BI: Bunga AS tak otomatis pengaruhi BI rate



NUSA DUA. Sinyal rencana kenaikan bunga acuan dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) boleh saja semakin jelas. Meski demikian, Bank Indonesia (BI) menegaskan, mereka tak akan serta-merta menaikkan suku bunga acuan di dalam negeri (BI Rate) ketika The Fed mengerek bunga acuan mereka.Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo kembali menegaskan, dalam merumuskan kebijakan BI rate, bank sentral lebih mempertimbangkan faktor inflasi. Faktor kedua adalah kondisi dan situasi daya dukung kebijakan nasional dalam mengendalikan permintaan domestik sehingga current account atau neraca transaksi berjalan tetap terkendali.Selain itu, masih ada faktor terakhir yakni faktor luar negeri; termasuk kebijakan suku bunga acuan AS atau Fed fund rate. Jadi, "Kebijakan bunga AS hanya salah satu faktor. Tidak berarti kalau Fed Rate naik, BI rate naik," papar Perry dalam Konferensi Internasional Ekonomi Modeling di Bali, Rabu (16/7).Lebih lanjut, Perry menjelaskan, BI selali meninjau perkembangan inflasi dan kondisi current account defisit dalam setiap gelaran Rapat Dewan Gubernur (RDG) setiap bulannya. "Karena itu tidak bisa kami bilang (sekarang) BI rate akan naik atau turun. Kenaikan BI rate tergantung dengan bagaimana perkembangan inflasi, perkembangan current account defisit dan juga pertumbuhan ekonomi," imbuh Perry.Perry menambahkan, fokus otoritas moneter tahun ini adalah memastikan stabilitas perekonomian Indonesia terjaga dengan baik. Benar, rencana kenaikan Fed fund rate akan turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia."Tapi, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejauh ini cukup bagus. Meski pertumbuhannya melambat, tapi jika dibandingkan dengan negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh," kata Perry.Seperti diketahui, semalam, pimpinan The Fed Janet Yallen memberikan sinyal bahwa The Fed mungkin akan mulai menaikkan bunga acuan jangka pendek di tahun 2015. Warketwatch.com menulis, para ekonom memprediksi, bunga acuan jangka pendek AS mungkin akan mulai naik sekitar Juni 2015. Pemulihan ekonomi AS dan laju inflasi yang semakin mendekati angka 2% memperkuat prediksi itu. Catatan saja, semalam, Yellen juga mengumumkan bahwa The Fed akan kembali memangkas program pembelian obligasi di pasar sebesar US$ 10 miliar. Setelah pemotongan lima kali berturut-turut, mulai Juli, program stimulus berjuluk quantitative easing (QE) itu tinggal tersisa US$ 35 miliar per bulan. Jika konsisten dengan kebijakan ini, program QE Amerika Serikat akan selesai sekitar Oktober 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Cipta Wahyana