Bersiap sambut era transaksi non-tunai



Jakarta. Siap-siap mengucapkan selamat tinggal kepada uang tunai. Bank Indonesia (BI) sudah menabuh genderang memasuki era transaksi non-tunai. Di era tersebut, kita akan semakin jarang bersentuhan dengan uang kartal.

Pada Kamis (14/8) lalu, BI bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Gerakan ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis, dan lembaga pemerintah untuk memakai instrumen pembayaran non-tunai. “Sehingga berangsur-angsur terbentuk less cash society dalam transaksi kegiatan ekonomi,” kata Gubernur BI, Agus Martowardojo.

Program less cash society sejatinya sudah digulirkan BI sejak tahun lalu. Namun, Direktur Eksekutif Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran BI Rosmaya Hadi mengatakan, peningkatan transaksi non-tunai ternyata tidak berjalan cepat. Karena itu dibutuhkan percepatan melalui GNNT.


Ada banyak manfaat transaksi non-tunai. Selain lebih aman dan nyaman, transaksi non-tunai lebih cepat sehingga perputaran bisnis juga bisa lebih kencang lagi. Ujungnya, Rosmaya bilang, ekonomi akan lebih efisien dan bergerak lebih cepat. Transaksi non-tunai juga lebih transparan dan akuntabel lantaran setiap transaksi tercatat dan terlacak.

Chairul Tanjung, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, menilai, penggunaan uang elektronik bakal memberikan dampak positif terhadap inflasi. Karena uang beredar makin sedikit, kemungkinan penggelapan uang bakal semakin kecil, sehingga tidak membikin gejolak inflasi yang berlebihan.

Masih minim

Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik di Indonesia relatif rendah. Kini, jumlah transaksi di sektor ritel mencapai Rp 7.500 triliun. Dari jumlah itu, baru 31% pembayaran menggunakan transaksi non-tunai. Di negara-negara tetangga, persentase penggunaan transaksi non-tunai sudah di atas 50%.

Padahal, potensi penggunaan transaksi non-tunai di Indonesia sangat besar. Data BI mencatat, potensi pengembangan uang elektronik untuk sektor transportasi di Jakarta bisa mencapai Rp 23,4 triliun per tahun. Dengan adanya GNNT, BI berharap, transaksi non-tunai bisa menyumbang 1,8% terhadap produk domestik bruto (PDB) yang saat ini sebesar Rp 8.241,86 triliun. Untuk mendukung GNNT, Chairul mengatakan, semua transaksi di pemerintahan bakal menggunakan transaksi elektronik. Sebagai langkah pertama, pembayaran gaji pegawai negeri sipil (PNS) akan dilakukan secara non-tunai.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan, KPK mendukung upaya pemerintah dan BI meningkatkan transaksi non-tunai. Malah, sejak tahun lalu, KPK sebetulnya sudah mewacanakan perlunya aturan yang mewajibkan semua transaksi di atas Rp 100 juta menggunakan transaksi non-tunai. Kewajiban ini berguna untuk mencegah sekaligus mendeteksi upaya korupsi, khususnya tindak pidana pencucian uang. “Tapi, KPK tidak bisa membuat undang-undang,” kata Johan.

Namun, tidak mudah mewujudkan masyarakat tanpa uang tunai di Indonesia. Sebab, baru 20% masyarakat kita yang punya akses ke lembaga keuangan. Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Aris Yunanto, mengatakan, masyarakat Indonesia lebih senang memegang uang tunai. Selain itu, infrastruktur pendukung transaksi non-tunai juga belum merata di seluruh Indonesia.

Artinya, perlu upaya ekstra dari semua pihak.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 47 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Imanuel Alexander