JAKARTA. Pemerintah mulai mempertimbangkan untuk membuat kebijakan untuk pengendalian harga pangan melalui penentuan besaran tarif bea masuk yang dikenakan pada impor pangan. Sebab, harga pangan selalu menjadi penyebab utama inflasi. Apalagi harga pangan selalu naik saat ramadan atau menjelang lebaran. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, secara umum kebijakan pengenaan tarif bea masuk dimaksudkan untuk mengendalikan harga. Namun demikian, menurutnya pengenaan bea masuk memiliki kriteria dan tata cara tertentu. Menurutnya, pengenaan tarif bea masuk untuk impor pangan bisa dilakukan melalui bea masuk umum (Most Favourable Nations atau MFN). Bea masuk jenis ini merupakan tarif bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari negara lain, kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus mengenai tarif bea masuk dengan Indonesia. Bisa juga melalui kebijakan bea masuk anti dumping, yaitu pengenaan bea masuk yang dilakukan jika harga ekspor suatu barang yang diimpor bernilai lebih rendah dari harga normalnya dan menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri. Meski demikian, pihaknya mengaku hingga saat ini belum menerima usulan mengenai rencana kebijakan tarif bea masuk untuk impor pangan itu. Suahasil juga mengaku, pihaknya belum menerima usulan jenis pangan hingga jenis bea masuk yang diubah. "Semuanya (bea masuk) untuk jaga (harga). Anti dumping, penindakan pengamanan, MFN itu semua untuk jaga harga. Tapi kan sebabnya beda-beda (itu harus jelas dulu)," kata Suahasil belum lama ini. Rencana tarif bea masuk untuk impor pangan sebelumnya dicetuskan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Darmin bilang, pihaknya tengah membuat kalkulasi tata niaga pangan melalui kebijakan tarif bea masuk. Menurut Darmin, tarif itu tentunya tarif yang kompetitif untuk mengendalikan harga pangan. Sebab, jika menerapkan tarif bea masuk yang terlampau tinggi, bisa mengakibatkan tindakan penyelundupan. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo juga menyarankan agar pemerintah mengambil peran lebih besar dalam pengendalian harga pangan melalui regulasi. Agus malah mengusulkan agar pemerintah membuat undang-undang yang mengatur mengenai harga pangan, sebagaimana yang dilakukan Malaysia. Agus bilang, Negeri Jiran tersebut sejak tahun 1961 memiliki undang-undang tentang langkah-langkah pengendalian harga (price control act). Tak hanya itu, Malaysia juga telah memiliki undang-undang tentang langkah-langkah pengendalian suplai (supply control act). "Ini membuat pelaku usaha harus mendaftarkan harga komoditi pangan yang dijual. Mereka tidak bisa sembarangan menaikkan harga," kata Agus. Tak hanya itu, BI juga merekomendasikan pemerintah mewajibkan pedagang menyertakan label harga (price tag) untuk barang yang dijual. BI juga merekomendasikan agar pemerintah membentuk badan stabilitas harga. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Besaran tarif bea masuk impor pangan akan dikaji
JAKARTA. Pemerintah mulai mempertimbangkan untuk membuat kebijakan untuk pengendalian harga pangan melalui penentuan besaran tarif bea masuk yang dikenakan pada impor pangan. Sebab, harga pangan selalu menjadi penyebab utama inflasi. Apalagi harga pangan selalu naik saat ramadan atau menjelang lebaran. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, secara umum kebijakan pengenaan tarif bea masuk dimaksudkan untuk mengendalikan harga. Namun demikian, menurutnya pengenaan bea masuk memiliki kriteria dan tata cara tertentu. Menurutnya, pengenaan tarif bea masuk untuk impor pangan bisa dilakukan melalui bea masuk umum (Most Favourable Nations atau MFN). Bea masuk jenis ini merupakan tarif bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari negara lain, kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus mengenai tarif bea masuk dengan Indonesia. Bisa juga melalui kebijakan bea masuk anti dumping, yaitu pengenaan bea masuk yang dilakukan jika harga ekspor suatu barang yang diimpor bernilai lebih rendah dari harga normalnya dan menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri. Meski demikian, pihaknya mengaku hingga saat ini belum menerima usulan mengenai rencana kebijakan tarif bea masuk untuk impor pangan itu. Suahasil juga mengaku, pihaknya belum menerima usulan jenis pangan hingga jenis bea masuk yang diubah. "Semuanya (bea masuk) untuk jaga (harga). Anti dumping, penindakan pengamanan, MFN itu semua untuk jaga harga. Tapi kan sebabnya beda-beda (itu harus jelas dulu)," kata Suahasil belum lama ini. Rencana tarif bea masuk untuk impor pangan sebelumnya dicetuskan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Darmin bilang, pihaknya tengah membuat kalkulasi tata niaga pangan melalui kebijakan tarif bea masuk. Menurut Darmin, tarif itu tentunya tarif yang kompetitif untuk mengendalikan harga pangan. Sebab, jika menerapkan tarif bea masuk yang terlampau tinggi, bisa mengakibatkan tindakan penyelundupan. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo juga menyarankan agar pemerintah mengambil peran lebih besar dalam pengendalian harga pangan melalui regulasi. Agus malah mengusulkan agar pemerintah membuat undang-undang yang mengatur mengenai harga pangan, sebagaimana yang dilakukan Malaysia. Agus bilang, Negeri Jiran tersebut sejak tahun 1961 memiliki undang-undang tentang langkah-langkah pengendalian harga (price control act). Tak hanya itu, Malaysia juga telah memiliki undang-undang tentang langkah-langkah pengendalian suplai (supply control act). "Ini membuat pelaku usaha harus mendaftarkan harga komoditi pangan yang dijual. Mereka tidak bisa sembarangan menaikkan harga," kata Agus. Tak hanya itu, BI juga merekomendasikan pemerintah mewajibkan pedagang menyertakan label harga (price tag) untuk barang yang dijual. BI juga merekomendasikan agar pemerintah membentuk badan stabilitas harga. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News