KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman akan menemui Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam). Pertemuan itu akan membahas mengenai pengembangan kawasan Rempang Eco City. Ombudsman melihat masyarakat di Pulau Rempang sangat terdampak dengan konflik yang terjadi akibat upaya relokasi masyarakat karena merasa terintimidasi. Ketakutan untuk melakukan pekerjaan sebagai nelayan maupun anak-anak yang takut bersekolah karena adanya aparat di perkampungan mereka. Terkait hal tersebut, Ombudsman akan meminta klarifikasi kepada BP Batam, Pemerintah Kota Batam, Kementerian Investasi/BKPM, Tim Percepatan Pengembangan Pulau Rempang serta pihak terkait lainnya.
“Besok pagi rencana ketemu BP Batam. (Pertemuan) dengan tim percepatan sudah bertemu online hari jumat yang lalu,” ujar Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro kepada Kontan, Minggu (24/9).
Baca Juga: Komnas HAM Akan Panggil Menteri Investasi hingga Kepolisian Terkait Kasus Rempang Selain Ombudsman, Komnas HAM juga berencana akan melakukan pertemuan dengan Kementerian Investasi/BPKM hingga kepolisian. Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing mengatakan, proses penggusuran harus sesuai standar Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Dari aturan itu, ada tiga instrumen yang harus diperhatikan ketika melakukan penggusuran. Yaitu musyawarah mufakat, pemberitahuan yang layak, dan relokasi sebelum penggusuran dilakukan. Beberapa hal juga harus diperhatikan ketika proses penggusuran dilakukan. Yakni perlindungan prosedural, tanpa intimidasi dan kekerasan, serta mengerahkan aparat secara proporsional. Sebab itu, pemerintah harus melakukan dialog dan sosialisasi yang memadai dengan cara pendekatan kultural dan humanis atas rencana pengembangan dan relokasi sebagai dampak pembangunan PSN. Terkait dengan penolakan masyarakat Pulau Rempang untuk direlokasi, Negara tidak boleh melanggar hak atas tempat tinggal yang layak, baik melalui tindakan maupun kebijakan yang diambil, baik tingkat lokal maupun nasional. Kebijakan Negara tidak boleh diskriminatif dan menimbulkan pembatasan tanpa dasar hukum yang sah, eksklusif dan tidak proporsional. Negara tidak boleh melakukan relokasi paksa (forced evictions) yang merupakan bentuk pelanggaran HAM. Serta tidak menggunakan cara kekerasan dengan pelibatan aparat berlebih (excessive use of power) dalam proses relokasi dan proses pembangunan Kawasan Pulau Rempang Eco City. Selain itu, Komnas HAM meminta Kepolisian mempertimbangkan menggunakan keadilan restoratif dalam penanganan proses pidana kasus Pulau Rempang. Kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, disabilitas, masyarakat adat harus dilindungi dari kekerasan dan lainnya di Pulau Rempang. “Berdasarkan temuan awal dari pemantauan dan penyelidikan lapangan serta pramediasi yang telah dilakukan, Komnas HAM akan menindaklanjuti dengan pertemuan koordinasi di Kantor Komnas HAM RI pada 25 September 2023,” ujar Uli dalam keterangan tertulisnya dikutip Minggu (24/9). Melalui pertemuan tersebut, Komnas HAM mengundang Menteri Investasi/Kepala BKPM, Kemenko Bidang Perekonomian, KSP, Setneg, Menteri ATR/BPN, dan Kapolri, untuk mendiskusikan penyelesaian bersama atas permasalahan yang ada. “Melakukan pendalaman temuan faktual dan analisa HAM terhadap temuan Komnas HAM,” ucap Uli.
