BOGOR. Bank Indonesia (BI) akan membentuk peraturan khusus mengenai kegiatan perbankan yang dilakukan oleh lembaga non bank (shadow banking). Pengaturan ini sedang diwacanakan pada tingkat pertemuan G-20 di Paris, Prancis."Kita (BI) menyambut adanya regulasi yang lebih ketat, jadi kalau ada krisis atau apapun, dampaknya terhadap perekonomian domestik bisa diatasi lebih awal dan mitigasi dengan baik," tutur Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Agus Sarwono, Kamis (14/7).Hartadi menjelaskan, pengaturan mengenai shadow banking ini akan disepakati terlebih dahulu di tingkat menteri dan gubernur bank sentral tingkat dunia pada November tahun 2011 ini. Namun, sebenarnya Indonesia tidak perlu terlalu khawatir akan dampak shadow banking. Karena saat ini operasional perbankan yang dilakukan lembaga di luar bank tidak signifikan dibanding di luar negeri.Ia mencontohkan, seperti Lehman Brothers di Amerika Serikat yang di luar kategori bank, perlu diregulasi secara ketat agar pemonitoran dapat dilakukan sejak dini.Sayangnya, konsep detail shadow banking ini belum dapat diungkapkan ke publik karena aturan ini belum disepakati baik dalam forum internasional ataupun oleh bank sentral. Akan tetapi aturan ini akan menjadi payung hukum dengan merujuk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh BIS (Bank for International Settlements). BIS yang membuat regulasi keuangan itu, kemudian disepakati di G-20. Selanjutnya, diadministrasi dan diadopsi oleh masing-masing negara. "Nanti September akan ada pertemuan, kemudian akan diajukan di tingkat pimpinan negara, dan pada November di Prancis itu sudah difinalisasi," tambahnya.Sebelumnya, BI dan Kementrian Keuangan menyampaikan perkembangan isu reformasi pada sektor keuangan, salah satunya shadow banking yang menjadi sumber krisis 2008 lalu. Bank sentral memaparkan, kegiatan shadow banking yang selama ini relatif tidak diatur dan diawasi sebagaimana kegiatan perbankan pada umumnya, diupayakan untuk ditingkatkan pengawasan dan pengaturannya.
BI akan wacanakan shadow banking di G-20
BOGOR. Bank Indonesia (BI) akan membentuk peraturan khusus mengenai kegiatan perbankan yang dilakukan oleh lembaga non bank (shadow banking). Pengaturan ini sedang diwacanakan pada tingkat pertemuan G-20 di Paris, Prancis."Kita (BI) menyambut adanya regulasi yang lebih ketat, jadi kalau ada krisis atau apapun, dampaknya terhadap perekonomian domestik bisa diatasi lebih awal dan mitigasi dengan baik," tutur Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Agus Sarwono, Kamis (14/7).Hartadi menjelaskan, pengaturan mengenai shadow banking ini akan disepakati terlebih dahulu di tingkat menteri dan gubernur bank sentral tingkat dunia pada November tahun 2011 ini. Namun, sebenarnya Indonesia tidak perlu terlalu khawatir akan dampak shadow banking. Karena saat ini operasional perbankan yang dilakukan lembaga di luar bank tidak signifikan dibanding di luar negeri.Ia mencontohkan, seperti Lehman Brothers di Amerika Serikat yang di luar kategori bank, perlu diregulasi secara ketat agar pemonitoran dapat dilakukan sejak dini.Sayangnya, konsep detail shadow banking ini belum dapat diungkapkan ke publik karena aturan ini belum disepakati baik dalam forum internasional ataupun oleh bank sentral. Akan tetapi aturan ini akan menjadi payung hukum dengan merujuk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh BIS (Bank for International Settlements). BIS yang membuat regulasi keuangan itu, kemudian disepakati di G-20. Selanjutnya, diadministrasi dan diadopsi oleh masing-masing negara. "Nanti September akan ada pertemuan, kemudian akan diajukan di tingkat pimpinan negara, dan pada November di Prancis itu sudah difinalisasi," tambahnya.Sebelumnya, BI dan Kementrian Keuangan menyampaikan perkembangan isu reformasi pada sektor keuangan, salah satunya shadow banking yang menjadi sumber krisis 2008 lalu. Bank sentral memaparkan, kegiatan shadow banking yang selama ini relatif tidak diatur dan diawasi sebagaimana kegiatan perbankan pada umumnya, diupayakan untuk ditingkatkan pengawasan dan pengaturannya.