BI: Ada 7 Sektor Prioritas dengan Risiko Pembiayaan Tinggi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk mendukung pemulihan yang merata setelah dihantam pandemi Covid-19 dan di saat tengah menghadapi ketdiakpastian dunia akibat invasi Rusia, Bank Indonesia (BI) memandang perlunya akselerasi pembiayaan kepada sektor prioritas.

Namun, BI melihat ada tujuh sektor prioritas yang masih memiliki risiko kredit tinggi. Berdasarkan kinerja kredit yang direstrukturisasi, sektor prioritas dengan risiko kredit tinggi adalah industri kulit dan alas kaki, industri mesin dan perlengkapan.

Kemudian ada industri TPT, angkutan sungai dan danau, hotel dan restoran, pergudangan dan jasa penunjang pos dan kurir, serta transportasi udara.


Baca Juga: Kredit Perbankan Naik 11,95% hingga Oktober, Ini Pendorongnya

Dalam buku Laporan Nusantara Oktober 2022 yang terbit, Jumat (18/11), BI menyebut tingginya risiko kredit restrukturisasi tersebut dipengaruhi oleh kembali menurunnnya permintaan global karena ekonomi global yang melemah, serta kenaikan harga komoditas.

Selain itu, terdapat sektro yang masih dalam pengamatan, yaitu sektor konstruksi, sejalan dengan kinerja keuangan korporasi di sektor tersebut yang masih belum membaik dengan LaR dan debt to EBITDA yang belum pulih.

BI juga mengkaji tantangan pembiayaan sektor prioritas dengan risiko kredit tinggi. Seperti contohnya pada industri alas kaki, risiko masih tinggi khususnya pada mereka yang menarik pinjaman dari bank BUMN. Terlihat, suku bunga kredit bank BUMN lebih tinggi dari perbankan swasta dan asing.

Di sisi lain, penyaluran kredit pada sektor hotel dan restoran, khususnya di kawasan Bali dan Nusa Tenggara yang napas perekoniman dari sektor pariwisata, masih belum kembali pada kondisi pra pandemi COvid-19.

Tantangan lainnya dalam pembiayaan sektor prioritas, yaitu terkait adanya informasi asimetrias antara perbankan dan dunia usaha.

Baca Juga: BI Kerek Bunga Acuan Jadi 5,25%, Bank Mandiri: Sudah Diantisipasi Industri Perbankan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat