Bertahun-tahun menunggu kebijakan mobil murah



Industri sudah siap dengan produk mobil murah. Sejak low cost and green car (LCGC) didengungkan tiga tahun lalu, sampai sekarang, kebijakan tentang mobil murah belum juga keluar. Inilah jawaban pemerintah tentang aturan mobil murah.Grup Astra akhirnya memamerkan mobil murah berkonsep ramah lingkungan alias low cost green car (LCGC). Adalah Toyota Agya dan Daihatsu Ayla, kedua produk Astra yang muncul akhir pekan lalu (20/9) di ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2012. Berapa harganya? Belum ada kepastian.Pasalnya, detail beleid atau aturan jelas yang mengatur tentang LCGC belum juga nongol. Padahal, bukan hanya Grup Astra yang tertarik menggarap proyek ini. Agen tunggal pemegang merek (ATPM) seperti Suzuki dan Nissan juga sudah berkomitmen untuk mengikuti program LCGC ini.Mengapa belum juga keluar? Macam-macam alasannya. Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat bilang, beleid LCGC bakal keluar dalam bentuk peraturan presiden (perpres) tentang low carbon emission. Kebijakan itu akan mengatur soal teknologi kendaraan ramah lingkungan, seperti LCGC, electric cars, hybrid, dan low carbon (fuel cell, diesel advance, CNG, dan biofuel). “Ada empat teknologi, termasuk mobil tenaga listrik. Sebentar lagi keluar,” tutur Hidayat.Menurut Hidayat, Kementerian Keuangan (Kemkeu) lambat memutuskan karena harus berkoordinasi dengan Sekretariat Negara lantaran aturan itu bakal berbentuk perpres. Yang jelas, poin aturan yang ditunggu-tunggu industri adalah insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM). “Kemungkinan PPnBM nol persen,” ujarnya.Aturan LCGC ini menurut rencana tidak lahir dalam bentuk tunggal, melainkan tergabung dalam beleid low carbon emission. Budi Darmadi, Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian, menjelaskan, ada tiga jenis insentif LCGC.Pertama, insentif pembebasan bea masuk atas impor mesin dan peralatan dalam proses pembangunan pabrik. Kedua, pembebasan tarif impor bahan baku dan komponen mobil yang belum bisa dibuat di Indonesia. Ketiga, pengurangan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). “Kini tinggal aturan insentif ketiga tentang pengurangan PPnBM yang belum terbit,” kata Budi.Insentif pertama dan kedua diutamakan lebih dulu terbit lantaran produksi mobil harus diawali dengan pembangunan pabrik, mendatangkan mesin, serta impor bahan baku alias komponen mobil. Pembangunan pabrik paling tidak akan memakan waktu satu tahun hingga dua tahun. Sementara, insentif pembebasan PPnBM, menurut Budi, baru diperlukan ketika pabrik sudah jadi dan mobil telah diproduksi.Tergantung PPnBMLantas, kapan keluar? Budi bilang, aturan terkesan lambat lantaran harus keluar bertahap. Pemerintah juga perlu meneliti dan membandingkan dengan peraturan lain yang terkait, agar tidak berbenturan.Yang jelas, lantaran kelambatan aturan ini, produsen mobil juga saling menunggu. Kendati sudah mengenalkan Ayla pada pekan lalu, Presiden Direktur PT Astra Daihatsu Motor Sudirman M.R. bilang, harga Ayla masih menunggu terbitnya regulasi. Ia hanya memastikan, harganya tidak akan di atas US$ 10.000 atau rata-rata bisa di bawah Rp 100 juta. Cuma, syaratnya, “PPnBM untuk mobil ini nol,” tegas Sudirman.Sudirman menyebutkan, dari regulasi itu, produsen baru bisa menghitung harga jual, termasuk prediksi permintaan pasar. Langkah berikutnya ialah menyiapkan kapasitas produksi. Tapi, untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) produksi, menurutnya, mobil harus diproduksi minimal 6.000 unit setiap bulan.Meski harga belum jelas, Daihatsu sudah bisa menjajaki permintaan pasar. Di hari pertama IIMS digelar, Ayla sudah dipesan sekitar 25 unit. “Pemesan memberi tanda jadi Rp 1 juta dan meninggalkan KTP. Kami akan hubungi begitu siap,” tutur Indra S., Staf Pemasaran PT Tunas Mobilindo Perkasa.Hidayat menggarisbawahi, tak ada niat pemerintah tidak mendukung mobil murah. “Ibarat mau melahirkan, proses ini sudah sembilan bulan. Tinggal dilahirkan saja, menunggu perpres keluar,” tegasnya..

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 51 XVI 2012 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Imanuel Alexander