JAKARTA. Bank Indonesia menyatakan modal perbankan masih kuat meski rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Hasil stress test Bank Indonesia menunjukkan, dampak kenaikan rasio NPL dan perlambatan ekonomi terhadap modal perbankan masih di atas 8%. Stresst test yang dilakukan Bank Indonesia ini dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, scenario based analysis ini menggambarkan skenario terburuk yaitu saat kondisi perekonomian dengan penurunan gross domestic product (GDP) sebesar -3% dari baseline. Hasilnya menunjukkan, secara umum industri perbankan masih memiliki ketahanan yang tinggi. Misalnya, perbankan mencatat rasio NPL gross di level 4% dalam dua tahun kedepan, maka rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) hanya sedikit menurun dari 19,40% menjadi 18,36%. Nah, skenario terburuk ini, diperkirakan tidak ada kelompok bank berdasarkan BUKU yang memiliki modal di bawah 8%.
Skenario kedua menggunakan pendekatan sensitivity analysis yang mengambarkan dengan skenario kenaikan NPL gross menjadi 5% - 15%, maka rasio CAR hanya turun 1% untuk dua tahun mendatang. “Asumsinya, jika NPL gross mencapai 15% dan tidak ada injeksi modal dari pemilik, maka probabilitas CAR hanya turun 1%,” kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Darsono kepada KONTAN, Jumat (12/12). Ke depan, BI akan mencermati bank-bank yang berpotensi memerlukan tambahan permodalan untuk memenuhi ketentuan modal minimum. Menurut Darsono,, jika ada bank yang modalnya turun secara signifikan, pemilik akan menambahkan modal yang setor sebagai modal. “Untuk bank-bank BUKU 1 juga masih aman,” tambahnya. Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi mengakui kenaikan NPL terjadi namun hanya untuk sektor kredit kecil sehingga tidak mempengaruhi secara keseluruhan, Saat ini, Bukopin memiliki rasio modal sebesar 15%. “Untuk memperkuat modal, kami akan menerbitkan obligasi yang sedang dikaji oleh manajemen,” katanya.