Bersiap, OJK bakal perbarui aturan main fintech P2P lending



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal memperbarui aturan main penyelenggaraan fintech peer to peer (P2P) lending. 

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta menyebut regulator bakal memasukkan beberapa hal yang belum diatur dalam POJK 77 tahun 2016 tentang Layanan Pinam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Tris menyatakan aturan baru ini nantinya akan mengikuti rancangan undang-undang perlindungan data pribadi (PDP) yang tengah disusun oleh DPR di Senayan. Lantaran, saat ini marak penyalahgunaan data pribadi konsumen pada industri fintech, utamanya dilakukan oleh penyelenggara ilegal.


“Memang saat ini sedang disusun, kita juga sedang menunggu RUU PDP, secara prinsip aturan akan inline dengan PDP. POJK yang baru sebagai pengganti POJK 77 itu sudah menyesuaikan dengan PDP tersebut. Ini juga sudah masuk pada penyempurnaan, target akan kami keluarkan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan,” ujar Tris dalam diskusi virtual.

Baca Juga: Gandeng Octopus, P2P Lending Restock bidik salurkan pinjaman kepada para pemulung

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Riswinandi juga menyebut bakal menerbitkan aturan baru agar penyaluran pinjaman fintech P2P lending lebih merata. Lantaran pealisasi pinjaman fintech masih didominasi pulau Jawa, khususnya di Jabodetabek.

"Semacam aturan untuk berbagai pembiayaan di luar Jakarta atau Jabotabek. Wilayah di luar Jawa bisa menjadi peluang untuk dimanfaatkan," ungkapnya.

Riswinandi menyebut penerbitan aturan tersebut harus dilakukan secara pelan - pelan guna mengejar perkembangan teknologi yang cepat. Terlebih, fintech lending sudah punya ekosistem untuk berkembang seperti e-commerce dan merchant.

Co-Founder & President Modal Rakyat Stanislaus MC Tandelilin mengaku sejauh memang dari pengurus inti Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sudah kerap berdialog dengan OJK. Diskusi itupun dilakukan cukup intensif lantaran akan berpengaruh kepada keberlangsungan industri.

“Kalau dari saya pribadi, masukannya lebih ke arah aturan mengenai penggunaan digital signature. Karena untuk peminjam mikro di desa, tidak bisa dipaksakan menggunakan tanda tangan tangan digital karena secara literasi juga belum siap. Sehingga jika diperbolehkan untuk beberapa case seperti peminjam mikro seharusnya diperbolehkan untuk tidak menggunakan tanda tangan digital,” ujar Stanis kepada Kontan.co.id, Jumat (2/10).

Kontan.co.id telah mencoba menghubungi Ketua Harian AFPI Kuseryansyah. Hingga berita ini ditayangkan, Kus belum memberikan komentar terkait hal ini.

Selanjutnya: OJK Memanggil Fintech Dengan NPL di Atas 8%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi