KONTAN.CO.ID - Setelah menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia BI 7-Day Reverse Repo Rate (7DRR) menjadi 4,5%, BI tengah mengkaji relaksasi kebijakan makroprudensial melalui dua hal. Pertama, melalui perubahan skema batasan rasio kredit terhadap nilai agunan (Loan to Value atau LTV) secara spasial. Kedua, memperlonggar rasio kredit terhadap pendanaan (Loan to Financing Ratio atau LFR). Mengenai perubahan skema LTV secara spasial, selama ini ditetapkan baik untuk sektor otomotif maupun properti sama secara nasional. Namun, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, kondisi perkembangan industri otomotif dan properti selama ini berbeda-beda setiap wilayahnya. Kondisi sektor otomotif dan properti yang berbeda-beda tersebut juga tergambar dari kondisi pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda tiap wilayahnya. Misalnya, lemahnya pertumbuhan ekonomi kuartal kedua lalu, terjadi di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara pertumbuhan ekonomi di Sumatera, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara cukup baik. Oleh karena itu, "BI kaji untuk bisa dukung ekspansif atau intermediasi perbankan untuk salurkan kredit lebih baik untuk mempertimbangkan LTV yang spasial atau regionalnya yang berbeda-beda," kata Agus, Selasa (22/8). Sementara itu, mengenai pelonggaran LFR, BI tengah mengkaji kemungkinan dimasukannya surat utang atau obligasi dalam basis perhitungan LFR. Hal itu bertujuan untuk memperlebar ruang penyaluran kredit oleh perbankan. "Di makroprudensial, kami mendorong intermediasi di Surat Berharga Negara (SBN). Jadi financing ke ekonomi kan bisa bank salurkan kredit. Di sini juga kami lakukan pendalaman untuk policy lebih lanjut agar dalam perhitungan LFR di komponen F (financing)-nya masuk obligasi korporasi," kata Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BI bakal kerek batas atas maksimal kredit (LTV)
KONTAN.CO.ID - Setelah menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia BI 7-Day Reverse Repo Rate (7DRR) menjadi 4,5%, BI tengah mengkaji relaksasi kebijakan makroprudensial melalui dua hal. Pertama, melalui perubahan skema batasan rasio kredit terhadap nilai agunan (Loan to Value atau LTV) secara spasial. Kedua, memperlonggar rasio kredit terhadap pendanaan (Loan to Financing Ratio atau LFR). Mengenai perubahan skema LTV secara spasial, selama ini ditetapkan baik untuk sektor otomotif maupun properti sama secara nasional. Namun, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, kondisi perkembangan industri otomotif dan properti selama ini berbeda-beda setiap wilayahnya. Kondisi sektor otomotif dan properti yang berbeda-beda tersebut juga tergambar dari kondisi pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda tiap wilayahnya. Misalnya, lemahnya pertumbuhan ekonomi kuartal kedua lalu, terjadi di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara pertumbuhan ekonomi di Sumatera, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara cukup baik. Oleh karena itu, "BI kaji untuk bisa dukung ekspansif atau intermediasi perbankan untuk salurkan kredit lebih baik untuk mempertimbangkan LTV yang spasial atau regionalnya yang berbeda-beda," kata Agus, Selasa (22/8). Sementara itu, mengenai pelonggaran LFR, BI tengah mengkaji kemungkinan dimasukannya surat utang atau obligasi dalam basis perhitungan LFR. Hal itu bertujuan untuk memperlebar ruang penyaluran kredit oleh perbankan. "Di makroprudensial, kami mendorong intermediasi di Surat Berharga Negara (SBN). Jadi financing ke ekonomi kan bisa bank salurkan kredit. Di sini juga kami lakukan pendalaman untuk policy lebih lanjut agar dalam perhitungan LFR di komponen F (financing)-nya masuk obligasi korporasi," kata Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News