JAKARTA. Upaya bank menggenjot pendapatan komisi (fee based income) lewat kenaikan biaya transaksi melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM) akhirnya menarik perhatian Bank Indonesia (BI). Regulator sistem pembayaran ini berencana mengatur tarif transaksi antarbank lewat mesin ATM. "BI akan mengatur biaya tarif transaksi antarbank di ATM karena sudah terlalu tinggi," kata Ronald Waas, Deputi Gubernur BI, kemarin (15/9). Pasalnya, berdasarkan data awal BI, sejumlah negara tetangga mampu memberikan tarif transaksi ATM yang lebih murah dan transparan kepada para nasabahnya. Ia mencontohkan, negara lain seperti Australia mengatur penerapan tarif transaksi di ATM. Tak heran, BI menilai, kenaikan tarif transaksi ATM di Indonesia bakal membebani para nasabah. Makanya, BI sedang membahas latar belakang bank mengerek tarif transaksi tersebut.
BI akan meneliti penyebab kenaikan biaya transaksi, misalnya apakah karena biaya operasional atau investasi pengembangan mesin ATM semakin besar sehingga membebani bank. Rosmaya Hadi, Direktur Eksekutif Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, melihat sejumlah bank menaikkan tarif transaksi tersebut karena adanya kenaikan biaya operasional yang tinggi. Meski begitu, Ronald mengaku bank sentral belum bisa berbuat banyak dalam waktu dekat ini. "Saya belum dapat memastikan, apakah BI akan turut mengatur transaksi antarbank melalui mesin ATM," imbuhnya. Asal tahu saja, saat ini bank dan provider jaringan ATM dan bank memiliki kewajiban melaporkan secara berkala kepada BI tentang kebijakan tarif transaksi ATM. Adapun, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, pihaknya akan terus memonitor perkembangan tarif transaksi di ATM. Tahap awal, nasabah bisa menyampaikan keluhan lewat call center BI. Tarif ideal Yang jelas, perhitungan tarif ideal bakal menentukan langkah BI dalam mengatur tarif transaksi antarbank di ATM. Sebagai perbandingan, mengacu kepada kajian BI, biaya transfer dana sistem kliring nasional (SKN ) yang ideal antara Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per transaksi. Budi Satria, Sekretaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengatakan, pihaknya siap mengikuti keputusan regulator terkait rencana pengaturan tarif transaksi ATM. "Harapannya tarif yang diputuskan masih dapat menutupi biaya operational dan maintenance-nya," katanya. Sekadar mengingatkan, per 1 Oktober nanti, provider jaringan ATM Prima, ATM Bersama, ALTO dan bank anggota sepakat mengerek tarif transaksi lintas bank di ATM. Alasannya, ongkos pemeliharaan dan investasi ATM sudah naik (Harian KONTAN, 9 September 2014).
Sebagai gambaran, biaya operasional Bank Mandiri mencapai Rp 17 juta per ATM per bulan. Sementara itu, harga mesin ATM baru sebesar US$ 7.000-US$ 8.000 per unit. Lia Herlianawaty, Corporate Communications dan Legal Manager Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM Bersama) bilang, kenaikan tarif akibat membengkaknya beban investasi dan beban operasional. Sementara itu, Hermawan Tjandra, SVP Marketing Rintis Sejahtera (ATM Prima) mengaku, perubahan tarif sebagai bentuk penyesuaian lantaran sejak 2007 tidak ada kenaikan tarif. Catatan saja, kenaikan tarif per 1 Oktober nanti mencapai 50%. Tarif transfer antarbank naik menjadi Rp 7.500 per transaksi dari sebelumnya Rp 5.000. Kemudian, biaya cek saldo di ATM antarbank menjadi Rp 4.000-Rp 4.500 per transaksi dari sebelumnya Rp 2.000-Rp 3.000. Aktivitas penarikan tunai pun naik menjadi Rp 7.500-Rp 8.000 dari sebelumnya Rp 5.000. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan