Tawaran aneka ragam produk utang konsumtif berbentuk uang plastik ramai menyerbu kelas konsumen baru. Selain kartu kredit, ada pula jenis kartu belanja bernama charge card dengan tawaran menggoda. Yakni utang bebas bunga. Menarikkah ditimbang sebagai salah satu bagian dari perencanaan keuangan? Atau justru tidak baik bagi kesehatan kocek? Godaan iklan sale alias obral barang besar-besaran semakin sering kita temui, belakangan. Dari mulai obral baju, elektronik, perlengkapan olahraga, sampai furnitur rumah! Apalagi menjelang tanggal-tanggal penerimaan gaji. Bisa dipastikan, tawaran obral barang dan diskon harga kian membahana. Maklum saja, banyak orang kaya baru yang lahir di negeri ini, belakangan. Para ekonom menyebutnya sebagai kelas menengah baru atau kelas konsumen baru. Mungkin, Anda termasuk di dalamnya? Di tengah kesuraman perekonomian yang melanda negara-negara Eropa yang mengakibatkan banyak pengangguran baru, Anda layak bersyukur karena masih mampu mencetak penghasilan dan berbelanja dengan leluasa, hingga detik ini.
Lihat saja pertumbuhan transaksi belanja menggunakan duit plastik, berupa kartu debit maupun kredit. Data Bank Indonesia (BI) terbaru mencatat, nilai transaksi belanja masyarakat negeri ini menggunakan kartu semakin marak. Hingga Februari 2013, volume transaksi belanja masyarakat menggunakan kartu debit mencapai 15,73 juta transaksi. Atau tumbuh 24,4% dibandingkan tahun lalu sebanyak 12,62 juta transaksi. Nilai transaksi belanja via kartu debit juga melejit 17% menjadi Rp 9,23 triliun. Transaksi belanja menggunakan kartu kredit lebih besar lagi nilainya, yakni mencapai Rp 15,55 triliun atau naik 4,42% dibandingkan Februari 2012. Dengan kata lain, masyarakat semakin akrab memakai duit plastik dalam bertransaksi belanja. Nah, tahukah Anda bahwa kartu pembayaran tidak terbatas pada kartu debit, kartu kredit, dan kartu ATM? Di bisnis perbankan, ada juga kartu utang dengan limit hingga miliaran rupiah dan tidak dibebani bunga sepeser pun! Hmm..., apa mungkin ada utang bebas bunga selain utangan dari orangtua atau mertua? Mungkin itu yang terlintas di pikiran Anda. Tapi nyatanya produk itu ada di pasar, bernama generik charge card. Di luar negeri, kartu utang ini sudah populer. Tapi tak demikian di Indonesia. Berdasarkan penelusuran KONTAN, sejauh ini baru ada Danamon American Express (Amex). Citibank dahulu pernah menawarkan produk ini dengan nama Dinners Club. Namun, sekarang sudah tidak dijual lagi. Beberapa bank yang terkenal gencar menawarkan kartu kredit seperti HSBC, Standard Chartered, dan BCA, juga tidak menawarkan produk charge card. Berbeda dengan kartu kredit yang dibebani bunga tertentu untuk saldo kredit, charge card hanya dibebani denda jika pelunasan tagihan telat dari tanggal jatuh tempo. Besar denda beragam tergantung dari ketentuan penerbit kartu. Di pasar saat ini umumnya berkisar 2,95%. Selain itu, pelunasan tagihan charge card juga harus penuh (full payment). Berbeda dengan kartu kredit yang membolehkan pembayaran cicilan (minimum payment). Dus, jika nasabah charge card membayar tagihan penuh dan tepat waktu, dia tidak dibebani biaya apapun alias utang “gratis”. Risiko lebih kecil? Sebenarnya prinsip itu mirip juga dengan kartu kredit yang bisa membebaskan debiturnya dari bunga jika tagihan dibayar lunas dan tepat waktu. Perbedaan dua kartu itu lebih pada risiko biaya. Kartu kredit dibayangi dua biaya, yakni biaya bunga dan denda keterlambatan. Jika Anda telat membayar tagihan, Anda terkena denda keterlambatan plus bunga kredit. Sedang charge card hanya punya risiko berupa biaya keterlambatan pembayaran tagihan. Meski, penghitungan denda juga mirip kartu kredit, yakni dihitung per hari mulai tanggal jatuh tempo hingga tagihan dilunasi oleh nasabah. Tidak enaknya, charge card biasanya tidak bisa digunakan ketika tagihan belum dibayar, kendati limit kartu masih besar. Sekilas, charge card memang terlihat lebih menarik dibandingkan dengan kartu kredit karena klaim “bebas bunga”. Apalagi limit pinjaman yang ditawarkan cukup besar. Namun, sebelum kepincut iming-iming, simak paparan perencana keuangan yang disarikan oleh KONTAN berikut: Timbang kebutuhanSeberapa butuh Anda akan charge card? Menjawab pertanyaan ini mensyaratkan kejujuran. Demi memburu kemudahan transaksi belanja? Atau tambahan modal usaha? Atau, untuk meningkatkan kapital melalui aksi leveraging? Limit besar mungkin menggoda. Tapi, jika cuma untuk memuaskan hasrat berbelanja, apa iya Anda butuh hingga limit sebesar itu? Sebagaimana kartu kredit, produk ini umumnya menawarkan kemudahan transaksi dan privilese di banyak merchant atau pihak ketiga yang digandeng penerbit.Terlebih jika penerbitnya adalah institusi internasional yang memiliki jaringan luas hingga ke mancanegara. Jika Anda seorang pebisnis yang kerap bepergian ke luar negeri untuk business trip dan ogah direpotkan oleh transaksi-transaksi selama bepergian, mungkin layak menimbang charge card. Adapun bagi Anda yang hendak memanfaatkan produk ini untuk modal usaha atau dialihkan menjadi utang produktif, pastikan dulu arus kas sudah aman. “Sehingga terukur benar kemampuan pembayaran,” kata Pandji Harsanto, perencana keuangan Fin-Ally Planning and Consulting. Ukur kemampuanIuran tahunan charge card cukup besar. Wajar mengingat limit yang ditawarkan dibanderol mulai Rp 50 juta hingga miliaran rupiah. Sebagai contoh, iuran tahunan Amex berkisar Rp 1,2 juta hingga Rp 10 juta per tahun. Ada pula yang Rp 650.000 per tahun.Keunggulan “bebas bunga” selama tagihan dilunasi tepat waktu, menandakan produk ini sejatinya cuma cocok bagi mereka yang punya kemampuan besar untuk melunasi. Alhasil, jika Anda punya charge card tapi telat bayar tagihan dan tidak melunasi penuh, kelebihan produk ini pun sia-sia belaka. “Malah jatuhnya lebih mahal daripada kartu kredit,” kata Pandji. Para perencana keuangan tidak merekomendasikan produk ini bagi Anda yang berstatus karyawan atau untuk pengelolaan keuangan keluarga. “Cukup kartu kredit dan dana darurat saja,” kata Mohamad Andoko, perencana keuangan Oneshildt. Mike Rini, perencana keuangan MRE Financial & Business Advisory, menambahkan, charge card cocok bagi pebisnis ber likuiditas tinggi. Limit besar bisa membantu arus kas ketika ada kebutuhan mendesak dalam jumlah besar. Tak heran, sejauh ini kebanyakan pengguna charge card adalah korporat atau pengusaha dengan keuangan mapan. Untuk mengukur kemampuan pembayaran, Anda harus mengecek dulu kesehatan keuangan melalui penghitungan rasio penting seperti rasio utang terhadap aset, rasio pengembalian utang (debt service ratio), juga rasio cicilan terhadap penghasilan bulanan. Cermati skemaSetelah menimbang kebutuhan dan kemampuan, Anda perlu mencermati skema charge card. Apakah ada biaya yang dibebankan selain annual fee dan denda keterlambatan?
Pahami betul syarat dan ketentuan yang dipatok si penerbit kartu. Bagaimana jika tarif denda diubah sewaktu-waktu? Besar denda keterlambatan charge card tak jauh berbeda dengan batas atas bunga kartu kredit saat ini yaitu di kisaran 2,95%. Selain itu, pertimbangkan aksesibilitas penggunaan kartu. Percuma saja limit besar dan “bebas biaya” jika ternyata aksesnya terbatas. Amex Danamon, misalnya, hanya bisa digunakan di mesin electronic data capture (EDC) berlogo Amex dan Danamon. Boleh jadi lebih asyik memakai kartu kredit dengan limit kecil namun manfaatnya mencukupi kebutuhan. Yang terpenting, pastikan pilihan Anda berutang sudah melalui pertimbangan matang! o Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ruisa Khoiriyah