BI berencana longgarkan kebijakan moneter, ini pertimbangan ekonom



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus memberikan sinyal pelonggaran kebijakan. Mulai dari kajian yang sedang dilakukan BI terkait kebijakan makroprudensial hingga sinyal era suku bunga tinggi yang tak akan bertahan lama.

"Tahun ini risiko tekanan eksternal terhadap rupiah dari kemungkinan naiknya US Fed Fund Rate lebih kecil," jelas pengamat ekonomi Eric Sugandi saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (3/3).

Suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS/The Fed) diperkirakan pasar hanya naik satu kali, atau bahkan tidak naik sama sekali. Apabila naik, maka kenaikannya lebih kecil bila dibandingkan tahun lalu.


Kendati demikian, risiko terhadap defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) masih membayangi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan risiko eskalasi perang dagang AS-China masih ada. Serta harga minyak dunia yang tertekan memberi pengaruh negatif terhadap kinerja ekspor Indonesia.

"Ini menjadi tantangan bagi upaya menurunkan CAD," jelas Eric.

Sementara kondisi dalam negeri cukup baik. Inflasi terkendali di angka 3,13% walaupun pertumbuhan ekonomi masih berada di kisaran 5%-5,3%.

Sedangkan ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto melihat BI memiliki peluang menurunkan suku bunga apabila inflasi terjaga dan nilai tukar rupiah kuat, sementara ekonomi bergerak kurang agresif.

"Saat ini inflasi memang rendah tapi masih rentan untuk kembali melonjak saat imported inflation meningkat," jelas Myrdal.

Kondisi saat ini pasca tensi perang dagang mereda membuat potensi lonjakan imported inflation (inflasi impor). Terutama karena harga minyak yang terus naik dan dollar AS yang kembali menguat. Pada sisi lain, angka CAD juga terus melebar seiring nilai impor yang masih tinggi serta pembayaran bunga utang dan dividen yang masih tinggi.

Sementara, dari domestik, perekonomian masih belum tumbuh lebih agresif. Suku bunga di lembaga keuangan yang masih tinggi, stabilitas nilai tukar rentan dan rasio CAD mencapai 2,98% dari PDB. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini dikisaran 5,14%.

Dengan demikian, inflasi yang terkendali dan tekanan terhadap rupiah lebih kecil dari tahun lalu, BI memiliki ruang untuk memangkas BI-7 Days Reverse Repo Rate alias suku bunga acuan bank sentral.

Penurunan BI-7DRRR yang moderat di kisaran basis poin-50 basis poin (bps) tidak menyebabkan capital outflows besar-besaran karena yield obligasi di Indonesia masih atraktif. 

Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun dengan rate 7,8% lebih menarik bila dibandingkan US Treasury (milik Amerika Serikat/AS) dengan rate 2,7%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi