BI atur permodalan penyelenggara sistem pembayaran, fintech termasuk di dalamnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) meningkatkan pengawasan ekosistem penyelenggaraan sistem pembayaran. Salah satunya, regulator mengatur aturan permodalan bagi penyedia jasa pembayaran PJP dan penyelenggaraan infrastruktur sistem pembayaran (PIP). 

Hal ini tertuang dalam Peraturan BI (PBI) No.23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PBI PJP) dan PBI No.23/7/PBI/2021 tentang Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PBI PIP). Kedua PBI tersebut mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2021. Hal ini bersamaan dengan pemberlakuan PBI Sistem Pembayaran (PBI SP) yang menjadi ketentuan induk dari kedua PBI tersebut.

Eksekutif, Kepala Departemen Surveilans Sistem keuangan BI  Y. Budiatmaka Direktur mengatakan, terdapat dua ketentuan terkait permodalan. Pertama ketentuan persyaratan modal disetor wal atau initial capital bagi perusahaan yang baru masuk ke industri dan butuh izin dari BI. 


“Untuk PJP, initial capital ini disesuaikan dengan jenis aktivitas yang dimasukinya dengan kategori izin. Ada tiga kategori izin, kategori 1 berarti memberikan layanan paling lengkap, izin kategori 2 itu lengkap tapi tidak melayani issuing. Izin ketiga, terkait izin remitansi. Semakin banyak izin (usaha) maka makin besar modalnya,” ujar Budi secara virtual, Rabu (14/7).

Baca Juga: Perkuat ekosistem sistem pembayaran, BI rilis 2 aturan baru berlaku 1 Juli 2021

Adapun syarat modal disetor untuk kategori izin 1 senilai Rp 15 miliar. Lalu untuk kategori izin 2 sebanyak Rp 5 miliar. Sedangkan kategori izin 3 untuk yang tidak menyediakan sistem bagi penyelenggara lain minimal modal disetor Rp 500 juta dan bila menyediakan sistem bagi penyelenggara lain maka minima modal disetor Rp 1 miliar. 

Sedangkan untuk PIP yang melakukan switching maka BI mensyaratkan modal disetor sebesar Rp 100 miliar. Tujuannya untuk mendorong sistem yang disediakan untuk seluruh anggota di industri tersedia dengan baik untuk menyerap risiko yang ada. 

Sedangkan PIP dengan jaringan global berlaku ketentuan grandfathering dan jaminan tertulis baik dari pemilik maupun dari induk perusahaan. Jaminan itu harus memastikan penyelenggara PIP bisa memiliki modal yang memadai dan bisa menjalankan fungsinya.

Kedua, bagi penyelenggara yang sudah ada di industri maka BI akan reklasifikasi para pelaku tersebut ke dalam tiga kategori izin dan harus memenuhi ketentuan permodalannya. BI memberikan waktu selama dua tahun untuk memenuhi ketentuan modal ini. 

“Dalam kegiatan sistem pembayaran ada exposure, semakin besar kegiatannya, kompleks, dan size makin sistemik. Maka kita menggunakan pendekatan seperti di perbankan yang ada kewajiban modal minimum, kita ada kewajiban permodalan sistem pembayaran (KSPS),” jelasnya. 

Adapun rumus untuk menentukan KSPS ini berupa modal yang sudah ada dibagi transaksi tertimbang menurut risiko (TTMR). BI mensyaratkan KSPS di level 10% untuk seluruh pelaku sistem pembayaran baik PJP maupun PIO.

Namun bagi penyelenggara dengan risiko sistemik maka harus KSPSnya bertambah 2,5% untuk PJP dan 5% untuk PIP. Sedangkan yang berdampak kritikal KSPSnya ditambah 1,5% untuk PJP dan 2,5% untuk PIP. 

Asisten Gubernur, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta bilang per 1 Juli 2021 Terdapat 190 institusi pelaku sistem pembayaran yang terdiri 9 PIP, dan 181 PJP. Ia mengaku BI tidak akan merilis daftar pelaku sistem pembayaran yang termasuk kritikal maupun sistemik.

Selanjutnya: Pajak Mengejar Potensi Setoran PPh Rp 8 Triliun dari Korporasi Merugi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi