KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permohonan PT BFI Finance Indonesia, Tbk (BFIN) untuk menjadi tergugat intervensi dalam gugatan Tata Usaha Negara (TUN) oleh PT Aryaputra Teguharta. Hal tersebut diresmikan oleh ketua Majelis Hakim Nasrifal pada sidang perdana perkara ini, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (28/6). "Mengabulkan permohonan intervensi dari PT BFI Finance, menetapkan PT BFI Finance sebagai tergugat intervensi, dan menangguhkan biaya perkara hingga adanya putusan," kata Hakim Nasrifal saat membacakan putusan sela.
Sementara dalam pertimbangannya, Hakim Nasrifal menilai BFI merupakan pihak yang memiliki kepentingan hukum atas gugatan yang diajukan oleh Aryaputra. Pun, Aryaputra sebagai penggugat tak menyampaikan keberatannya atas permohonan BFI menjadi tergugat intervensi. "Sesuai Undang-undang PTUN, kan memang pihak yang berkepentingan secara hukum, sehingga memang diperbolehkan masuk ke perkara," kata kuasa hukum Aryaputra Awan Mulyawan dari kantor hukum HHR Lawyer kepada KONTAN seusai sidang. Sementara kuasa hakim BFI Anthony Hutapea dari kantor hukum Anthony L.P. Hutapea & Partners menyatakan bahwa permohonan sebagai tergugat intervensi diajukan BFI guna mempertahankan hak-haknya. "Kami ingin membela hak dan kepentingan kami melalui permohonan ini, agar kelak putusan PTUN tak merugikan bagi kami," kata Anthony kepada KONTAN dalam kesempatan yang sama. Gugatan Aryaputra sendiri terdaftar di PTUN Jakarta dengan nomor perkara 120/G/2018/PTUN.JKT pada 16 Mei 2018. Dalam perkara ini, Aryaputra menggugat Menteri Hukum dan Ham lantaran menerbitkan perubahan anggaran dasar BFI pada 2001, 2007-2009, 2012-2018. Sementara dalam gugatan ini ada 12 objek sengketa yang diajukan. Seluruh produk TUN yang diterbitkan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemkumham dinilai salah lantaran didasari oleh peralihan saham-saham BFI milik Aryaputra dialihkan pada 2001. Sekadar informasi, sengketa saham milik Aryaputra sendiri berawal ketika induk perusahaannya, PT Ongko Multicorpora mendapatkan fasilitas kredit dari BFI Finance. 111.804.732 saham Aryaputra, dan 98.388.180 saham milik Ongko jadi jaminan atas fasilitas tersebut.
Kesepakatan tersebut dilakukan pada 1 Juni 1999, dan akan berakhir pada 1 Desember 2000. Dalam salah satu klausul perjanjiannya, jika Ongko tak melunasi tagihannya, maka BFI berhak melego saham-saham tersebut. Sayangnya hal itu benar terjadi pada 7 Desember 2000. Ketika BFI Finance terjerat proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). 210.192.912 total saham dibeli oleh Law Debenture Trust Corporation, perusahaan offshore trustee dari Inggris. Hal tersebut yang kemudian ditolak Aryaputra, lantaran merasa pengalihan saham tersebut dilakukan tanpa persetujuan Aryaputra. Nah peralihan saham ini yang kemudian disahkan oleh Kemkumham, dan jadi objek sengketa perkara ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia