JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menentukan, bank yang sakit atau masuk ke dalam kategori Bank Dalam Pengawasan Khusus (BPDK) harus mendapatkan tambahan modal. Ini sudah tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional. "Bank dalam pengawasan khusus hanya satu obatnya, yaitu setor modal," ucap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Difi Johansyah, Selasa, (4/6). Ia mengatakan, pertambahan modal ini merupakan cara yang harus ditempuh oleh bank. Bila pun nanti merger, maka harus diiringi dengan penambahan modal. Bank dalam pengawasan khusus ini adalah kondisi yang lebih buruk daripada bank dalam pengawasan intensif. Kriteria bank dalam pengawasan khusus ini adalah rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) berada di bawah 8%. Kemudian, Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah di bawah 5% dan berdasarkan penilaian BI, yaitu bank mengalami permasalahan likuiditas mendasar, atau mengalami perkembangan yang memburuk dalam waktu singkat. Difi bilang, pihaknya juga memiliki tambahan aksi pengawasan bagi bank dalam pengawasan khusus ini. Pertama, yaitu melarang menjual atau menurunkan jumlah aset tanpa persetujuan BI kecuali untuk SBI, SBIS, giro pada BI, tagihan antar bank, SBN/SBSN. Kedua, yaitu melarang bank mengubah kepemilikan bagi pemegang saham sebesar 10% atau lebih, dan/atau pemegang saham pengendali termasuk pihak-pihak yang melakukan pengendalian terhadap bank dalam struktur kelompok usaha bank. Ini kecuali bank tersebut telah memperoleh persetujuan BI. Ketiga, BI memerintahkan bank untuk melaporkan setiap perubahan kepemilikan saham bank kurang dari 10%.
BI: Bank yang sakit harus segera suntik modal
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menentukan, bank yang sakit atau masuk ke dalam kategori Bank Dalam Pengawasan Khusus (BPDK) harus mendapatkan tambahan modal. Ini sudah tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional. "Bank dalam pengawasan khusus hanya satu obatnya, yaitu setor modal," ucap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Difi Johansyah, Selasa, (4/6). Ia mengatakan, pertambahan modal ini merupakan cara yang harus ditempuh oleh bank. Bila pun nanti merger, maka harus diiringi dengan penambahan modal. Bank dalam pengawasan khusus ini adalah kondisi yang lebih buruk daripada bank dalam pengawasan intensif. Kriteria bank dalam pengawasan khusus ini adalah rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) berada di bawah 8%. Kemudian, Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah di bawah 5% dan berdasarkan penilaian BI, yaitu bank mengalami permasalahan likuiditas mendasar, atau mengalami perkembangan yang memburuk dalam waktu singkat. Difi bilang, pihaknya juga memiliki tambahan aksi pengawasan bagi bank dalam pengawasan khusus ini. Pertama, yaitu melarang menjual atau menurunkan jumlah aset tanpa persetujuan BI kecuali untuk SBI, SBIS, giro pada BI, tagihan antar bank, SBN/SBSN. Kedua, yaitu melarang bank mengubah kepemilikan bagi pemegang saham sebesar 10% atau lebih, dan/atau pemegang saham pengendali termasuk pihak-pihak yang melakukan pengendalian terhadap bank dalam struktur kelompok usaha bank. Ini kecuali bank tersebut telah memperoleh persetujuan BI. Ketiga, BI memerintahkan bank untuk melaporkan setiap perubahan kepemilikan saham bank kurang dari 10%.