Baca Juga: Rempang Eco City Masuk PSN, Pemerintah Harus Persuasif dan Memberantas Hoaks Selain itu, Komnas HAM akan melakukan pertemuan dengan Irwasum Polri terkait koordinasi penanganan kasus konflik masyarakat Pulau Rempang. Melakukan pertemuan dengan Kapolda Kepri, Irwasda Polda Kepri dan Kapolresta Barelang terkait temuan Komnas HAM RI pada konflik masyarakat Pulau Rempang. Lalu, berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia terkait pembuktian barang bukti yang ditemukan oleh Komnas HAM di lokasi kerusuhan 7 September 2023 di Pulau Rempang. Serta melakukan uji balistik di Puslabfor Polri terkait temuan barang bukti yang ditemukan Komnas HAM pada peristiwa konflik masyarakat di Pulau Rempang. Nantinya, Komnas HAM juga akan mengirimkan rekomendasi kepada Kapolri dan Ketua Komisi III DPR terkait penanganan peristiwa kerusuhan masyarakat Pulau Rempang. Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol Ariastuty Sirait BP Batam menjelaskan, jika investasi Rempang Eco City berjalan, akan ada banyak dampak positif yang diterima masyarakat, kawasan Barelang hingga Indonesia pada skala yang lebih besar. Pertumbuhan realisasi investasi akan diimbangi dengan keterlibatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kemitraan strategis antara perusahaan besar dengan UMKM akan terus dikembangkan. Sehingga, Investasi yang masuk ke daerah akan memberikan dampak positif bagi perkembangan pembangunan dan ekonomi rakyat. “UMKM akan sangat hidup. Semua proses ini akan melibatkan UMKM. Contoh simple adalah usaha bahan pokok dan makanan, yang akan menyediakan adalah tentu masyarakat disana yang bisa ambil peran. Pekerja tak perlu jauh ke Batam,” jelas Tuty. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kehadiran Xinyi, dapat menarik investasi lainnya. Sehingga tercipta ekosistem usaha yang berdampak bagi kawasan (multiplier effect). “Investasi ini sangat besar. Kita sedang berkompetisi (dengan negara tetangga) untuk mendapatkan Investasi Rp 174 Triliun untuk Xinyi dan Rp 381 Triliun untuk PT. MEG. Sedangkan rata-rata total investasi di Batam saja per tahun adalah sebesar Rp 13,63 Triliun,” kata Tuty. Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan, rencana relokasi proyek Rempang Eco-City tetap harus memperhatikan HAM warga Rempang seperti telah dijamin dalam UUD 1945 dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Hal itu juga diamanatkan oleh Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (UNGPs on BHR), yang telah mengalokasikan tugas negara untuk mengatur (duty to regulate) dalam konteks investasi. UNGP’s on BHR bahkan secara tegas menempatkan investasi sebagai area di mana negara harus memastikan koherensi kebijakan investasi dengan HAM.
Baca Juga: Peristiwa Rempang Dinilai Tak Memenuhi Unsur Pelanggaran HAM Berat Kewajiban untuk melindungi HAM menurut keyakinan Elsam, akan berimplikasi pada penegakan hukum yang mewajibkan negara untuk mendorong agar hukum perusahaan dan hukum investasi tidak membatasi penghormatan perusahaan terhadap HAM.
Elsam juga mendesak pemerintah dan investor untuk memberikan pemulihan bagi warga Rempang yang terdampak oleh pengembangan Rempang Eco-city, termasuk warga masyarakat yang menjadi korban pada saat terjadi bentrokan. Langkah berikutnya, pemerintah perlu membuat peta kebijakan investasi sebagai cara ilustratif untuk mengidentifikasi berbagai fungsi, instrumen, dan pelaku yang mungkin relevan di sepanjang siklus hidup investasi. “Perencanaan dan pengelolaan risiko HAM sejak dini, akan membantu memastikan bahwa proyeksi keuangan, anggaran, dan timeline dirancang dengan tepat. Ini berkontribusi untuk mengelola ekspektasi pemerintah, investor dan individu warga negara yang mungkin terkena dampak investasi,” jelas Wahyudi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .