BI Beri Insentif Bank dengan CAR di Atas 13%



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) belum mengumumkan aturan baru harmonisasi Giro Wajib Minimum (GWM) dan loan to deposit ratio (LDR), Rabu (28/7). Toh, KONTAN mendapat bocoran lebih detil soal rencana BI menerapkan insentif bagi bank dengan rasio permodalan alias capital adequacy ratio (CAR) tinggi.

Bank akan mendapatkan insentif berupa pengurangan GWM jika CAR tinggi. Di sisi lain, BI juga menyediakan disinsentif berupa penambahan GWM kalau LDR bank di luar rentang yang ditetapkan BI, yakni 75%-95%. (Baca KONTAN edisi Rabu 27 Juli 2010)

Menurut sumber KONTAN, BI akan menerapkan insentif bagi bank yang memiliki CAR setidaknya 13%-14%. "BI menilai CAR di kisaran itu yang membuat bank nyaman menjalankan bisnisnya," ujar dia, Rabu (27/7).


Wimboh Santoso, Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, masih enggan membocorkan angka-angka. Namun, dia sedikit memberi gambaran. "Besar insentif dan disinsentif sekian basis poin GWM-lah. Sedang CAR yang dapat insentif adalah CAR yang selama ini bisa menyerap minimal berbagai risiko. CAR itu bisa mendorong sustainable growth lending," katanya.

Alasan BI menerapkan insentif, karena ada bank yang menyalurkan kredit bukan bersumber dari dana pihak ketiga (DPK), tapi dari modal. Alhasil, BI akan memberi penghargaan pada bank yang bisa menjaga CAR tetap tinggi. "Idealnya, kredit tinggi tapi permodalan juga kuat," imbuh Wimboh.

Wimboh menambahkan, konsep aturan GWM-LDR yang baru nanti akan menjadi GWM Primer, GWM Sekunder, plus GWM LDR yang isinya kombinasi antara insentif dan disinsentif.

"Tetapi, kombinasinya harus either minus atau nol. Jadi, insentif yang diterima tidak boleh lebih tinggi dari disinsentif. Supaya tidak ada bank yang mendapatkan insentif untuk mengkompensi disinsentif-nya," tegasnya.

Sulit bagi bank kecil

Menanggapi kebijakan itu, Honggo Widjojo Kangmasto, Direktur PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mengatakan, skim insentif bagi bank yang bisa menjaga CAR tinggi memang bagus. Selain bisa mendorong kredit, bank juga tidak melupakan permodalan mereka.

Namun, hal itu sulit dilakukan bank-bank yang kesulitan mencari DPK dan punya modal kecil. "Tapi, saya percaya BI pasti akan melihat kondisi seperti ini," tuturnya.Wimboh memang bilang, bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas, tak perlu serius memikirkan aturan ini. "Target kami, intinya bank mau lending. Untuk bank yang kesulitan likuiditas, lebih baik cari cara bertahan hidup. Kami akan terapkan pada bank-bank yang sehat saja," ujar Wimboh.

Direktur PT Bank Bukopin Tbk Joko Tri Prihanto berpendapat, GWM adalah bagian dari langkah operasional dan strategis pengelolaan likuiditas bank yang memerlukan rentang yang luwes. "Jadi perlu dipertimbangkan, likuiditas di pasar tidak selalu dalam kondisi longgar dan berlimpah," katanya.

Intinya, kredit tidak dapat dipaksa. Sebab, masing-masing bank punya pasar dan siklus bisnis spesifik. "Setiap bank pasti sudah menghitung segala risiko," imbuhnya.Sementara Direktur Utama PT Bank Antardaerah Bujung R. Hanani meminta BI menyerahkan aturan ke pasar. Apakah pasar menerima rentang LDR dan CAR yang ditetapkan oleh BI. "Fungsi BI harusnya menghimbau dan memonitor saja," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test