Buah Alkesa adalah salah satu jenis buah yang sudah mulai langka. Jadi jangan heran bila banyak orang belum pernah melihat dan mengenal buah ini. Tapi, jika Anda pergi ke Bandung lewat Puncak, sebelum masuk daerah Padalarang, di sepanjang Jalan Raya Cipatat, Anda masih bisa menemukan buah ini di pinggir jalan. Di sana berjajar sekitar 20 kios pedagang buah alkesa di sebelah kiri dan kanan jalan. Alkesa punya nama latin Pouteria campechiana. Tanaman ini termasuk jenis sawo-sawoan, yang tinggi pohonnya bisa mencapai 10 meter. Warna buahnya kuning bersih.Para pedagang di Kampung Margaluyu, Desa Citatah, Kecamatan Cipatat, Bandung Barat ini, lebih mengenal buah ini sebagai sawo walanda. Maklum, pohon sawo yang berasal dari Guatemala, Meksiko ini banyak ditemukan di gedung-gedung peninggalan Belanda.Muhammad Yayat, 56 tahun, pemilik salah satu kios sawo di Margaluyu, Jalan Raya Cipatat menceritakan, sentra penjualan buah alkesa mulai pada awal tahun 2000-an. Awalnya hanya ada sekitar tiga kios pedagang sawo. Mereka berasal dari daerah Citatah.Namun, karena banyak pembeli, terutama pengendara yang melintas dari Puncak menuju Bandung, masyarakat di sekitar Margaluyu pun ikut berbondong-bondong berdagang buah alkesa. Mereka memperoleh buah dari beberapa daerah seperti, Cikalong Wetan, Cirawa, dan Rajamandala, Jawa Barat.Yayat sendiri sudah berdagang alkesa selama delapan tahun. Ia merasakan penjualan saat ini tidak seramai penjualan delapan tahun silam. Maklum, kini ia harus berbagi rezeki dengan pedagang lain.Yayat menjual alkesa seharga Rp 20.000 per ikat. Satu ikat terdiri dari 10 buah hingga 12 buah alkesa. Dalam sehari, di satu kios Yayat bisa menjual rata-rata tujuh sampai delapan ikat, sehingga ia meraup omzet sebesar Rp 160.000 per kios. Nah, di tempat ini ia punya tiga kios, yang dijaga oleh anak dan istrinya. Alhasil tiap bulan omzet tiga kios ini bisa mencapai Rp 14 juta - Rp 15 juta. Adapun laba bersih sekitar 35% dari omzet.Nono, 45 tahun punya pengalaman lain. Sehari ia mengaku bisa menjual rata-rata 7 ikat dengan harga Rp 20.000 per ikat. Ia baru punya satu kios karena baru berdagang enam bulan lalu. Omzet Nono per hari rata-rata Rp 140.000 atau Rp 4,5 juta sebulan. Karena kiosnya kecil laba yang ia raup hanya sekitar 25% dari omzet.Meski mulai langka, pedagang mengaku tak kesulitan mendapat pasokan buah alkesa. Sebab, pohon alkesa berbuah sepanjang tahun. Tapi, pedagang harus membeli dari petani, menjelang buah ini matang, agar bisa tahan selama seminggu.Pakanda (60 tahun), salah satu penjual alkesa bilang, karena tak bisa tahan lama, tak jarang ia jual obral, per ikat sekitar Rp 15.000. Rata-rata per hari ia bisa menjual sebanyak 6-8 ikat alkesa dengan omzet Rp 120.000 - Rp 150.000 per hari. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bertandang ke sentra buah langka alkesa (1)
Buah Alkesa adalah salah satu jenis buah yang sudah mulai langka. Jadi jangan heran bila banyak orang belum pernah melihat dan mengenal buah ini. Tapi, jika Anda pergi ke Bandung lewat Puncak, sebelum masuk daerah Padalarang, di sepanjang Jalan Raya Cipatat, Anda masih bisa menemukan buah ini di pinggir jalan. Di sana berjajar sekitar 20 kios pedagang buah alkesa di sebelah kiri dan kanan jalan. Alkesa punya nama latin Pouteria campechiana. Tanaman ini termasuk jenis sawo-sawoan, yang tinggi pohonnya bisa mencapai 10 meter. Warna buahnya kuning bersih.Para pedagang di Kampung Margaluyu, Desa Citatah, Kecamatan Cipatat, Bandung Barat ini, lebih mengenal buah ini sebagai sawo walanda. Maklum, pohon sawo yang berasal dari Guatemala, Meksiko ini banyak ditemukan di gedung-gedung peninggalan Belanda.Muhammad Yayat, 56 tahun, pemilik salah satu kios sawo di Margaluyu, Jalan Raya Cipatat menceritakan, sentra penjualan buah alkesa mulai pada awal tahun 2000-an. Awalnya hanya ada sekitar tiga kios pedagang sawo. Mereka berasal dari daerah Citatah.Namun, karena banyak pembeli, terutama pengendara yang melintas dari Puncak menuju Bandung, masyarakat di sekitar Margaluyu pun ikut berbondong-bondong berdagang buah alkesa. Mereka memperoleh buah dari beberapa daerah seperti, Cikalong Wetan, Cirawa, dan Rajamandala, Jawa Barat.Yayat sendiri sudah berdagang alkesa selama delapan tahun. Ia merasakan penjualan saat ini tidak seramai penjualan delapan tahun silam. Maklum, kini ia harus berbagi rezeki dengan pedagang lain.Yayat menjual alkesa seharga Rp 20.000 per ikat. Satu ikat terdiri dari 10 buah hingga 12 buah alkesa. Dalam sehari, di satu kios Yayat bisa menjual rata-rata tujuh sampai delapan ikat, sehingga ia meraup omzet sebesar Rp 160.000 per kios. Nah, di tempat ini ia punya tiga kios, yang dijaga oleh anak dan istrinya. Alhasil tiap bulan omzet tiga kios ini bisa mencapai Rp 14 juta - Rp 15 juta. Adapun laba bersih sekitar 35% dari omzet.Nono, 45 tahun punya pengalaman lain. Sehari ia mengaku bisa menjual rata-rata 7 ikat dengan harga Rp 20.000 per ikat. Ia baru punya satu kios karena baru berdagang enam bulan lalu. Omzet Nono per hari rata-rata Rp 140.000 atau Rp 4,5 juta sebulan. Karena kiosnya kecil laba yang ia raup hanya sekitar 25% dari omzet.Meski mulai langka, pedagang mengaku tak kesulitan mendapat pasokan buah alkesa. Sebab, pohon alkesa berbuah sepanjang tahun. Tapi, pedagang harus membeli dari petani, menjelang buah ini matang, agar bisa tahan selama seminggu.Pakanda (60 tahun), salah satu penjual alkesa bilang, karena tak bisa tahan lama, tak jarang ia jual obral, per ikat sekitar Rp 15.000. Rata-rata per hari ia bisa menjual sebanyak 6-8 ikat alkesa dengan omzet Rp 120.000 - Rp 150.000 per hari. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News