KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi rupiah yang kian tersudut mendorong Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memonitor pembeli valas. Langkah ini diambil untuk meminimalisir aksi para spekulan dollar AS yang melakukan profit taking saat nilai tukar rupiah tengah terperosok. Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, saat ini harus dibedakan pembelian yang ada underlying dengan yang lain. "BI punya ketentuan pembelian dollar AS yang harus ada underlying-nya,” kata Perry, di Gedung DPR RI, Selasa (4/9). “Tentu kami akan cek ke bank apakah ada underlying atau tidak,” lanjutnya.
Ia melanjutkan, sebelum ada sentimen global dari Argentina dan Turki yang membuat nilai tukar rupiah merosot, monitoring ini sudah dilakukan oleh BI dan OJK. “Kami sudah lakukan pengecekan. Waktu itu tidak ada (yang membeli valas tanpa underlying), tetapi sekarang kami lakukan lagi,” ucapnya. Perry melanjutkan, Peraturan Bank Indonesia (PBI) soal pembelian valas perlu ada underlying ini sudah ada. Dalam PBI 18/18/PBI/2016 Pasal 17 menyebutkan bank harus memastikan nasabah menyampaikan dokumen underlying transaksi dan/atau dokumen pendukung transaksi valas terhadap rupiah untuk setiap transaksi pada tanggal transaksi. Di sisi lain, pemerintah tengah memikirkan sanksi bagi para spekulan dollar AS yang melakukan profit taking di tengah keadaan nilai tukar rupiah tengah terperosok. Sanksi ini dibuat agar spekulasi tidak menjadi sentimen negatif bagi perekonomian dalam negeri. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bilang, sikap pemerintah ini dilatarbelakangi oleh fundamental ekonomi Indonesia yang sebenarnya masih kuat. Namun, beberapa pihak sengaja menubruk dollar AS guna mengambil untung. “Nanti kami lihat (sanksinya),” ucapnya di Gedung DPR RI, Selasa (4/9). Ia melanjutkan, adanya monitor yang ketat dari Kemkeu bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lewat forum Komite Kebijakan Sistem Keuangan (KKSK) adalah hal yang wajar. “Ini suatu tindakan bagi kami untuk membedakan pelaku ekonomi yang genuine, yang jaga ekonomi dan perusahannya, dan jaga ekonomi bertahan dalam guncangan ini dan mereka yang lakukan profit taking. Ini suatu yang biasa kami lakukan saat situasinya waspada gini,” jelasnya. “Kalau faktornya adalah sentimen, bahkan sentimen itu ditunggangi dengan spekulasi, kalau ada pihak-pihak yang gunakan kesempatan ini untuk ambil untung untuk dirinya sendiri atas korban dari orang lain, maka tindakan-tindakan yang dilakukan kami adalah secara detail dengan tegas bagi pelaku ekonomi yang melakukan profit taking itu,” lanjutnya. Posisi rupiah yang kian tersudut mendorong Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memonitor pembeli valas. Langkah ini diambil untuk meminimalisir aksi para spekulan dollar AS yang melakukan profit taking saat nilai tukar rupiah tengah terperosok. Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, saat ini harus dibedakan pembelian yang ada underlying dengan yang lain. "BI punya ketentuan pembelian dollar AS yang harus ada underlying-nya,” kata Perry, di Gedung DPR RI, Selasa (4/9). “Tentu kami akan cek ke bank apakah ada underlying atau tidak,” lanjutnya. Ia melanjutkan, sebelum ada sentimen global dari Argentina dan Turki yang membuat nilai tukar rupiah merosot, monitoring ini sudah dilakukan oleh BI dan OJK. “Kami sudah lakukan pengecekan. Waktu itu tidak ada (yang membeli valas tanpa underlying), tetapi sekarang kami lakukan lagi,” ucapnya. Perry melanjutkan, Peraturan Bank Indonesia (PBI) soal pembelian valas perlu ada underlying ini sudah ada. Dalam PBI 18/18/PBI/2016 Pasal 17 menyebutkan bank harus memastikan nasabah menyampaikan dokumen underlying transaksi dan/atau dokumen pendukung transaksi valas terhadap rupiah untuk setiap transaksi pada tanggal transaksi. Di sisi lain, pemerintah tengah memikirkan sanksi bagi para spekulan dollar AS yang melakukan profit taking di tengah keadaan nilai tukar rupiah tengah terperosok. Sanksi ini dibuat agar spekulasi tidak menjadi sentimen negatif bagi perekonomian dalam negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bilang, sikap pemerintah ini dilatarbelakangi oleh fundamental ekonomi Indonesia yang sebenarnya masih kuat. Namun, beberapa pihak sengaja menubruk dollar AS guna mengambil untung. “Nanti kami lihat (sanksinya),” ucapnya di Gedung DPR RI, Selasa (4/9). Ia melanjutkan, adanya monitor yang ketat dari Kemkeu bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lewat forum Komite Kebijakan Sistem Keuangan (KKSK) adalah hal yang wajar. “Ini suatu tindakan bagi kami untuk membedakan pelaku ekonomi yang genuine, yang jaga ekonomi dan perusahannya, dan jaga ekonomi bertahan dalam guncangan ini dan mereka yang lakukan profit taking. Ini suatu yang biasa kami lakukan saat situasinya waspada gini,” jelasnya. “Kalau faktornya adalah sentimen, bahkan sentimen itu ditunggangi dengan spekulasi, kalau ada pihak-pihak yang gunakan kesempatan ini untuk ambil untung untuk dirinya sendiri atas korban dari orang lain, maka tindakan-tindakan yang dilakukan kami adalah secara detail dengan tegas bagi pelaku ekonomi yang melakukan profit taking itu,” lanjutnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie