Bersatulah investor ritel



Ada gelagat positif di pasar modal kita. Pasar modal Indonesia semakin rame. Pun populasi investornya berkembang pesat.

Data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, investor saham di Tanah Air mencapai 827.000, naik 31,58% dibanding posisi akhir tahun lalu. Angka itu berbasis nomor tunggal identitas investor atau single investor identification (SID) per 15 November 2018. Sementara merujuk data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), total SID di pasar modal, termasuk obligasi dan reksadana, mencapai 1,88 juta, naik 67% sejak awal tahun ini.

Yang juga menggembirakan, investor kita tergolong muda-muda. KSEI mencatat, kalangan berusia 21 tahun-31 tahun mendominasi jumlah investor saat ini. Porsinya mencapai 34,08%, terbesar dibanding kelompok umur yang lain.


Secara umum, inilah buah dari upaya dan kerja keras para pemangku kepentingan mengampanyekan pasar modal. Entah itu melalui program edukasi pasar modal melalui media, maupun acara blusukan ke berbagai penjuru negeri.

Namun ada satu ganjalan sampai saat ini. Posisi investor, terutama investor ritel, selalu lemah di hadapan pemangku pasar modal lainnya.

Acap terjadi, investor hanya bisa pasrah menerima regulasi yang tak berpihak pada mereka. Di lain waktu, investor ritel tak berdaya menghadapi aksi korporasi emiten yang merugikan mereka.

Ada memang upaya yang dilakukan oleh sejumlah investor menggalang kekuatan untuk melawan terhadap aksi korporasi yang dinilai merugikan mereka. Misalnya, Forum Investor Retail AISA (Forsa), maupun Forum Investor Ritel Penolak Reverse Stock ELTY (Forty).

Persoalannya, berbagai forum investor itu muncul manakala sudah terjadi problem, dan ad hock alias sebatas untuk kepentingan yang dihadapi saat itu. Dalam konteks yang lebih besar, misalnya menaikkan bargaining di hadapan stakeholder pasar modal yang lain, nyaris belum ada. Maklum, kita tidak memiliki wadah investor ritel.

Padahal di banyak negara, kehadiran asosiasi investor individu itu lumrah adanya. Di Singapura ada Securities Investors Association of Singapore, sementara di Amerika Serikat ada The American Association of Individual Investors.

Fokus serikat pemodal individu di sejumlah negara itu nyaris sama semua. Mereka hanya berkonsentrasi pada edukasi investor, mendorong transparansi di pasar modal dan penerapan good corporate governance (GCG) perusahaan publik, serta advokasi investor.

Memang, perusahaan publik di Indonesia menyediakan jabatan komisaris independen. Tapi, sudahkah posisi tersebut benar-benar mewakili kepentingan dan hak investor publik dan minoritas?

Akhir kata, kita berharap, jumlah investor akan terus bertambah di masa mendatang. Di sisi lain, lonjakan jumlah investor pasar modal tahun ini idealnya juga menjadi momentum untuk merekatkan kekuatan pemodal individu agar lebih terjamin hak-haknya. Bersatulah investor ritel Indonesia!•

Barly Haliem Noe

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi