JAKARTA. Aneh tapi nyata. PT Bhakti Investama Tbk (BHIT), pemegang saham mayoritas PT Global Mediacom Tbk (BMTR), menggugat anak usahanya tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. BHIT menilai BMTR telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan meneken
put and call option agreement atau perjanjian opsi pembelian saham PT Mobile 8 Telecom Tbk (FREN). Bhakti juga menggugat empat perusahaan lain yaitu KT Corporation, Qualcomm Incorporated, dan PT KTF Indonesia. Mereka yang mengikat dan terlibat dalam perjanjian pembelian saham FREN.
Dalam berkas gugatannya, Imran Bukhari Razif, Kuasa Hukum Penggugat mengungkapkan, kasus ini bermula pada 9 Juni 2006 ketika BMTR meneken perjanjian yang mengatur hak untuk menjual saham Mobile 8 Telecom milik Qualcomm dan KTF. Perjanjian tersebut mewajibkan Global Mediacom membeli saham Mobile 8 milik Qualcomm dan KTF dengan harga yang sudah ditetapkan dalam perintah pengiriman membeli (
notice to put exercise) atau perintah menjual (
notice to call exercise). Pasca penandatanganan, terjadi perubahan kedudukan dalam perjanjian tersebut yaitu dengan hadirnya KT Freetel Co Ltd yang menggantikan seluruh hak dan kewajiban KTF Indonesia sebagai pemegang saham Mobile 8 berdasarkan perjanjian pada 23 September 2006. Selanjutnya, KT Corporation menggantikan KT Freetel Co sebagai pemegang saham setelah merger antara keduanya. Menurut Bhakti, ketika meneken perjanjian itu, BMTR tak pernah memperoleh persetujuan dari komisaris. Bhakti sendiri adalah pemegang saham mayoritas Global Mediacom dengan kepemilikan sebesar 51,27% Bhakti mengklaim mengalami kerugian atas perjanjian opsi yang disepakati ketiga tergugat. Sebab, 6 Mei 2009, anak usahanya itu wajib membeli sekitar 404,6 juta unit saham Mobile 8 milik KT Freetel setelah KT Freetel mengirim
notice to put exercise. Kewajiban membeli saham tersebut, menurut Bhakti, dilakukan dengan harga tidak wajar dan jauh di atas harga pasar yaitu US$ 0.0247 atau Rp 247 per saham. Padahal harga saham Mobile 8 setahun terakhir hingga gugatan ini diajukan sebesar Rp 50. Hal ini menyebabkan aset yang dimiliki Bhakti menjadi berkurang dan dapat berakibat pada turunnya harga saham BHIT nantinya. Selain itu, akibat penolakan melaksanakan notice to put exercise dari KT Freetel, Bhakti dan Global harus berhadapan dengan investor dan Badan Pengawas Pasar Modal. Bhakti menuntut agar perjanjian opsi ini batal demi hukum serta menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar ganti rugi material sebesar Rp 1 dan immaterial Rp 1 miliar. Gugatan akal-akalan
Ketika dikonfirmasi, Andi F. Simangunsong, Kuasa Hukum BMTR menyatakan tidak mau mengomentari perkara ini. Sementara itu, Ricardo Simanjuntak, Kuasa Hukum Qualcomm menyatakan, PN Jakarta Pusat tak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, karena sesuai dengan put and call option agreement, setiap sengketa harus diselesaikan melalui arbitrase internasional. Menurut Ricardo, Bhakti sama sekali tak mempunyai dasar menggugat. Selain itu, patut diduga gugatan ini adalah akal-akalan Bhakti dan BMTR. Tujuannya agar putusan International Court of Arbitration International Chamber of Commerce pada 18 November 2010 tak dapat dieksekusi. Lembaga arbitrase ini sebelumnya menghukum BMTR karena telah wanprestasi dan memerintahkan untuk membeli saham Mobile 8 milik KT Freetel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini