JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menegaskan tidak mempersoalkan bisnis bank asing di Indonesia. Bahkan, BI ingin menghapus pengelompokan bank lokal dan bank asing. BI ingin mendorong bank asing yang beroperasi di Indonesia menggunakan badan hukum Indonesia sekaligus mencatatkan saham mereka di Bursa Efek Indonesia (BEI). "Kami ingin bank-bank tersebut secara sukarela menjadi satu badan hukum lokal sehingga bisa go public. Cari uang di sini," ungkap Deputi Gubernur BI Muliaman Dharmansyah Hadad, pekan lalu. Muliaman percaya, mengajak bank-bank asing menjual saham di bursa lokal merupakan salah satu jalan keluar agar penguasaan saham asing di industri perbankan bisa lebih proporsional. Jika mereka mencatatkan saham di bursa, semua lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki saham di bank tersebut. "Pengelompokan bank lokal dan bank asing sudah tidak relevan lagi di tengah era globalisasi," jelasnya. Hingga kini, BEI belum mengatur berapa jumlah minimal saham yang bisa dilepas ke publik. Wasit pasar modal yakni Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) saat ini hanya mengatur kewajiban refloating atau menjaga agar saham publik minimal tetap 20% dalam dua tahun setelah pembelian saham mayoritas di atas 51% dan tender offer saham publik selesai. BI mengakui, setelah menjadi milik publik, mereka akan lebih sulit mengawasi siapa saja yang menjadi pemilik bank. "Yang beli siapa di pasar BI tidak tahu. Namun, kalau belinya dalam jumlah besar itu pasti ada laporannya ke BI dan kami pasti akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap si pembeli," terang Muliaman. Tapi, kapan persisnya BI akan mewajibkan bank asing untuk melantai ke bursa, Muliaman enggan mengungkapkan. Hanya, dalam cetak biru Arsitektur Perbankan Indonesia (API), BI memang berkeinginan mendorong semua bank di tanah air untuk menambah kepemilikan masyarakat melalui pencatatan saham di bursa. Saat ini, jumlah bank yang melantai di bursa masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah bank keseluruhan. "Masih sekitar 20 bank saja, lebih banyak akan lebih baik," ujar Muliaman. Semakin banyak bank yang menjadi perusahaan terbuka, harapan BI, fungsi pengawasan akan lebih terjaga. Karena, Bapepam-LK dan masyarakat pemilik saham publik juga akan ikut mengawasi. Intensifkan dialog Meski lebih senang membiarkan asing mencari untung di industri perbankan Indonesia, saat ini BI berupaya melakukan pembicaraan dengan pengawas perbankan di negara lain agar perbankan Indonesia mendapat perlakuan yang sama. BI mengaku saat ini tengah intens melakukan komunikasi dengan otoritas perbankan di negara-negara asal bank-bank asing untuk mencari tahu mengapa perbankan Indonesia susah masuk ke sana. BI sudah membuka pembicaraan dengan otoritas perbankan di Singapura, China, India juga Malaysia. BI khawatir jangan-jangan perbankan Indonesia susah masuk ekspansi ke negeri orang karena tidak memenuhi persyaratan mereka. Atau, kemungkinan negara lain belum mendapatkan informasi yang lengkap mengenai perbankan Indonesia. Sebelumnya bankir lokal mengeluhkan gencarnya investasi asing ke perbankan Indonesia. Padahal mereka merasa negara lain menutup diri dan mempersulit perbankan Indonesia saat ingin ekspansi ke luar negeri.
BI Dorong Bank Asing Melantai di Bursa Efek
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menegaskan tidak mempersoalkan bisnis bank asing di Indonesia. Bahkan, BI ingin menghapus pengelompokan bank lokal dan bank asing. BI ingin mendorong bank asing yang beroperasi di Indonesia menggunakan badan hukum Indonesia sekaligus mencatatkan saham mereka di Bursa Efek Indonesia (BEI). "Kami ingin bank-bank tersebut secara sukarela menjadi satu badan hukum lokal sehingga bisa go public. Cari uang di sini," ungkap Deputi Gubernur BI Muliaman Dharmansyah Hadad, pekan lalu. Muliaman percaya, mengajak bank-bank asing menjual saham di bursa lokal merupakan salah satu jalan keluar agar penguasaan saham asing di industri perbankan bisa lebih proporsional. Jika mereka mencatatkan saham di bursa, semua lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki saham di bank tersebut. "Pengelompokan bank lokal dan bank asing sudah tidak relevan lagi di tengah era globalisasi," jelasnya. Hingga kini, BEI belum mengatur berapa jumlah minimal saham yang bisa dilepas ke publik. Wasit pasar modal yakni Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) saat ini hanya mengatur kewajiban refloating atau menjaga agar saham publik minimal tetap 20% dalam dua tahun setelah pembelian saham mayoritas di atas 51% dan tender offer saham publik selesai. BI mengakui, setelah menjadi milik publik, mereka akan lebih sulit mengawasi siapa saja yang menjadi pemilik bank. "Yang beli siapa di pasar BI tidak tahu. Namun, kalau belinya dalam jumlah besar itu pasti ada laporannya ke BI dan kami pasti akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap si pembeli," terang Muliaman. Tapi, kapan persisnya BI akan mewajibkan bank asing untuk melantai ke bursa, Muliaman enggan mengungkapkan. Hanya, dalam cetak biru Arsitektur Perbankan Indonesia (API), BI memang berkeinginan mendorong semua bank di tanah air untuk menambah kepemilikan masyarakat melalui pencatatan saham di bursa. Saat ini, jumlah bank yang melantai di bursa masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah bank keseluruhan. "Masih sekitar 20 bank saja, lebih banyak akan lebih baik," ujar Muliaman. Semakin banyak bank yang menjadi perusahaan terbuka, harapan BI, fungsi pengawasan akan lebih terjaga. Karena, Bapepam-LK dan masyarakat pemilik saham publik juga akan ikut mengawasi. Intensifkan dialog Meski lebih senang membiarkan asing mencari untung di industri perbankan Indonesia, saat ini BI berupaya melakukan pembicaraan dengan pengawas perbankan di negara lain agar perbankan Indonesia mendapat perlakuan yang sama. BI mengaku saat ini tengah intens melakukan komunikasi dengan otoritas perbankan di negara-negara asal bank-bank asing untuk mencari tahu mengapa perbankan Indonesia susah masuk ke sana. BI sudah membuka pembicaraan dengan otoritas perbankan di Singapura, China, India juga Malaysia. BI khawatir jangan-jangan perbankan Indonesia susah masuk ekspansi ke negeri orang karena tidak memenuhi persyaratan mereka. Atau, kemungkinan negara lain belum mendapatkan informasi yang lengkap mengenai perbankan Indonesia. Sebelumnya bankir lokal mengeluhkan gencarnya investasi asing ke perbankan Indonesia. Padahal mereka merasa negara lain menutup diri dan mempersulit perbankan Indonesia saat ingin ekspansi ke luar negeri.