini mulai dari sekolah-sekolah. OJK sendiri menggelar edukasi literasi keuangan di 24 kota secara nasional tahun ini. OJK juga mewajibkan 2.600 lembaga jasa keuangan melakukan edukasi literasi keuangan.

Peran perempuan Kusumaningtuti mengungkapkan, posisi perempuan cukup unik terkait edukasi dan perlindungan konsumen. Tingkat literasinya tergolong rendah secara nasional. Namun, jumlah dan perannya yang besar di keuangan rumah tangga memberi kesempatan pemberdayaan keuangan lebih jauh.

Tingkat literasi keuangan ibu rumah tangga, misalnya, baru sekitar 2,18% dengan tingkat utilisasi sebesar 3,37%. Jumlah perempuan mencapai 118,3 juta jiwa (49,83%) dan 74 juta jiwa di antaranya ibu rumah tangga. (BEN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia