JAKARTA. Bank Indonesia (BI) seperti kebakaran jenggot mendengar kabar likuiditas di perbankan menyusut. BI buru-buru membantah dan menegaskan, likuiditas bank masih encer. Bukti yang disodorkan BI adalah dana bank di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) masih tinggi.Kesimpulan tentang likuiditas bank yang surut muncul dari data perbankan semester I. Penyaluran kredit mengalami pertumbuhan hingga 31%, sementara dana masyarakat hanya meningkat 15%.Ini berarti bank lebih banyak keluar duit ketimbang menerima duit dari masyarakat. Karenanya bank bisa kesulitan duit jika terjadi penarikan dana secara mendadak oleh masyarakat atau kesulitan duit saat harus melayani berbagai jenis transaksi oleh masyarakat.Kondisi ini lebih parah lagi karena bank harus berebut dana dengan berbagai jenis instrumen investasi. Misalnya obligasi negera ritel (ORI) yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi ketimbang deposito bank.Tetapi Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah menegaskan agar masyarakat tak usah mengkhawatirkan kondisi tersebut. "Jadi yang terjadi bank bukan kesulitan likuiditas, tetapi posisi likuiditas bank-bank itu menjadi menurun," katanya Jumat (22/8). Dia meyakinkan, kondisi bank di masa sekarang masih aman, karena tak menabrak asas kehati-hatian BI.Likuiditas Perbankan Berkurang Halim mengakui, dana masyarakat merupakan sumber utama pendanaan bank. Tetapi BI melihat industri perbankan masih punya cadangan duit yang tebal. Hanya saja, dana bank tersebut tersebar di berbagai instrumen, termasuk SBI maupun Surat Utang Negara (SUN). Hingga pekan lalu duit bank di SBI masih lebih dari Rp 150 triliun. Atau yang tersimpan dalam bentuk SUN masih lebih dari Rp 500 triliun. Itu sebabnya, bank masih mengalami kelebihan likuiditas cukup besar. Yang lucunya, bankir justru mengaku likuiditas tengah merosot. Direktur Treasury PT Lippo Bank Tbk Gottfried Tampubolon menilai tak tepat bila mengukur likuiditas perbankan dengan jumlah simpanan bank di SBI. "Distribusi dana masing-masing bank kan berbeda," kata Gottfried. Meskipun enggan membocorkan kondisi likuiditas di Bank Lippo, Gottfried membenarkan bahwa pertumbuhan kredit di masih lebih cepat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga. Selain itu, "Sekarang likuiditas lebih sedikit dibandingkan sebelumnya," kata Gottfried. Direktur Keuangan BNI Yap Tjay Soen juga mengakui, saat ini pertumbuhan kredit bank lebih cepat dibandingkan pertumbuhan DPK. Tetapi, Yap mengklaim, likuiditas di BNI masih cukup baik. "Itu karena di awal tahun, kami mengalami kelebihan likuiditas," kata Yap. Data berikut memperlihatkan betapa kencangnya aliran kredit BNI. Pengelola BNI menargetkan nilai kredit di akhir tahun sebesar Rp 110 triliun. Baru di akhir Juli saja, nilai kredit sudah mencapai Rp 106 triliun. Meski aliran kredit deras, Yap menyatakan, BNI tak akan berburu dana dengan menaikkan bunga deposito. Alasannya sederhana saja. Pengelola BNI merasa masih perlu menyeimbangkan pendapatan dan beban bungaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BI Bantah Bank Alami Krisis Likuiditas
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) seperti kebakaran jenggot mendengar kabar likuiditas di perbankan menyusut. BI buru-buru membantah dan menegaskan, likuiditas bank masih encer. Bukti yang disodorkan BI adalah dana bank di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) masih tinggi.Kesimpulan tentang likuiditas bank yang surut muncul dari data perbankan semester I. Penyaluran kredit mengalami pertumbuhan hingga 31%, sementara dana masyarakat hanya meningkat 15%.Ini berarti bank lebih banyak keluar duit ketimbang menerima duit dari masyarakat. Karenanya bank bisa kesulitan duit jika terjadi penarikan dana secara mendadak oleh masyarakat atau kesulitan duit saat harus melayani berbagai jenis transaksi oleh masyarakat.Kondisi ini lebih parah lagi karena bank harus berebut dana dengan berbagai jenis instrumen investasi. Misalnya obligasi negera ritel (ORI) yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi ketimbang deposito bank.Tetapi Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah menegaskan agar masyarakat tak usah mengkhawatirkan kondisi tersebut. "Jadi yang terjadi bank bukan kesulitan likuiditas, tetapi posisi likuiditas bank-bank itu menjadi menurun," katanya Jumat (22/8). Dia meyakinkan, kondisi bank di masa sekarang masih aman, karena tak menabrak asas kehati-hatian BI.Likuiditas Perbankan Berkurang Halim mengakui, dana masyarakat merupakan sumber utama pendanaan bank. Tetapi BI melihat industri perbankan masih punya cadangan duit yang tebal. Hanya saja, dana bank tersebut tersebar di berbagai instrumen, termasuk SBI maupun Surat Utang Negara (SUN). Hingga pekan lalu duit bank di SBI masih lebih dari Rp 150 triliun. Atau yang tersimpan dalam bentuk SUN masih lebih dari Rp 500 triliun. Itu sebabnya, bank masih mengalami kelebihan likuiditas cukup besar. Yang lucunya, bankir justru mengaku likuiditas tengah merosot. Direktur Treasury PT Lippo Bank Tbk Gottfried Tampubolon menilai tak tepat bila mengukur likuiditas perbankan dengan jumlah simpanan bank di SBI. "Distribusi dana masing-masing bank kan berbeda," kata Gottfried. Meskipun enggan membocorkan kondisi likuiditas di Bank Lippo, Gottfried membenarkan bahwa pertumbuhan kredit di masih lebih cepat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga. Selain itu, "Sekarang likuiditas lebih sedikit dibandingkan sebelumnya," kata Gottfried. Direktur Keuangan BNI Yap Tjay Soen juga mengakui, saat ini pertumbuhan kredit bank lebih cepat dibandingkan pertumbuhan DPK. Tetapi, Yap mengklaim, likuiditas di BNI masih cukup baik. "Itu karena di awal tahun, kami mengalami kelebihan likuiditas," kata Yap. Data berikut memperlihatkan betapa kencangnya aliran kredit BNI. Pengelola BNI menargetkan nilai kredit di akhir tahun sebesar Rp 110 triliun. Baru di akhir Juli saja, nilai kredit sudah mencapai Rp 106 triliun. Meski aliran kredit deras, Yap menyatakan, BNI tak akan berburu dana dengan menaikkan bunga deposito. Alasannya sederhana saja. Pengelola BNI merasa masih perlu menyeimbangkan pendapatan dan beban bungaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News