BI Akan Luncurkan Kebijakan Pendanaan Luar Negeri, Ini Respons Bankir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) bakal meluncurkan kebijakan baru terkait Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) bank. Kebijakan tersebut dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang mulai berlaku sejak 1 Agustus 2024.

Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan, kebijakan baru ini lebih untuk memperkuat pengelolaan pendanaan bank dari luar negeri. Ia menampik bahwa kebijakan ini respons dari melemahnya mata uang rupiah dalam beberapa waktu terakhir.

Seperti diketahui, aturan ini mengatur batas maksimum pendanaan luar negeri jangka pendek terhadap modal bank lebih dinamis. Artinya, batas maksimum tersebut bisa berubah dengan bertambah atau berkurang 5%.


“Kalau di PBI yang lama kan sudah diatur 30% tapi fix, yang baru bisa dinamis tergantung siklus ekonomi,” ujar Juda kepada KONTAN, Jumat (21/6).

Baca Juga: Ada Risiko Nilai Tukar, BI Buka Peluang Kerek Rasio Pinjaman Luar Negeri Bank ke 35%

Lebih lanjut, Juda pun menambahkan, saat ini sejatinya belum ada bank yang menyentuh RPLN lebih dari 20%. Itu jika sudah menghitung pengecualian terhadap DPK kantor cabang bank di luar negeri yang disalurkan ke non residen.

Memang, aturan baru nantinya akan memasukan pengecualian tersebut sehingga tak akan termasuk dalam RPLN. “Kalau belum menghitung pengecualian tersebut, hanya satu bank yang di atas 20%,” tambahnya.

Menanggapi kebijakan baru tersebut, Corporate Treasury Bank DBS Indonesia Danny Daniel Simatupang menilai, aturan baru yang dirilis ini akan membantu perbankan dikarenakan adanya tambahan limit dari kontrasiklikal parameter.

“Hal ini akan memperkuat sumber pendanaan bank di saat yang diperlukan, dan terutama dalam mata uang asing,” ujarnya.

Ia menyebutkan, sumber pendanaan Bank DBS saat ini masih fokus dan didominasi sumber pendanaan dalam negeri. Dalam hal ini, nasabah-nasabah dari dalam negeri.

Danny bila saat ini komposisi pendanaan luar negeri bank DBS lebih banyak dipakai untuk menjaga balance dari nasabah-nasabah non-resident. Dan itu juga sudah sesuai dengan kebijakan utang luar negeri (ULN) yang sebenarnya sudah ada saat ini.

“Sehingga rasio ULN bank tergolong rendah di bawah 5%,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan, kebijakan ini akan mendukung BNI dalam mengelola likuiditas valas, khususnya terkait utang luar negeri dan pendanaan yang berasal dari bukan penduduk, secara lebih efektif dan prudent.

Kata Novita, BNI akan diuntungkan dengan pengaturan baru mengenai definisi dan cakupan pendanaan luar negeri dalam perhitungan batas maksimum pendanaan luar negeri jangka pendek. 

Menurutnya, pengecualian komponen perhitungan utang luar negeri jangka pendek atas DPK dari Kantor Luar Negeri (KLN) BNI akan menambah sumber dana valas bagi bank. Saat ini, BNI memiliki KLN di New York, London, Singapura, Hong Kong, Tokyo, Seoul, dan Amsterdam. 

“Dengan adanya pengecualian ini, BNI dapat mengoptimalkan pemanfaatan DPK dari KLN untuk memperkuat likuiditas valas,” ujarnya.

Seperti diketahui, baru-baru ini BNI juga mencari pendanaan luar negeri dalam bentuk global bond senilai US$ 500 juta. Di mana, tujuan dari penerbitan ini adalah untuk mendiversifikasi sumber pendanaan dan ekspansi kredit dalam mata uang asing. 

Baca Juga: BI Rilis Kebijakan Makroprudensial Soal Pendanaan Luar Negeri Bank

Pengamat perbankan, Doddy Ariefianto menilai, kebijakan ini bakal lebih dirasakan bank-bank yang bermodal besar. Ambil contoh, bank-bank yang memiliki modal di atas Rp 30 triliun.

Sepengetahuan dia, saat ini bank-bank ini tidak banyak memanfaatkan pendanaan luar negeri dengan bersifat konservatif. Artinya, aturan ini hanya bersifat jaga-jaga jika nantinya dibutuhkan.

“Mungkin BI melihat beberapa bank ini memungkinkan untuk mencari pendanaan luar negeri lebih besar,” ujarnya.

Doddy pun melihat manfaat dari pendanaan luar negeri bisa menjadi diversifikasi dan suku bunganya masih terbilang cukup rendah di kondisi sekarang. Namun, tentu ia melihat ada risiko jika nilai tukar rupiah melemah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat