JAKARTA. Kondisi utang luar negeri (ULN) swasta yang kian membengkak menjadi alarm bagi otoritas Bank Indonesia (BI). BI akan membuat aturan yang mengatur ULN swasta. "Akan ada aturan untuk meyakinkan prinsip kesehatan atau prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ULN," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo, Kamis (28/8). Bentuk aturannya akan seperti apa, Agus masih enggan memberi tahu. Yang pasti aturan tersebut, diakui Mantan Menteri Keuangan itu tidak berbentuk
Debt Equity Ratio (DER).
Asal tahu saja, Kementerian Keuangan (Kemkeu) saat ini sedang menggodok aturan DER. Kemkeu akan membuat rasio utang berbeda tiap sektornya. Sektor keuangan akan mendapatkan rasio utang tinggi karena karakteristik sektornya yang meminjam uang untuk dipinjamkan lagi. Asal tahu saja, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan menjadi sektor terbesar penyumbang utang luar negeri. Pada bulan Juni 2014 utang pada sektor ini mencapai US$ 126,59 miliar atau naik 0,03% dibanding bulan Mei US$ 126,56 miliar. Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs menjelaskan aturan yang akan dikeluarkan BI tentang pengelolaan utang swasta belum final. Yang akan dibuat oleh BI adalah rasio-rasio utang swasta tertentu. Rasio ini yang nantinya akan menunjukkan keamanan dari para pengusaha swasta ketika mereka lakukan pinjaman luar negeri. "Apakah nanti aturan ini bentuknya pembatasan atau himbauan belum diputuskan," tandas Peter. BI dan pemerintah dalam hal ini melakukan koordinasi. Masing-masing bergerak sesuai dengan wewenangnya masing-masing. Data terbaru rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II naik menjadi 33,86% dari sebelumnya 32,33%. Melihat rasio pembayaran utang dibanding pendapatan eskpor atau yang dikenal dengan
debt service ratio (DER) juga mengalami peningkatan. Triwulan I 2014 sebesar 46,42% lalu naik menjadi 48,28% pada triwulan II. Sama seperti periode sebelumnya, utang swasta kembali menjadi penyebab peningkatan rasio utang. Posisi utang swasta pada bulan Juni mencapai US$ 153,22 miliar atau naik 0,76% dari posisi bulan sebelumnya US$ 152,07 miliar. Utang luar negeri pemerintah sendiri pada bulan Juni turun 0,78% menjadi US$ 122,19 miliar. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, aturan pengelolaan utang yang dikeluarkan BI hendaknya tidak hanya semata-mata mengacu pada rasio utang. Yang juga harus dilihat adalah utang jangka pendek dan jangka panjang. Kalau sektor manufaktur berutang untuk investasi atau proyek jangka panjang, namun utang yang diambil dominasinya adalah utang dalam jangka pendek tentu akan sangat berbahaya. Selain itu, yang perlu dipertimbangkan lagi adalah porsi utang antara utang luar negeri dan utang dalam negeri perlu dilihat.
"Kalau ternyata utang luar negeri semua yang diambil, kalau ada risiko global bisa jebol ekonomi kita," pungkasnya. Untuk utang pemerintah sendiri, diakui David sudah terkendali. Data terbaru utang pemerintah secara keseluruhan pada bulan Juli turun Rp 6,58 triliun menjadi Rp 2.500,94 triliun. Dirjen Pengelolaan Utang Robert Pakpahan mengatakan penurunan utang pemerintah tersebut terjadi karena perbedaan kurs saja. Rupiah pada bulan Juli menguat ke 11.600 sedangkan pada bulan Juni berada pada level 11.800. Dalam mata uang orisinalnya sendiri, pasti naik karena ada penerbitan utang baru yang dilakukan pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie