BHIT habis-habisan garap bisnis media tahun ini



JAKARTA. PT MNC Investama Tbk (BHIT) mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun 2014. Konglomerasi bisnis milik Hary Tanoesoedibjo ini berhasil membukukan laba bersih Rp 194,4 miliar setelah tahun sebelumnya merugi Rp 343,6 miliar. BHIT juga meraih kenaikan pendapatan 7,83% year on year (yoy) di 2014 menjadi Rp 12,43 triliun.

Kepala Riset KDB Daewoo Securities Taye Shim dalam risetnya pada 30 Maret 2015 mengatakan, bisnis media menjadi penyokong terbesar pendapatan BHIT. Sepanjang tahun lalu, Taye mencatat bisnis media berkontribusi sebesar 91,7% dengan rincian 55,4% dari media berbasis iklan dan 26,3% dari media berbasis pelanggan. Kontribusi terbesar selanjutnya berasal dari bisnis multifinance sebesar 6,3%.

Di tahun 2015, Taye memperkirakan kinerja perusahaan induk Grup MNC itu, masih kinclong. Maklum, sekitar 88% pendapatan perusahaan berasal dari konsumsi domestik. Sektor konsumer tahun ini diperkirakan tumbuh, didorong pulihnya konsumsi masyarakat. "Hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan top-line BHIT," tulis dia.


David N Sutyanto, analis First Asia Capital, menambahkan, ekspansi perseroan turut berdampak positif. Belum lama ini, BHIT memperbesar modal anak usahanya yang mengelola bisnis sektor keuangan, yakni PT MNC Kapital Tbk (BCAP).

Sehingga, BHIT kini telah memiliki 2,99 juta saham atau setara 74,7% dari seluruh saham beredar BCAP. Depresiasi rupiah Kinerja anak usaha yang produktif masih akan menopang pendapatan BHIT tahun ini. Salah satunya, PT Global Mediacom Tbk (BMTR), yang tengah membangun 12 studio di Kebon Jeruk, serta delapan studio di Kebon Sirih Jakarta, yang ditargetkan tuntas akhir tahun ini.

Saat ini, perseroan itu memiliki total 14 studio. Studio-studio tersebut akan melayani produk televisi milik Grup MNC antara lain, RCTI, MNC TV, Global TV, Sindo TV dan MNC Channels. Di bisnis keuangan, para analis menilai prospek BCAP positif.

David dan Taye bilang, BCAP memiliki rangkaian produk dan jasa yang lengkap mulai dari asuransi jiwa, asuransi umum, manajemen aset, broker, investment banking hingga bank berlisensi.

Kendati demikian, analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya mengingatkan, depresiasi rupiah terhadap dollar AS menjadi tantangan kinerja BHIT. Jika pelemahan ini berlanjut hingga akhir tahun, maka keuangan perusahaan bisa tertekan seperti di tahun 2013.

Taye mencatat, BHIT sempat mengalami kerugian hingga Rp 1,54 triliun di 2013. Jumlah kerugian itu lebih besar dari tahun sebelumnya yakni Rp 217,8 miliar karena terbebani pelemahan nilai tukar.

"Aktivitas financing perusahaan banyak yang menggunakan dollar AS, sehingga dapat membebani keuangan perusahaan," ujar David.

Taye memperkirakan, pendapatan BHIT tahun ini mencapai Rp 16,29 triliun dan laba bersih Rp 467 miliar. Taye dan David merekomendasi buy saham BHIT dengan target harga masing-masing di Rp 415 dan Rp 340. William merekomendasikan hold di Rp 325 per saham. Pada penutupan bursa saham, kemarin (13/4), harga BHIT turun 2,04% menjadi Rp 288 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie