Berwenang Lakukan Gugatan, OJK: Belum Sepenuhnya Jamin Pengembalian Aset Nasabah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Dalam POJK tersebut, berisi penguatan kewenangan OJK dalam melakukan gugatan perdata.

Aturan POJK Nomor 22 Tahun 2023 itu merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan menggantikan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan serta menyempurnakan beberapa POJK lainnya.

Baca Juga: OJK Terbitkan POJK Pelindungan Konsumen & Masyarakat, Ini Kata Pengamat


Terkait gugatan perdata, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, POJK itu menjabarkan penguatan kewenangan OJK dalam melakukan pemeriksaan dan verifikasi sebelum melakukan gugatan perdata.

Selain itu, memberikan informasi kepada masyarakat yang mengalami kerugian, Lembaga Jasa Keuangan (LJK), atau pihak yang digugat terkait pelaksanaan gugatan perdata yang dilakukan oleh OJK. 

"Meksipun demikian, penguatan kewenangan OJK dimaksud belum sepenuhnya menjamin pengembalian aset nasabah, yang mana terdapat peran stakeholder lainnya, antara lain Polri, Mahkamah Agung, dan Kejaksaan Agung, untuk mendukung penegakan hukum bagi nasabah yang dirugikan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK)," ucapnya kepada Kontan.co.id, Rabu (10/1).

Dalam POJK terbaru (No.22/2023) diatur rinci, OJK bisa melakukan pembelaan hukum untuk perlindungan konsumen dan masyarakat.

Dalam Pasal 98 ayat (1) OJK berwenang melakukan pembelaan hukum, meliputi memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk menyelesaikan Pengaduan Konsumen, dan/atau mengajukan gugatan.

Baca Juga: OJK: 13 Perusahaan Pinjol Belum Turunkan Batas Maksimum Bunga Pinjaman

Dalam melakukan pembelaan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK dapat meminta dokumen dan/atau informasi kepada PUJK, lembaga penunjang dan profesi yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, dan/atau pihak lain.

Disebutkan dalam ayat (3), PUJK, lembaga penunjang dan/atau profesi yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib memenuhi permintaan dokumen dan/atau informasi dari OJK sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh OJK.

PUJK, lembaga penunjang, dan/atau profesi yang tidak melaksanakan perintah atau tidak melakukan tindakan tertentu bisa dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang.

Adapun dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, pemberhentian pengurus, pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya, hingga pencabutan izin usaha. 

Baca Juga: POJK Nomor 22 Tahun 2023 Terbit, PUJK Bisa Ajukan Keberatan Atas Sanksi dari OJK

Sanksi dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis. Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dikenakan paling banyak Rp 15 miliar.

Dalam Pasal 99, pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) huruf b dilakukan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan iktikad tidak baik, atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau LJK sebagai akibat dari pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dalam Pasal 99 ayat (3) gugatan perdata untuk Pelindungan Konsumen dan masyarakat dilakukan berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan bukan atas permintaan Konsumen.

Baca Juga: Aturan Baru Bikin Wewenang OJK Makin Kuat

Yang dimaksud berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan, yakni pelanggaran yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan mengakibatkan kerugian materi bagi Konsumen, masyarakat, atau sektor jasa keuangan. Gugatan perdata merupakan gugatan legal standing bukan gugatan perwakilan kelompok (class action).

Selain itu, dalam Pasal 112 dijelaskan Otoritas Jasa Keuangan bisa berkoordinasi dengan Pemerintah dan Bank Indonesia terkait penerapan Pelindungan Konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan. Adapun bentuknya dalam mengajukan gugatan perdata dan pemberian informasi dan/atau rekomendasi untuk pencabutan izin kantor akuntan publik dan/atau akuntan publik atas pelanggaran yang dilakukan oleh kantor akuntan publik dan/atau akuntan publik. Pemerintah antara lain kementerian atau lembaga. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto